24. VIDEO CALL

6.8K 609 60
                                    

[ Bagian 22 dari AU: Mantan Pacar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ Bagian 22 dari AU: Mantan Pacar. Bisa dibaca terpisah ]

.

.

.

Namjoon berputar malas di kursi empuknya. Meski lelah, matanya menolak terpejam dan badannya reflek bergerak sendiri sebagai pelampiasan, termasuk dengan dua kali jatuh ke lantai dan tak sengaja membenturkan kelingking kakinya ke ujung meja hingga Namjoon mengumpat—pada dirinya sendiri karena bodoh. Luaran Visvimnya kusut karena Namjoon tak berhenti berputar-putar, juga masih bersikukuh terjaga sambil memandangi selembar foto di tangannya. Sinar lampu kamar cukup memadai untuk penerangan, tapi Namjoon merasa foto itu lebih bersinar dari apapun. Sedang jauh dari rumah selalu membuat resah, bahkan kamar hotel yang khusus didekor dengan pernak-pernik Ryan dan poster Kaws hasil kerja keras penyelenggara tur, belum mampu membuatnya tergoda untuk tidur. Tidak, tanpa Mono dan lelaki tercintanya.

Namjoon pindah dari kursi, lalu menggigit ujung bantal sofa dengan jengkel. Yoongi menambah satu hari lagi dari jadwal singgah di Los Angeles, padahal konser grup musik mereka sudah selesai lusa kemarin, setelah satu setengah minggu berkeliling Amerika. Akibatnya kepulangan mereka juga ikut kena imbas karena kehabisan tiket pesawat, dan Hoseok menolak menyewa jet. Alasannya, buang-buang uang. Satunya santai, satunya pelit, perpaduan sempurna yang memaksa Namjoon terpekur seperti orang bodoh di kamarnya saat ini. Dia sudah kangen berat dengan Seokjin dan foto itu tak banyak membantu, malah semakin membuatnya stress setengah mati.

Capek menggerutu, Namjoon akhirnya merebahkan diri di sandaran sofa sambil mendekap bantal di dada, menatap foto itu sekali lagi sambil mendesah pasrah, lantas melipat kaki karena terpapar pendingin udara. Biasanya Seokjin selalu mengingatkan untuk tidak tidur memakai baju tipis dan selembar celana pendek, seperti yang dikenakannya sekarang. Tapi Pak Dosen manis itu berada nun jauh di sana, terpisah lautan dan samudera, jadi masa bodoh.

Namjoon mencibir lagi, persetan dengan bangun pagi, dia tak bisa tidur.

Diraihnya ponsel di atas meja, mengirim pesan darurat meski yakin Seokjin sedang mengajar saat ini. Perbedaan waktu belasan jam masih terpatri di benak Namjoon, tapi sisi egoisnya tetap meminta untuk dituruti. Dia butuh melihat wajah Seokjin sekarang juga.

Tinju kuat Namjoon terkepal di udara begitu ajakan panggilan videonya dikabulkan. Kim Seokjinnya memang lelaki paling pengertian sejagat raya.

Tiga menit setelahnya, Namjoon sudah sibuk memelototi layar, menunggu persiapan Seokjin yang masih berbalut pakaian formal dan berusaha membetulkan letak kamera di tatakan ponsel. Kedua lengan bergantian menepikan beberapa kotak makanan sekaligus gelas kopi di atas meja, lalu melambai-lambaikan tangan ke arahnya dengan sumringah.

"Belum tidur, Namjoonie?"

Seksi sekali, batin Namjoon senang, apalagi dengan nada tegas begitu.

"Belum, boo. Tapi darimana kamu tahu di sini sudah malam?" tanyanya tanpa dosa, mendekap bantal lebih erat.

"Aku masih cukup waras untuk menyadari perbedaan zona waktu antara Amerika dan Korea, Tuan Kim yang ceroboh," tukas suara tersebut, terdengar agak sebal tapi Namjoon justru mendapatinya tersenyum samar, "Ada apa?"

SHUAI | HANDSOME (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang