.
.
Your touch is so magic to me
So magical
.
The way that you react to me
Makes me wanna do something you can't imagine
.
.
.
.
.
Namjoon bersenandung, masih tengkurap menyelesaikan rute terakhir di ponselnya dengan senyum mengembang geli di balik bantal sofa, ".....sudah malam."
Seokjin mengecup tengkuknya serta bergumam lembut diantara kulit langsat yang seksi, "Sudah tahu begitu, lantas kenapa belum tidur?" ditelusurinya garis rambut pria itu memakai telunjuk hingga Namjoon berguling rebah dan berbalik menumpu berat badannya di sebelah siku, "Aku belum mengantuk. Kau sendiri kenapa belum tidur?"
Alih-alih menjawab, Seokjin justru merendahkan kepala lalu menciumnya, menjilat pelan bibir Namjoon yang terbuka sukarela, membiarkan Seokjin menyelipkan lidah serta menjelajah langit-langit mulutnya. Lengan Seokjin membelai pelan sisi tubuh tegap Namjoon, mengelus perut atletisnya yang tertutup kemeja putih bekas pulang kantor sore tadi. Tak sempat berganti pakaian akibat terlalu sibuk mengatur tingkah murid-murid les vokal Seokjin yang sepakat menginap di rumah guru mereka usai terjebak hujan lebat dengan kabar buruk, ketinggalan bus. Namjoon sampai rela tidak pulang karena membantunya memasak makan malam.
Saat usapan Seokjin mulai menyusupi kemeja, pria itu tanggap untuk perlahan menegakkan punggung. Menanggapi dan terkekeh dari dalam tenggorokan kala Seokjin menggigit bibir bawahnya, membuat Namjoon mengerti bahwa, selain jarum jam yang berdetak menuju pukul setengah sebelas, Seokjin sama sekali tak berniat menyuruhnya berpindah tempat.
Si pemilik rumah memanjat ke atas tubuhnya dan melepaskan bibir dengan senyum terkulum, kedua paha mengapit erat pinggang Namjoon lalu berbisik seduktif, "Mereka sudah nyenyak belum?"
Hening sesaat. Namjoon seolah tuli, terlalu sibuk memperhatikan sepasang bibir kemerahan yang mengilap akibat ciuman mereka barusan. Namun tanpa faktor itupun, malam ini Seokjin terlihat sangat mempesona dan Namjoon kembali jatuh cinta. Rambut hitamnya berantakan tergosok handuk, lengkap bersama wajah lembap, pipi tembam bersemu dan mata berbinar jernih. Cantik.
"Sudah, tidak dengar bunyi dengkuran?" ujar Namjoon akhirnya, berkelakar, "Jimin menyeret teman-temannya ke lantai dua dan sewaktu kuperiksa, mereka tidur berjajar seperti sarden kalengan dengan satu selimut dan kaki bertindihan. Aku menunggumu selesai beres-beres untuk memberitahu, tapi terlanjur lupa karena barang-barangnya masih berceceran di sini," dagunya bergerak menunjuk meja ruang tamu yang dipenuhi sejumlah ransel serta tas tangan kecil.
"Hmm....." Seokjin bersenandung, tersenyum serta memiringkan kepala. Jari-jarinya bergerak turun dari dada Namjoon, mengusap lekuk pinggul sebelum berhenti di resleting celana pria itu. Tawa Seokjin menyembur lirih merasakan tonjolan di permukaan yang tersentuh. Ujung telunjuknya meraba, memberi pola bundar dan sengaja diam berlama-lama, "Berarti kita tidak boleh berisik ya?"
"Yep."
Kontras dengan ucapannya, Seokjin beralih menangkupkan telapak tangan di selangkangan Namjoon. Indera perasa ikut bekerja berlatar insting, mengecap nakal leher pria itu, lantas menghisap jakunnya hingga Namjoon menggeram rendah. Jari-jari terbenam di helaian rambut Seokjin yang kian menunduk, memijat lambat kejantanannya yang masih terhalang lapisan celana, mengundang keluh tak sabar dari Namjoon yang mulai terangsang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHUAI | HANDSOME (NamJin)
Fanfic[BTS - Namjin/Monjin] Namjoon tak pernah terlalu religius, apalagi memperdulikan kehakikian asal semesta. Namun jika diperbolehkan mengetahui sesuatu dari sang penguasa jagat raya, Namjoon akan memilih untuk bertanya--tentang bagaimana seorang Ki...