17. Trivia: Hormones (M)

15.4K 758 132
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

"Bergenit-genit dengan pelanggan, eh?"

Suara berat itu bergaung lagi. Seokjin merutuk dalam hati, dari tujuh hari dimana pemilik kafe tempatnya bekerja biasa hadir mengecek kinerja karyawan, kenapa pria tersebut harus datang akhir pekan? Waktu dimana Seokjin bertukar peran dengan Jimin, menjadi pengantar pesanan dan bukan barista di balik meja. Dan tidak, dia sama sekali tak bermaksud menggoda tamu apalagi sampai genit terhadap pengunjung, Seokjin hanya berusaha terlihat ramah dengan menawarkan diri untuk teman bicara usai mendapati seorang pemuda bermuka murung di sudut ruangan. Bukan salahnya bila sang tamu tiba-tiba mendekap Seokjin sambil mengelus rambutnya lalu terisak pelan sejenak kemudian.

Yang sialnya, bersamaan dengan kemunculan Namjoon dari pintu depan.

Mata bertemu mata, kening berkerut seketika dan Seokjin menelan ludah. Jimin mematung di depan mesin peracik, Jungkook terpaku mengunyah buku menu, sementara sisanya sontak berlagak bisu. Dekapan si pemuda merenggang semenit setelahnya, mengaku baru diselingkuhi tunangan dan berterima kasih karena wangi kafein dari tubuh Seokjin membuat kewarasanya berangsur pulih. Jimin yang mengulang penuturan tersebut pada Namjoon di jam istirahat pun hampir mati ketakutan karena dipelototi. Sepertinya, tiga penjelasan beruntun dari karyawannya tak juga membuat emosi Namjoon mereda. Orang-orang tua pernah berkata, pribadi yang terlalu tenang akan sangat berbahaya begitu tersulut amarah. Dan hal tersebut sedang dibuktikan Seokjin yang langsung diseret naik ke lantai dua, didorong berlutut di depan sofa, terikat saputangan, dagu dijumput dua jari, juga ditatap tajam penuh intimidasi.

"Kupikir kau benar-benar ingin cari kesibukan setelah berhenti jadi pelayan di klub malam, tak tahunya masih doyan mencari mangsa, eh?"

"Kepala batu," gerutu Seokjin, ingin sekali meludahi wajah tampan itu jika tak sadar statusnya saat ini, "Sudah kubilang bocah itu yang menyerangku, bukan sebaliknya."

Namjoon mendengus remeh, duduk dengan tungkai terbuka jumawa, lalu meraih cangkir kopi hantaran Jungkook yang cekatan menutup pintu dan turun tergesa-gesa selesai meletakkan nampan. Disesapnya seteguk, mengecap bagaimana pahit Americano menjalari lidah dan dinding mulut, lantas memiringkan kepala sambil merebahkan punggung di sandaran sofa.

"Diserang, lalu keenakan sampai tidak berusaha melepaskan diri. Logis."

"Haish! Apa kau tahu arti kata simpati?" Seokjin bermaksud menuding, lupa jika kedua tangan berharganya terkungkung di belakang punggung, "Kau melakukan hal serupa dengan wanita-wanita paruh baya tiap berpapasan dengan mereka di jalan menuju taman. Kalau berani-beraninya bilang ini dan itu berbeda, aku akan menggigit hidungmu sampai berdarah. Serius."

"Jadi sekarang kita sampai pada simpulan dimana seorang pemuda dengan tingkat kehausan seksual tinggi bisa disamakan dengan nenek-nenek berumur di atas lima puluhan. Baik, baiklah," ujar Namjoon santai, melonggarkan dasinya turun sambil mendesah gusar. Ekor mata menangkap kerjap terpana dari Seokjin yang menganga tanpa sengaja dan sebelah alis Namjoon terangkat, sudut bibir kanannya tersungging penuh arti.

SHUAI | HANDSOME (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang