54. Si Pejuang

5K 511 63
                                    

01 Juli 2019
Aku mengingatnya!
_____________________

Aku kesal dengan Soobin. Wobbit mesum itu membohongiku. Kemarin aku memergokinya yang tengah bercakap dengan appa melalui telepon. Soobin berujar pada appa jika ia baru saja menipuku. Aku geram lalu memakinya habis-habisan. Tak hanya mamaki, aku juga menggigit lengan dan menarik rambutnya. Aku menyesal sudah menangis hingga tertidur. Air mataku terbuang sia-sia. Seharusnya saat itu aku ingat jika si wobbit ini seorang penipu. Kenapa aku tidak berpikir terlebih dahulu sebelum menciumnya? Kembalikan ciumanku wobbit penipu!

Namun disisi lain, aku juga senang mendengar fakta jika appa tidak menentang hubungan kami. Kemarin Soobin mengajakku berbincang dengan appa melalu video call. Awalnya aku menolak karena takut. Aku takut appa tidak menyukaiku. Ternyata dugaanku salah. Appa sangat baik, ia bahkan menyuruhku memanggilnya appa. Sudah jangan membahasnya, aku malu!

“Hyung, tolong beri makan Daegi!” Suara berat Soobin memulihkanku dari lamunanku. Aku menoleh pada Soobin yang tengah sibuk dengan masakan di hadapannya. Mataku menatap punggung lebar Soobin yang sangat nyaman untuk bersandar. Aroma masakan khas rumahan buatanya menyapa hidungku hingga berhasil membuat cacing perutku meronta. Laki-laki di hadapanku benar-benar pantas dibanggakan. Hatinya teramat lembut meski terkadang menyebalkan. Jika saja Soobin tidak pulang, aku tidak tahu bagaimana dengan diriku di masa depan. Aku sudah sangat bergantung padanya.

“Baby hyung, kau mendengarku?” Lagi-lagi suara berat itu menyadarkanku. Aku berdiri dari tempatku duduk dan bergegas mengambil mangkuk makan Daegi. Mendengar suara makanan yang tertuang di mangkuk, Daegi melangkah mendekat dengan kaki kecilnya. Suara gonggongan riangnya mengalun beriringan dengan suara daging ayam yang digoreng.

Kududukkan pantatku di lantai menatap Daegi yang tengah makan dengan lahap. Kusisir bulu-bulu halusnya dengan jemariku. Melihat Daegi membuatku teringat masa lalu. Saat dimana aku memiliki seeokor anjing mungil yang sering kubawa jalan-jalan ke Sungai Han. Jika saja ajing kecilku masih hidup pasti sudah kupasangkan dengan Daegi.

Bicara tentang anjing kecilku, dia bernama Roa. Aku ingat hari pertama saat bertemu dengan Soobin. Aku tengah bermain dengan Roa di Sungai Han. Aku masih tidak percaya, pertemuan kami yang tidak sengaja membawa kami hingga sejauh ini. Aku ingin tertawa jika mengingatnya. Soobinku yang dulu terlihat begitu lugu. Sangat berbeda dengan dirinya yang sekarang.

Musim panas tahun lalu, wobbit besar itu masih mengenakan seragam sekolah yang begitu rapi. Tubuhnya tidak setinggi sekarang, namun tetap saja aku kalah tinggi dengannya. Mata tajam dengan pupil hitam itu terus menatapku. Angin musim panas di Sungai Han menggoyangkan anak rambut di dahinya. Aku sempat takut karena matanya terus membidikku. Saat itu kukira Soobin seorang penguntit. Jadi aku menghindarinya.

Setelah pertemuan kami di Sungai Han, aku menjadi lebih sering melihat Soobin di sekitarku. Saat aku ke kedai ramyun, membeli es krim, duduk di taman, bahkan saat ke toilet umum aku juga melihatnya. Aku tidak mengerti dengannya, apa ia pembunuh bayaran yang sedang mengincarku? Bukankah sangat menakutkan ketika orang yang tidak kau kenal selalu muncul di sekitarmu?

Namun ketakutanku perlahan memudar. Soobin, laki-laki tinggi yang kukira seorang penguntit sama sekali tidak menakutkan. Ia memiliki hati yang begitu lembut dan perlakuannya sangat halus. Saat itu pertengahan musim panas, aku kehilangan Roa. Aku mengajaknya jalan-jalan namun dia lepas dari pengawasanku. Aku berkeliling taman hampir tiga kali. Aku bahkan hampir menangis. Aku sangat menyayangi Roa. Berkeliling taman membuat tenagaku terkuras. Aku berjongkok di tanah karena kelelahan. Kupeluk kakiku dan menyembunyikan wajahku. Aku terisak begitu putus aja. Roaku hilang!

Ditengah isakanku, kurasakan usapan telapak tangan yang begitu lembut menyapa kepalaku. Aku menengadah dan kudapati seseorang tengah berdiri di depanku. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Silau sinar matahari yang teramat nakal mengganggu pandanganku. Kusipitkan mataku yang berair hingga indra penglihatanku mampu melihat dengan jelas.

Daily Yeonbin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang