Dua minggu berlalu begitu cepat tanpa di sadari. Besok sudah hari H acara pernikahan, Kira saat ini sudah guling-guling tidak jelas karena ia merasa tidak nyaman entah kenapa, hatinya berdegup. Ia juga merasa bersalah karena tak menghubungi keluarga angkatnya perihal keluarga kandungnya dan juga hari pernikahannya yang akan terlaksana besok.
Ia duduk dan mengambil teleponnya, ia menatap benda itu sesaat sembari menghela nafas berat, kemudian terkejut akibat kelakuan Levi yang ternyata mengetuk kaca jendela kamarnya, membuatnya mendengus dan membuka jendela.
"Kenapa? Aku baru mau hubungi mereka, tau!" ujarnya bete.
"Rombongan keluarga angkatmu?"
Kira mengangguk.
"Siapa lagi? Apalagi kepala desa, bakal mencak-mencak itu si tua bangka tau aku udah mau nikah besok. Baru juga hampir tiga bulan ninggalin kampung halaman." sungutnya.
Gadis itu mulai mengutak atik nomor telepon dari atas kasurnya sembari bersender di dekat jendela dengan Levi yang masih setia melihat gerak gerik gadis itu dari jendela sembari tersenyum, orang-orang yang mulai beraktifitas dipagi hari pun melihat kelakuan Levi yang sedang tak ada kerjaan itu sembari geleng-geleng kepaka dan terkekeh.
Kira yang masih menunggu respon pun menoleh dan mendelik kesal.
"Kalo nggak ada kerjaan lain sana ngumpul sama yang lain ngurus kerjaan, apa kek! Jangan nguntit serampangan! Belum sah!" sindirnya.
"Palelu peyang nguntit serampangan, besok juga sah."
"Bacot, cebol."
"Bocah brengsek."
Belum lagi sempat menjawab, telepon terangkat dan gadis itu mengkode padanya untuk diam dan tak banyak bicara, Levi menurut dan bertopang dagu di jendela.
"Kepala desa?" tegurnya pelan.
"Kira!?" pekiknya begitu Kira membalas ucapan selamat pagi dari si tua bangka, Kira meringis sembari menjauhi ganggang telepon dari telinga akibat pekikkan si tua kampret, Levi yang mendengarnya saja malah pusing kepala, apalagi Kira yang diteriaki seperti itu.
"Jangan asal nyerepet sampe teriak gitu kenapa!?" semburnya balik.
"Wajar aku begitu! Sudah hampir tiga bulan kau pergi dari sini dan tak ada kabar, sekarang kau baru menelepon!? Dasar anak durhaka!"
"Sindir aja anak durhaka terus, anjir! Dasar tua bangka sialan! Aku mau cerita tau! Banyak!" ocehnya.
"Soal apa?" tanyanya penasaran.
"Heh, Han-san, setidaknya kau sambungkan telepon mu ini ke toa dibeberapa titik di desa biar semua orang denger pembicaraan kita, biar aku bisa tau juga respon mereka selama kita ngobrol."
Lelaki tua itu mendengus, Levi yang ikutan menguping pun hanya bisa nyengir melihat ekspresi tidak jelas Kira yang sibuk bersungut-sungut tanpa suara, selang beberapa detik, gadis itu terdiam dan hening, setelahnya ia tersenyum lalu menoleh ke arah Levi.
"Sudah terhubung keseluruh pelosok desa, jangan ngoceh sebelum aku kasih izin, ya?" ujarnya kemudian.
"Tadi bukannya ngusir?"
"Tapi kamu nggak pergi-pergi, sekalian aja aku kenalin ke Kepala Desa. Orang-orang didesa tempat aku lahir dan tumbuh besar juga bakal denger obrolan kita, sekalian kamu izin sama mereka, tau kan maksudku?"
Levi tersenyum dan mengangguk, kemudian merapatkan lagi telinganya ke area telepon setelah gadis itu menempelkan kembali alat komunikasi tersebut ke kupingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Captain's Chosen Girl [Levi x Alkira] - [✔]
Fanfiction"Hei, aku mencintaimu." Tiga kata, penuh makna. Muncul dari mulut lelaki dingin bak es di kutub utara itu begitu saja. Siapa lagi kalau bukan Levi Ackerman yang terkenal galak tapi pendiam, sekali ngomong juga irit, dingin, terkadang sikapnya menyeb...