15. A Spoonful of Sugar

5.6K 563 71
                                    

.

"Katakan sesuatu."

Tak menghiraukan lelaki di belakangnya, Seokjin melesat menuju ruang tamu dan melempar dirinya ke atas sofa setelah menendang kaki meja sampai bergoyang. Dipeluknya erat bantal duduk sambil menggigiti rumbai di bagian tepi, ekor mata menangkap sepasang kaki panjang yang bergerak mendekat, berhenti di depannya, kemudian bersimpuh perlahan hingga pandangan mereka bertemu.

"Jinseok."

"KAU INGIN AKU MENGATAKAN APA?" bentak Seokjin kencang. Meninggalkan manajernya meladeni wartawan mungkin bukan tindakan bijak, tapi mendapati Namjoon tetap bergeming bahkan saat pria lain membisikkan sesuatu ke telinga Seokjin membuat darahnya menggelegak, "Kalau cuma bisa mematung, lebih baik tak usah mengikutiku lagi!! Kau ini pasanganku atau manekin? Untuk apa berdiri di sana?"

Chanyeol bukan orang yang benar-benar asing. Kendati sempat absen berakting cukup lama karena kuliah di luar negeri, pria itu masih tercatat sebagai senior Namjoon di dunia hiburan. Seokjin maklum bila Namjoon kurang familiar dengan laki-laki bertubuh tinggi tersebut, mengingat eksistensi Namjoon sebagai produser dan penyanyi justru dimulai sewaktu Chanyeol meninggalkan Seoul. Dan situasi itulah yang tadinya hendak dimanfaatkan.

Sejatinya Seokjin berjanji akan belajar sabar, mengurangi keluhan, serta bersikap lebih wajar usai melepas masa lajang. Tapi Namjoon yang menginjak usia dua puluh tiga seolah menjadi sosok yang berbeda dibanding dua tahun sebelumnya, ketika mereka masih berstatus kekasih. Bukan soal kegemarannya menyibukkan diri di studio atau mendaratkan dahi diantara deret tuts piano, melainkan perangainya yang mendadak berubah. Namjoon yang dulu begitu gemar membuntuti Seokjin sampai ke ruang ganti dan mengacuhkan jarak pribadi, kini lebih sering membisu tiap kali mereka menghadiri sebuah acara atau berada di stasiun televisi yang sama. Kata-katanya masih terlontar lancar tatkala seseorang bertanya atau memberi komentar mengenai pekerjaan, memuji setelan yang dipakai, atau sekedar mengajak bersulang. Hanya saja, dia memilih acuh jika Seokjin mulai beredar mencari teman bicara. Jangankan berusaha menarik tubuh Seokjin ke arahnya, menyela saja tidak. Seokjin sempat mengira jika pria itu sedang ada masalah, tapi setelah mengalami hal serupa di sejumlah pertemuan dan pesta yang dihadiri, sepertinya Namjoon memang sedang menjaga jarak dengannya.

Jika hanya sekadar menjauh karena enggan mengusik pembicaraan, Seokjin cukup mengerti. Nyatanya Namjoon tetap tak menggubris walau suaminya berada terlalu dekat dengan lawan bicara, pun menolak untuk bergerak meski beberapa orang berminat mengajak Seokjin ke tengah pesta atau mengobrol di meja mereka.

Penasaran akibat didiamkan, Seokjin tak kurang akal. Disambarnya siku Chanyeol yang baru selesai bersulang dengan para aktor kawakan dan menyeret pria itu ke sudut ruangan yang—meski menerbitkan gerak penuh tanya di alis Chanyeol, hanya ditanggapi dengan cengir menelisik, "Mencari target yang lebih tua, eh? Jin-sshi?"

"Diam kau," rutuk Seokjin kesal di sela-sela senyuman bisnis yang dipaksakan, "Ceritakan tentang apapun supaya kita terlihat akrab."

"Soal penghargaan aktor terbaik yang kau terima tempo hari?"

"Terserah."

"Ck, ck, agresif sekali," satu tangan Chanyeol merogoh saku jas hitamnya, mengambil sehelai saputangan, kemudian menyeka perlahan sudut bibir Seokjin yang agak basah, "Terlalu memikirkan sang raja membuatmu minum terburu-buru?"

"Raja?"

"Julukan dari media untuk suamimu. Kemampuannya mengaransemen lagu benar-benar tak terjangkau siapapun."

Seokjin tak menjawab.

"Sepertinya yang dikatakan wartawan-wartawan itu benar," Chanyeol meneguk pelan anggur dari gelasnya, "Soal kalian yang sedang perang dingin, maksudku. Aku tak suka bergosip, tapi hidup di antara banyaknya kamera serta suasana seperti ini memaksa telingaku menangkap banyak hal. Tolong jangan tersinggung."

SHUAI | HANDSOME (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang