23. PILLOW FIGHT

7.1K 584 52
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

"Hei~"

Namjoon menoleh dari posisinya di atas ranjang dan menemukan Seokjin, masih berbalut baju mandi serta tampak sangat segar—tengah menyodorkan secangkir kopi ke arahnya sambil tersenyum.

"Terima kasih," tukas pria itu, menerima cangkir dengan hati-hati, lantas menaruhnya di dekat notebook sebelum kembali tengkurap. Seokjin tertawa saat memergoki kacamata Namjoon melorot jauh, lalu menjulurkan telunjuk untuk mendorong benda itu agar naik ke pangkal hidung.

"Serius sekali."

Namjoon hanya mendesah panjang seraya menelungkupkan kepalanya ke dalam bantal, "Kupikir membuat soal ujian termasuk pekerjaan mudah, tapi ternyata sulit juga," gumamnya tak jelas. Seokjin meraih kembali cangkir kopi di sebelahnya karena kuatir tumpah mengenai seprai, ditaruhnya di atas meja lampu sembari menarik selimut menutupi tubuh Namjoon yang hanya berbalut celana panjang, enggan diminta ganti baju meski tuan rumah sudah menyediakan piyama untuknya. Alasannya, Namjoon tak mau libidonya naik gara-gara mengenakan sesuatu beraroma Seokjin.

"Kau sering menginap di tempat ini?" tanya lelakinya tanpa beralih dari notebook dan lembaran kertas, alis terangkat merasakan tempat tidur melesak sedikit saat Seokjin beringsut tengkurap di sebelah.

"Tidak sih, hanya jika ada kasus di Seoul yang membuatku tak bisa pulang ke Gwacheon."

"Jadi pengacara bisa semakmur ini?" Namjoon menerawang ke langit-langit dengan mata bergulir menilai. Apartemen luas dengan berbagai fasilitas, sangat mewah dibanding kediaman sederhana yang disediakan Namjoon untuk kedua anaknya di Busan. Tidak besar, tapi setidaknya cukup untuk tidur, makan, dan mandi, "Pekerja biasa sepertiku tak mungkin mampu membeli yang seperti ini meski menabung gaji setahun penuh," bisik Namjoon kagum. Seokjin tergelak rendah di balik telapak tangan, lalu beringsut miring ke kiri selagi menyandarkan kepalanya di bahu Namjoon.

"Kita sama-sama bekerja keras, Pak Guru, tak perlu terlalu takjub begitu. Lagipula sudah kubilang bahwa aku tak keberatan kau tinggal bersamaku, kapanpun. Dan kalau tidak salah ingat, Jimin dan Taehyung sebentar lagi akan masuk kuliah, kan? Jika mereka jadi pindah ke Seoul, suruh saja tinggal di sini," tawar Seokjin, ramah. Namjoon membolak-balik kertas seraya mengedikkan bahu tak setuju, kepalanya disentuhkan sekilas ke kening Seokjin dengan sayang.

"Kita baru lima bulan bersama, Jin-ah. Kau tentu tak mau jadi bahan gosip para tetangga karena ketahuan menyelundupkan sepasang anak SMA yang tidak jelas identitasnya."

"Ah, masa bodoh. Toh orang-orang di sini tak suka ikut campur urusan penghuni lain," cibir Seokjin sembari menjulurkan lengan untuk mencubit hidung bangir milik pria berambut gelap itu, "Aku kasihan melihatmu bolak-balik antara dua kota tiap akhir minggu, pasti melelahkan sekali."

"Sudah biasa."

"Selalu."

"Kenapa? Minta dikunjungi juga? Sekolah tempatku mengajar dekat kok dari sini," lengos Namjoon enteng disambut kekehan, Seokjin menopang dagunya dengan ragu, dua jari memainkan anak rambut Namjoon yang menarik perhatian karena dibiarkan panjang melewati tengkuk.

SHUAI | HANDSOME (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang