05. HIMEROS

6.7K 657 48
                                    

Disclaimer: BTS – Big Hit Entertainment

(ide: kinderjoon, dari foto milik para fansite ReMarkable0912 & LLLM_JIN)

AU. Namjoon menemukan fantasinya meliuk di pilar klub malam, berbaur dengan bau alkohol dan khayalan konyol.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.


Andai mendesak orang di tempat terbuka dan mengajaknya bercinta di depan ribuan pasang mata bukanlah hal tabu, Namjoon pasti sudah melakukannya tanpa ragu. Dan mungkin jika Taehyung tak mengajak, menyeret paksa, lebih tepatnya, sang direktur ke tempat temaram penuh hingar-bingar musik ini, Namjoon tak akan pernah bertemu sosok tersebut dan melewatkan hampir lima belas menit waktunya demi mengamati bak tersihir.

Himeros, impiannya.

Niat awal menginterogasi bagaimana anak buahnya, tangan kanan kebanggaannya yang tiap hari membawa bekal dari rumah dan memilih soda dibanding wine berjuta-juta, justru mengenal dunia malam lebih baik dibanding dirinya—urung seketika. Persetan dengan kenyataan bila pemuda itu kini lenyap entah kemana dan bersama siapa. Pikiran, otak, dan kelima indera Namjoon sedang terpusat pada pemandangan di seberang, pada panggung utama yang dikelilingi oleh pengunjung klub. Gelas-gelas minuman serta puluhan lengan melambai antusias di udara, kepala-kepala berayun mengikuti dentuman nada, pun bersorak-sorai tatkala kedua penyanyi di atas panggung kembali bergerak. Satu diantaranya mengambil petak di bawah lampu sorot, suspender mengikat erat pinggang, dada, juga lengan yang berotot. Jins gelap mendekap paha dengan akurat, lengkap beralas sepatu laras menuju betis atas. Wajah manis dan lengking suaranya mengawali bait lagu dengan sempurna, namun tak cukup untuk mengundang Namjoon terpana.

Baru setelah wujud berikut menampakkan diri, Namjoon sigap menaruh gelasnya dan segera menapak dari kursi. Itu dia. Dia. Makhluk berparas dewa yang membuatnya meremuk gelas pertama tanpa sengaja. Berbalut satin putih berkerah super rendah, seolah sengaja memperlihatkan kulit dada hingga sejengkal ke bawah, berpeluh akibat tarian intens sejenak lalu. Choker hitam melingkari leher pria itu, sewarna celana ketat jahanam yang mengawangkan imajinasi liar Namjoon pada titik tertinggi. Sekitarnya buram seketika, penglihatan terkunci bak lensa kamera. Bibir tebal terbuka, menyerukan lirik bersama desahan yang menerbitkan dahaga. Namjoon mendesis, sedikit mengumpat saat salah seorang pengunjung melintas dan menghalangi pandangannya selama beberapa detik. Dasi ditarik turun dengan kesal, lalu berkacak pinggang usai membuka kancing luaran. Setelan lapis tiganya tak pernah terasa begitu gerah meski mesin pendingin menguar ke segala arah.

Mata tajam Namjoon mengernyit saat fokusnya kembali, sorot menyala penuh hasrat begitu mendapati subjek fantasinya beringsut membelakangi pilar di tengah panggung. Lengan dijulurkan ke belakang, leher menengadah, bahu bergoyang perlahan seiring musik yang melambat. Pinggul turut beringsut, meliuk turun bersama jemari yang mengelus permukaan pilar dengan teramat sensual. Tak cukup di situ, lidah menelisik dari sarang, menyusuri gigi dan menjilat permukaan bibir hingga lembap dan mengilat.

Bangsat.

Bayangan sepasang kaki telanjang serta satin kusut dengan pemilik yang mengerang rendah dalam kungkungannya membuat Namjoon nyaris gila. Urat di pelipisnya mencuat, mengirim perintah untuk segera melampiaskan diri atau kepalanya bisa meledak. Masih berkacak pinggang, bola mata Namjoon bergerak-gerak mencari pelayan ketika instingnya berderik memberitahu. Dahinya berkerut samar, musik berganti tempo, disusul seorang pemuda asing yang naik menyajikan penampilan solo.

Batin Namjoon mencelos. Sasaran terlanjur raib tanpa bekas, haruskah memanggil Taehyung untuk menanyakan identitas?

"Mencari seseorang?"

Namjoon berpaling cepat, mengernyit makin hebat bercampur penasaran yang menggelegak. Himerosnya berdiri di sebelah, sekonyong-konyong muncul membawa raut ramah serta kening yang basah. Napas berhembus agak terengah, yang dengan kurang ajarnya justru makin membangkitkan gairah, "Pria parlente berdasi dengan segelas martini. Pertama kali kemari, kurasa?"

Berkedik sekilas, Namjoon menyeka bagian bawah hidungnya dengan tepi pergelangan, "Apa ini artinya aku juga sedang diamati?"

"Well, darling, look......." sosok itu merapat ke arahnya, dada hampir beradu, jemari merenggut dasi keluar dari jas, "Pengunjung rutin tak akan berdiam di satu tempat sambil memandangiku seperti singa lapar. Hargaku tak tersentuh dan mereka hanya boleh menikmati pertunjukan sambil berangan-angan."

"Tak butuh bayaran?"

"Belum ada yang sepadan," kerling salah satu mata di bawah alis rapi yang menggoda, "Tapi kalau bisa membuatmu menyetujui tawaran kerjasama, akan kulakukan apapun yang kau minta."

Dahi Namjoon terlipat.

"Tidak mengenaliku, direktur Kim?" suara seksi tersebut mendadak berbisik, dasi ikut tertarik, "Kudengar kau mengamuk karena calon klien batal menghadiri rapat hari ini. Maksudku, siapa yang menduga kalau ban mobil bocor bisa jadi bencana?"

Mengirim sorot sengit meski tak menghindar, kepala Namjoon bergerak menyamping dengan arogan, "Kim Seokjin?"

Lawan bicaranya balas mengulum senyum di satu sudut.

"Pekerjaan sampingan?"

"Hobi," jawab yang bersangkutan, mengalihkan pegangan di bahunya ketika sebentuk lengan menjalar melingkari pinggang, "Keberatan melampiaskan kemarahan di tempat lain? Bonus dua gelas sampanye, jika ingin."

"Tanpa pengaman," Namjoon meremas bokongnya, kencang, "Beri aku sepuluh detik dan kita bisa bicara."

"Lima."

"Eager, are we?" kekeh Namjoon ketika telinganya digigit perlahan, "Aku harus menghubungi seseorang untuk membatalkan jadwal hingga besok siang."

"Kau tak akan bertahan selama itu, darling."

"Try me."

.

.

.

SHUAI | HANDSOME (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang