46. Hello, Thursday

3.8K 516 88
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Seokjin duduk melipat kakinya di sofa, jari-jari dijalin mendekap lutut dan merapatkannya di depan dada yang berbalut sweater tipis longgar berwarna cokelat, bantal kecil bermotif dedaunan tergeletak menyamping, mengarah pada dua cangkir kopi yang salah satunya tandas tanpa bekas di atas meja. Satu cangkir lagi bersisa separuh dengan buih krim mengambang di permukaan—dan bukan buatannya. Seokjin lebih menyukai teh dengan dua sendok madu menjelang sore, tapi tidak dengan pria ini.

Namjoon berdiri membelakanginya, tubuh jangkung menjulang di dapur yang terlihat jelas dari ruang tempat Seokjin duduk. Punggungnya bergerak sibuk di depan wastafel dan Seokjin tak berniat memanggil, perutnya penuh oleh menu makan malam barusan. Lasagna dan bola daging bakar buatan tunangannya yang sedang mencuci piring dalam diam. Kelas masak yang diikuti pria tersebut ternyata banyak berguna, terutama untuk memanjakan Seokjin jika sedang terserang virus bernama malas. Seperti saat ini, rencana awal menumpang makan malam tampak harus disambung dengan menginap, sendi-sendinya renta sepulang kantor tadi. Beruntung Namjoon bermurah hati menjemput meski sama-sama lelah.

Televisi di depannya menyala tanpa suara, sengaja dibisukan sewaktu mereka menyantap makanan, dan lupa diatur ke tingkat semula. Seokjin hanya berkedip tak paham dengan apa yang dibicarakan Park Seo Joon pada lawan mainnya di layar kaca, lebih tak paham lagi kenapa dia harus memilih film ini diantara sekian banyak DVD di rak koleksi Namjoon. Drama romantis tak pernah jadi favorit Seokjin, tapi sang pemilik rumah mengaku bahwa deret seri detektif kesukaannya sedang dipinjam oleh Taehyung lusa kemarin.

Sambil memutar mata menghindari tirai jendela yang terbuka, Seokjin meraih cangkir sambil meraba sofa, mencari letak alat pengontrol volume yang tadi dipegang Namjoon sebelum pria itu beranjak membawa peralatan makan ke dapur. Meski tak berniat mendengar dialog dramanya lebih jelas, minimal suara tersebut mampu menemaninya memecah sunyi, sebab Namjoon terlalu sibuk untuk sekedar menoleh ke ruang tengah, belum ditambah gerak lengannya yang kian melambat saat menggosok spon cuci. Seokjin bahkan bisa menangkap bunyi denting gelas yang diatur di lemari dapur tanpa perlu menajamkan telinga, apalagi kalau bukan akibat hening yang terlalu mencekam. Rasanya tidak nyaman, ditambah bunyi detik jarum jam yang membuat suasana semakin lengang.

Bingkai jendela berderik mengusik Seokjin hingga dia menoleh. Tirai berwarna lavender itu tertiup dan melambai-lambai di seberang. Biasanya akan tampak cantik seperti adegan video musik, namun tidak kali ini. Seokjin merapatkan duduknya, mulai tak tahan.

"Namjoonie! Tutup jendelanya, dong!"

"Kenapa?"

"Dingin."

Yang dipanggil balas menyahut singkat, "Tutup saja sendiri."

Brengsek, batin Seokjin, meletakkan cangkir dengan kasar dan menendang bantalnya dari sofa. Tungkainya ditegakkan sembari menyipit, jendela itu hanya berjarak beberapa langkah darinya dan Seokjin harus mengingatkan diri sendiri bila apartemen Namjoon bukan berada di lantai bawah, sehingga mustahil bagi apapun untuk muncul dari udara karena berandanya bukan terletak di sana.

SHUAI | HANDSOME (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang