Hei... maaf sebelumnya karena saya baru update. Dan nampaknya, saya luput untuk ikut merayakan JenLisa Day di tanggal 23 kemarin. Saya baru saja turun gunung. Ada tugas mendadak untuk mendatangi salah satu kebun kopi di Jawa Tengah. Susah sinyal, dan saya juga meninggalkan laptop saya di hotel di kota karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk membawa peralatan elektronik berlebih ke lokasi. Dan saya baru bisa melanjutkan tulisan yang tertunda ini...
Sekali lagi maaf readers... Pekerjaan saya memang sedang tidak menentu. Ada saat dimana saya bisa bersantai, ada saat dimana saya bisa disibukkan dengan hal yang tiba-tiba, yang sulit untuk saya perkirakan sebelumnya.
Saya benar-benar minta maaf 🙏🙏🙏
.
.
.
.
Lalisa Manoban memang seorang pemikir. Ia selalu rinci dalam memikirkan sesuatu, bahkan hal sekecil apapun. Tapi justru hal itulah yang menjadi kelemahannya. Pagi ini Lisa bangun dengan kepala yang cukup berat. Tidurnya tidak nyenyak, karena semalaman ada hal yang begitu memenuhi pikirannya. Jennie. Belum lagi ditambah dengan 4 kaleng bir yang ia minum sembari berpikir semalam.
Bukan tanpa sebab Lisa memikirkan Jennie di malam sebelumnya. Ada sesuatu yang cukup mengganggunya; Lisa belumlah mengenal Jennie. Sejauh ia bersama dengan Jennie, Lisa tidak tahu apa-apa tentang Jennie. Apa makanan kesukaannya? Apa warna favoritnya? Apa hobinya? Bagaimana sifat Jennie sebenarnya? Apa yang paling dibenci Jennie? Hal-hal semacam itu... hal-hal kecil tentang Jennie Kim. Bahkan ia pun yakin, Jennie tidak tahu apapun tentang dirinya.
Lisa beranjak dari ranjangnya dengan mata menyipit. Sebelah tangannya mengacak asal rambutnya yang masih berantakan. Lisa menengok sebentar ke jam digital yang terletak diatas meja kecil di dekat ranjangnya. 08.45 AM.
Lisa membuka gorden jendela kamarnya. Menatap beberapa bangunan tinggi yang berada di hadapannya kini. Ia sedikit bersyukur karena mendapatkan letak apartment yang cocok. Tidak langsung terkena sorotan matahari, namun tetap mendapatkan sinar matahari yang cukup. Lisa meregangkan kedua tangannya, sampai akhirnya ia menghela nafasnya dengan berat.
Selesai melakukan beberapa peregangan tubuh, Lisa pun keluar dari kamar tidurnya menuju dapur. Sarapan? No... kulkas besar Lisa belum terisi dengan makanan segar. Seperti yang pernah dikatakan Lisa sebelumnya, ia sama sekali belum pernah menyentuh dapurnya. Kulkasnya hanya terisi beberapa minuman, seperti beberapa botol jus, teh, kopi kaleng, dan beberapa karton susu coklat dan fresh milk. Di lemari dapur Lisa sendiri hanya ada beberapa bungkus ramyeon dan sekardus cereal berukuran besar. Bukan berarti Lisa tidak bisa memasak. Ia cukup mampu untuk membuat makanan sehat. Hanya saja? Jadwalnya yang padat membuatnya cukup kelelahan walau hanya untuk sekedar memasak. Sarapannya di pagi hari hanya segelas susu coklat, sudah cukup untuk mengganjal perut ratanya.
Setelah menghabiskan susu coklatnya, Lisa memutuskan untuk membersihkan diri. Pagi yang selalu dilewati Lisa memang sedikit membosankan. Tapi kesunyian di apartmentnya sangat menenangkan. Dan Lisa tidak mempermasalahkan ini. Resiko memutuskan untuk tinggal sendiri. Toh, selama di New York, ia juga sudah terbiasa untuk hidup sendiri.
Baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan mandinya, handphone Lisa berbunyi.
Incoming call...
Manager Oppa...
"Ne Oppa?" sahut Lisa.
"Kau sudah bangun?" tanya Manager Oppa di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY WITH YOU - STAY Season 2
RandomJika hanya denganmu aku menemukan kebahagiaan, maka aku hanya membutuhkanmu. Jika hanya denganmu aku menemukan kesempurnaan di hidupku, maka aku hanya menginginkanmu. Jika kamu adalah duniaku, maka hati ini, hidup ini, hanya milikmu... Sampai kapanp...