.
.
Pria itu berdiri sendirian di dekat pintu menuju teater empat, mematung memegangi dua lembar tiket di satu tangan, ponsel di tangan lain, serta bolak-balik menggerakkan kepala ke kiri dan kanan seperti mencari seseorang. Mengenakan kemeja lengan pendek warna putih, jins pas badan beralas sepatu olahraga, Namjoon menganggap usia mereka hampir sebaya. Hoseok yang ikut jalan bertiga sejenak tadi balas menyikut lengannya dengan alis meliuk-liuk, "Sikat, Joon."
"Apanya?"
"Itu, yang barusan kita lewati setelah beli popcorn."
"Shush, jangan sembarangan, kalau ternyata datang sama pacarnya kan gawat," tangkis Namjoon, mengibas tangan tak setuju. Biarpun yang sempat diliriknya tadi sangat masuk kriteria idaman, Namjoon paling anti mengganggu kepunyaan orang lain, "Kalian tidak lihat dia pegang dua tiket?"
"Bisa saja itu dibeli agar kursi sebelahnya kosong dan bisa untuk menaruh barang, aku sering begitu," Yoongi menyesap kopi dinginnya santai. Tidak seperti Namjoon, mata tajamnya justru mengamati huruf yang tertera di ujung lembaran saat ketiganya menjauh dari konter jajanan, "Dia bermaksud menonton film horor lokal, ada kemungkinan sedang menunggu teman karena tidak berani duduk sendirian, atau sengaja tidak mau ada siapapun di sebelahnya saat menjerit ketakutan."
"Kalau sampai pintu dibuka dan temannya belum datang, kamu dekati lalu tanya basa-basi soal kenapa dia tengak-tengok dari tadi. Lumayan kan? Siapa tahu kalian bisa saling mengenal dan bertukar nomor telepon," usul Hoseok bersemangat, dikibasnya tiga tiket yang sudah dibeli sambil bersiul kalem, "Kebetulan Jimin ada di Uniqlo lantai dua, sedang beli kaus. Biar kuberikan tiketmu padanya supaya tidak sia-sia."
"Eh, ngaco! Kembalikan! Aku sedang ingin nonton Sherlock!"
"Sudah, amati saja dulu."
Meski berdecak kurang senang, Namjoon menurut untuk mengikuti saran sahabatnya yang tampak sangat antusias. Toh tidak ada ruginya juga mengintai wajah manis pria berambut cokelat tersebut. Bibirnya tebal, pipi bulat kemerahan, matanya besar dan jernih. Betul-betul tipe kesukaan Namjoon. Dalam hati dia berharap, semoga pria itu berniat duduk seorang diri dan tingkah bingungnya hanya refleksi dari kecemasan akan isi filmnya. Hoseok sering bertingkah serupa tiap diajak menyaksikan film bertema pembunuhan atau setan, lalu berakhir dengan mengunyah ransel selama dua setengah jam.
Membiarkan Yoongi dan Hoseok melipir hendak menjemput Jimin di pintu masuk bioskop, Namjoon menggunakan waktunya untuk memperhatikan dari bangku tunggu. Senyum tersungging samar saat targetnya bersikap kian gelisah, tumpuan berpindah dari satu kaki ke kaki lain, ponsel diperiksa berkali-kali dengan desah kecewa. Namjoon menopang dagu, bertanya-tanya seperti apa rupa dari sosok beruntung yang sedang ditunggu oleh pria di seberang. Pasti seorang wanita super cantik atau lelaki rupawan berpotongan parlente dan sepadan dengan keelokan yang ditemui. Andai saja Nam—
"Astaga, Seokjin! Kau benar-benar datang, ya?"
Namjoon memicingkan mata. Laki-laki jangkung, merengkuh pundak seorang gadis berambut sebahu yang ikut meneliti pria bernama Seokjin tadi dari bawah ke atas. Pelipis berkedut, lalu berbisik-bisik sebentar pada pasangannya sebelum disambut gelengan sengit dan kedik tak terima, "Bukan, bukan, cuma bekas teman kuliah. Namanya Kim Seokjin, kakak tingkatku waktu di kampus dulu. Kemarin dia memaksa supaya aku mau diajak nonton berdua, tapi aku sudah ada janji kencan lebih dulu sama kamu, darling."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHUAI | HANDSOME (NamJin)
Fanfiction[BTS - Namjin/Monjin] Namjoon tak pernah terlalu religius, apalagi memperdulikan kehakikian asal semesta. Namun jika diperbolehkan mengetahui sesuatu dari sang penguasa jagat raya, Namjoon akan memilih untuk bertanya--tentang bagaimana seorang Ki...