Insomnia

53.9K 3.6K 349
                                    

Chenle tidak bisa memejamkan mata meski berkali-kali kelopaknya itu sudah melakukan gerakan statis yang sama, menutup dan membuka. Ia lirik kembali jam weker bulat dengan dengan desain telinga beruang di atasnya yang tersimpan manis di meja belajar mungilnya. Masih jam sebelas lebih, hanya itu yang bisa ia baca. Tapi meski begitu, ia paham bahwa waktu telah menunjukkan keterlambatan jam tidurnya.

Kalau mama tahu, ia pasti akan dimarahi. Apalagi bocah yang akan berumur empat tahun itu samar-samar dapat mendengar suara mamanya yang tengah mengomeli sang papa, yang artinya dua orang dewasa yang paling ia sayangi itu belum juga beranjak tidur.

Dengan ragu, ia mulai memantapkan hati untuk memilih tindakan yang sedikit beresiko; keluar kamar dan meminta mama untuk menggendongnya sampai ia tidur. Tapi niatnya itu hanya terlaksana sampai saat ia menyampirkan selimut tebalnya, karena pintu kamarnya sudah terbuka dan menampilkan raut mengantuk sang mama di sana.

"Kok belum tidur?"

Renjun mengerutkan dahi sebelum tubuhnya benar-benar memasuki kamar anak sulungnya yang kini malah menjawab pertanyaannya tadi dengan cengiran lebar, "Aku ngga bisa tidul, somnia!"

"Insomnia, Lele." Koreksinya dengan sedikit helaan napas. Pemuda manis itu kemudian memijat keningnya pusing. Baru saja ia mengurusi sang suami--Lee Jeno--yang merajuk minta ditemani menonton film, kini anaknya juga pasti sebentar lagi akan merajuk minta digendong semalaman.

Padahal kalau boleh jujur, ia sudah sangat mengantuk dan ingin pergi tidur sekarang.

"Mau Mama gendong?" Tawarnya pada sang anak yang tanpa sadar sudah menenggelamkan kepala di perutnya. Chenle yang mendengar itu langsung mendongak sumringah. Ia menganggukkan kepala kemudian berjoget-joget kecil sampai ranjang yang ditempatinya bergoyang.

"Mau sambil minum susu juga dong!" Ujarnya semangat. Renjun yang mendengar itu hanya mengangguk kecil dan membiarkan kedua tangan mungil itu memeluk lehernya. Ia kemudian segera melangkahkan kaki keluar dari kamar bernuansa kuning itu dengan tubuh mungil Chenle di punggungnya.

"Papa!!"

Baru sampai ruang tv, suara cempreng itu sudah bergema nyaring. Dengan sedikit kesusahan, ia langsung lompat dari punggung mamanya yang membuat ibu muda itu sedikit menjerit kaget, "Hei hati-hati!"

"PAPA BELUM TIDUL JUGA? In--in--somnia ya kaya aku?!"

Meski agak kesusahan, namun bocah lima tahun itu tetap dengan lantangnya menanyai sang papa yang kini tengah meringkuk di sudut sofa. Jeno yang tengah serius menonton film bertema superhero itu langsung menolehkan kepala untuk sekedar melihat wajah anaknya yang sumringah, "Hm. Papa emang udah biasa tidur malem kok."

"Oh, olang dewasa emang gitu yaa?"

Bacot, batin kurang ajar sang papa mulai berkoar-koar. Rasanya sedari tadi ada saja yang membuatnya kesal. Pertama, istrinya menolak menemaninya menonton film dan malah menceramahinya panjang lebar, sudah seperti sales yang menawari barang dagangan. Kedua, kini saat ia sudah mulai melupakan keinginannya untuk menonton film berdua--sekaligus bermesraan--dengan sang istri dan mulai fokus dengan jalan ceritanya, suara sang anak yang berisiknya luar biasa malah membuyarkan konsentrasi yang susah payah ia bangun dalam keadaan hatinya yang dongkol.

Saking kesalnya dengan ocehan tidak jelas sang anak, Jeno tanpa sadar sudah menyembunyikan kepala berambut ikal itu di apitan ketiaknya.

"KENAPA AKU DIKETEKIN?! PAPA JAHAT HUUUU!!"

Chenle berteriak tak terima saat sang papa sudah melepaskan kepalanya. Ia melotot dan mengacungkan jari telunjuknya, gestur yang ia tiru dari sang mama kalau sedang memperingatinya untuk tidak nakal. Sementara yang dipelototi hanya terkikik geli dan makin menjadi-jadi. Kali ini ia menciumi perut mungil anaknya yang membuat bayi kesayangan sang istri untuk terkikik geli.

"Geliiiiii.... HIHIHIHI..."

"Lele...."

Aksi keduanya terhenti saat suara sang nyonya besar terdengar. Secara refleks Jeno mulai menghentikan aksinya untuk menjaga telinga dari ocehan panjang lebar sang istri, beda dengan Chenle yang saat menyadari botol susu di tangan sang mama langsung melompat girang hingga Renjun harus turun tangan untuk menenangkannya.

"Mama gendong pake kain, tapi janji ya susunya harus dihabiskan."

"Aku ngga mau digendong pake kain ah,"

Chenle yang sudah menyedot susunya dengan semangat itu harus rela melepas botolnya hanya untuk meringkuk ke arah sang papa, "Mau nemenin Papa aja! Kan aku udah dewasa, gamau digendong pake kain!"

Renjun yang mendengar itu mengerut bingung sebelum menatap tajam suaminya, "....Jen?"

"Aku ngga ngapa-ngapain, serius!"

Harus Renjun akui kepekaan suaminya yang super tinggi meski ia tak mengatakan sepatah kata pun, "Terus gimana? Lele ngga mau tidur? Kalau besok bangun kesiangan Mama ngga akan ngebangunin nih! Biar aja kalau Jisung nyamper nanti Mama suruh pulang lagi."

Ancaman tersirat yang keluar dari mulut sang mama cukup menyita perhatian bocah itu, apalagi saat telinganya mendengar sebuah nama yang sangat berpengaruh baginya, "Ah Mama! Jangan Jisung! Kan aku besok mau sepedaan baleng!"

Renjun yang merasa ancamannya berhasil itu diam-diam tersenyum kecil, "Ya udah, makannya sekarang tidur. Anak kecil ngga boleh tidur malem-malem. Ngga boleh insomnia!"

Itu adalah ucapan final yang tak Renjun harapkan akan kembali dibantah oleh anak sulungnya. Tapi bukan Chenle namanya kalau tak merengek dan menguji kesabaran sang mama, "Tapiii.... AHA!"

Chenle memekik nyaring. Matanya terbuka persis seperti mulutnya yang tersenyum ceria, "Aku mau temenin papa nonton film! Mama tidul aja. Kan udah ngantuk, iya kan?"

Ia menyelesaikan negoisasinya dengan tatapan menggoda sang mama yang membuat Renjun sedikit tak berkutik. Ia akui memang mengantuk, tapi membiarkan Chenle bersama Jeno sama saja dengan membuat aliansi perusuh rumah.

Sementara Jeno di tempatnya hanya dapat mematung takut. Dalam hati ia berharap sang istri tak mengabulkan permohonan anaknya. Karena demi apapun, ia lebih memilih menonton film dan begadang sendirian daripada--

"....baiklah."

--ditemani anak sulungnya yang tingkat keaktifannya sudah di ambang batas itu.

"Yeayyyy!! Begadang sama Papa!!"

Jeno meringkuk lemas saat tatapan Renjun beralih kepadanya. Senyum miring sang istri seolah menyiratkan sebuah kepuasan yang membuat ia ingin menangis seketika.

"Ya sudah, Mama tidur duluan ya. Kalian jangan tidur terlalu malam dan jangan membuat meja berantakan." Pamitnya sembari menciumi kening dan pipi Chenle. Saat akan mencium pipi sang suami, Renjun menyematkan ejekan lirihnya lebih dulu, "....selamat bersenang-senang dengan bayi liarmu, Papa."

Ciuman Renjun di pipinya tak terlalu berpengaruh saat kini tubuh mungil yang ingin ia peluk itu sudah menghilang di balik pintu kamar mereka. Meninggalkan Jeno dengan segudang penyesalan dan ketakutan di benaknya.


Duh, seharusnya tadi ia menurut saja saat disuruh tidur oleh sang istri.







****

Udah lama pengen bikin ficlet keluarga unyu ini, karena emang interaksi antara mereka bertiga itu lucu banget huhu T_T







FAMILY TALE [ NOREN-LE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang