Sekian bulan berlalu, perut Kira semakin besar pun menbuat orang-orang menatapnya semangat sekaligus khawatir jika gadis itu akan kenapa-kenapa. Bahkan ketika bertugas pun ia tetap berada dimarkas sambil memberikan arahan, mengingat jika tali manuever tak akan mampu menahan beban tubuhnya. Dan itu juga tak memungkinkan.
Kira pun terpaksa memakai baju bebas kekantor mengingat ia tak mungkin membuat seragam kerja mode hamil, ia tak ingin merepotkan orang kantor hanya karena dirinya dan bahkan dirinya sendiri, itulah mengapa Kira memilih untuk mengenakan tanda pengenal selama kehamilannya hingga bulan ke sembilan saat ini.
Ia sedang duduk di ruangan Erwin sembari membaca salah satu buku yang berada di atas perut buncitnya yang berisi si kembar, Erwin yang menemaninya diruangan pun hanya tersenyum melihat gadis itu tengah anteng seperti biasanya tanpa ada perubahan yang berarti seperti wanita hamil kebanyakan.
Kira yang merasa diperhatikan pun menoleh ke arah Erwin dan menatap komandannya dengan pandangan heran.
"Kenapa melihatku seperti itu?" tanyanya bingung, Erwin hanya mengangkat kedua bahunya tipis.
"Aku hanya tak terbiasa melihat wanita hamil sepertimu. Usia belum dua puluh, kehamilan pertama kembar dua lelaki, dan sikapmu masih sama seperti awal kita bertemu dulu tanpa perubahan berarti karena hormon kehamilanmu seperti wanita hamil kebanyakan. Karena setiap kali aku bertemu wanita sepertimu, pasti aku selalu mendengar soal keinginan ngidam mereka yang selalu serba aneh itu."
Mendengar itu, Kira tersenyum.
"Aku memang suka ngidam aneh-aneh. Tapi aku ingat kalau Levi tak suka direpotkan oleh ku dan aku sendiri tak ingin merepotinya. Makanya aku bisa menahan diri tanpa ada perlawanan berarti dari hormon hamilku. Dan lagian ... Aku tak mau ribet."
Beberapa saat kemudian, seorang pengantar surat masuk membawa sepucuk surat dan memberikannya kepada Kira, gadis itu mengangguk berterima kasih kepada petugas pengantar surat yang selalu direpoti oleh keluarga asuhnya yang selalu mengiriminya surat setiap saat. Membuat Kira spaning sendiri dengan kelakuan keluarga nya sejak tau ia hamil.
Namun sang petugas hanya bisa terkekeh melihat wajahnya yang selalu bersungut-sungut jika keluarganya mengirimi surat itu sebulan bisa sepuluh kali dan suratnya setimbun bagaikan gunung yang membludak! Wajar saja ia merasa tak enak dengan si petugas setiap saat sampai-sampai beliau menjadi pengantar surat pribadi nya.
Dasar kampret.
Kira yang awalnya menduga jika surat tersebut berasal dari keluarganya kemudian mendadak mimik muka nya berubah dalam hitungan detik, wajahnya mendadak memucat detik itu juga ketika ia membaca nama si pengirim surat.
Menyadari keanehan yang terjadi, Erwin mendekati Kira dan langsung mengambil surat tersebut, ia terkejut ketika melihat nama si pengirim.
"Apa-apaan Grisha sialan itu!?" pekiknya kesal sembari berdiri setelah sebelumnya merasa takut akibat sempat terkejut oleh ulah ayah Eren itu, entah sadar atau tidak, gadis itu merasa urat-uratnya menegang sekarang. Kedua tangannya mengepal kuat dan rahangnya mengatup keras, terdengar suara giginya berderak.
Erwin yang melihat itu kemudian menepuk pundak Kira pelan, mengingat si kembar sebentar lagi akan lahir dan gadis itu tak boleh stres karena memikirkan hal-hal yang akan mengganggu kesehatannya serta anak-anak.
"Tenangkan dirimu, ingat HPL (Hari Perkiraan Lahir) anak-anak tinggal dua hari lagi kan? Dan bisa saja hari ini. Kau harus menahan diri sampai anak-anak lahir dan beranjak besar sekitar usianya dua bulan, baru aku izinkan kau turun ke lapangan lagi untuk membantu."
Kira menggeser tangan Erwin pelan, merasa muak.
"Aku tak tau apa yang ada dipikiran si bangsat sialan itu. Sudah sekitar setahun dia menghilang setelah aku dan Levi sudah membuatnya cacat sebelum si penghianat Yui sialan itu membantunya kabur dari penjara, kenapa sekarang dia malah mengancam dengan cara ingin membunuh anak-anakku setelah mereka lahir? Yang benar saja!" cecarnya penuh kekesalan yang tak terbendung lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Captain's Chosen Girl [Levi x Alkira] - [✔]
Fanfiction"Hei, aku mencintaimu." Tiga kata, penuh makna. Muncul dari mulut lelaki dingin bak es di kutub utara itu begitu saja. Siapa lagi kalau bukan Levi Ackerman yang terkenal galak tapi pendiam, sekali ngomong juga irit, dingin, terkadang sikapnya menyeb...