.
.
.
"Tidak, terima kasih," Seokjin berujar acuh sembari mencatat jumlah kardus yang diturunkan Taehyung dari bagian belakang mobil pembawa bahan. Kiriman dari Daegu baru saja datang tapi Namjoon malah meributkan hal tak penting, kaki pria itu terus bergerak-gerak ribut, masih memegangi selebaran yang dicetak penuh warna meriah. Sementara Seokjin menanggapi dengan datar, "Kalau aku pergi, siapa yang akan mengawasi supermarket?"
"Perginya bisa setelah piket, aku sudah mengatur tugas jaga karena Hoseok bersedia menggantikan untuk besok, lagipula ini kesempatan sekali dalam setahun. Ayolah, manajer!" rengek Namjoon manja, matanya yang besar berkedip merayu, "Ayolah! Pergi denganku!! Ayolaaaah, ayo dong, ayooooo!!!"
"Kubilang tidak!" Seokjin menutup bukunya dengan kasar sambil mendelik pada pria berambut perak tersebut, "Kalau mau pergi, pergi saja sendiri! Aku masih punya banyak urusan. Tae, cepat bawa dua kardus tomat itu ke dekat lemari sayur. Ingat, lemari sayur, jangan keliru dengan tempat es krim. Juga jangan ditumpuk jadi satu tapi letakkan berdampingan. Aku ke kasir dulu."
Bola mata Taehyung terpaku kosong selama beberapa saat sebelum menyatu ke tengah diiringi bunyi denting, pertanda bila dia akhirnya paham. Bersenandung, diangkatnya kardus yang dimaksud seraya membuntuti Seokjin masuk lewat pintu belakang supermarket, meninggalkan Namjoon yang terdiam memegangi tepi kertas dan menggigit bagian atasnya dengan wajah muram.
Selagi Taehyung bolak-balik membawa kardus, Seokjin terpekur menunggu jam makan malam. Kalau dibilang tak ada yang membantu sih, tidak juga. Selain Hoseok dan Namjoon, masih ada tiga pegawai baru untuk jaga siang. Jika ditambah Taehyung yang tenaganya setara dua orang, harusnya Seokjin mudah saja menyanggupi ajakan pria itu. Sejak kemarin lusa Namjoon berkicau tentang keinginannya makan mi saus hitam dan jalan-jalan berbalut singlet sambil membanggakan kulit eksotisnya yang konon sudah kecoklatan alami tanpa perlu berjemur maupun perawatan ke salon. Belum lagi cerita tentang turis di sekitar Hongdae yang tertarik padanya akibat kemiripan logat bicara. Seokjin sampai nyaris mati bosan.
Dan sesungguhnya dia tak benar-benar benci keramaian, lebih-lebih jika teringat bagaimana Taehyung kecil mengekornya minta dibelikan ikan hias atau bola air. Hanya saja, terakhir kali dia datang bersama seseorang, adalah saat dimana Seokjin harus berhenti tersenyum dan segera meninggalkan kerumunan tanpa menunggu kembang api diluncurkan. Taehyung yang menyambut di pintu rumah tak pernah bertanya kenapa.
Gundukan rambut pirang disusul sebentuk wajah bulat muncul dari tepi meja. Taehyung berjongkok sembari mengerjap menatap pamannya yang termenung, garis bibirnya turut melengkung ke bawah, "Soji, jangan menangis dong."
Seokjin balas tersenyum tipis lantas menepuk pelan kepala Taehyung, "Tidak kok, Tae, kenapa kemari? Kamu lapar?"
"Tadi makan es krim, diberi Kak Jimin," Taehyung menaruh dagunya di sisi meja, "Soji benar-benar tak mau pergi?"
Pria itu melirik heran, "Kenapa? Tae mau kesana? Biar kuberitahu Jimin dan Yoongi supaya mengajakmu bersama mereka, ya? Anak-anaknya pasti tak akan keberatan kok."
"Bukan itu," geleng Taehyung sambil tetap berjongkok, "Aku tidak mau membela Namjoonie. Tapi kan kasihan, sudah berkali-kali bertanya tapi tidak dipedulikan."
"Aku tidak suka kembang api," Seokjin beralih memainkan anak rambut keponakannya yang tampak selalu lucu, "Lagipula kalau mau pergi dan makan jajanan, dia bisa mengajakmu yang terang-terangan suka makanan manis, bukan aku. Kurasa ujung-ujungnya dia akan sibuk sendiri karena kaki panjangnya itu tak bisa diam barang sebentar, belum lagi jika bertemu bekas teman-teman kuliahnya dan mulai genit seperti tadi pagi. Rasanya ingin kupecat saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHUAI | HANDSOME (NamJin)
Fiksi Penggemar[BTS - Namjin/Monjin] Namjoon tak pernah terlalu religius, apalagi memperdulikan kehakikian asal semesta. Namun jika diperbolehkan mengetahui sesuatu dari sang penguasa jagat raya, Namjoon akan memilih untuk bertanya--tentang bagaimana seorang Ki...