Sebucin-bucinnya Jeno ke Renjun, lebih bucin gua ke kalian yang udah ngasih banyak apresiasi membangun buat chap ini, ciaaaaa /oke abaikan aja, gua mulai error/
Warn! Included of frontal and sensitive issue inside.
-
-
-
-
"Ren, suka kepikiran ngga sih kenapa Korsel angka kelahirannya rendah banget dengan angka kematian yang tinggi?"
Renjun mengurungkan niatnya yang akan memasangkan earphone ke dua telinganya saat suara Jeno kembali terdengar setelah kebisuan panjang yang menghinggapi keduanya cukup lama. Suara dengan muatan pertanyaan yang menurutnya gaje itu tertutur dengan ekspresi wajah yang serius, membuatnya mendengus sebal tatkala ingatannya soal insiden jatuh di kampus tadi kembali terlintas dalam benaknya.
Ya, setelah insiden itu, Jeno mengejarnya hingga ke depan gerbang. Pria tampan--yang saat itu--ekspresi wajahnya benar-benar khawatir itu katanya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja.
"Jangan nunggu di sini, bisnya udah jarang ngangkut penumpang dari halte ini gara-gara kehalangan mobil-mobil mahasiswa yang diparkir sembarangan. Kalau mau jalan aja dikit ke fakultas bisnis. Di situ bisnya lancar ngangkutin penumpang."
Renjun yang pada awalnya tetap dengan percaya diri menunggu di halte bus yang di bawahnya dipenuhi oleh jejeran mobil mahasiswa itu akhirnya luluh juga. Otaknya mencerna kata-kata Jeno dan menyadari bahwa sangat kecil kemungkinan bus yang lewat akan berhenti di halte ini saat jatahnya saja justru dirampas oleh mobil-mobil yang diparkir secara ilegal ini.
Sembari menghela napas pasrah karena pada akhirnya harus mengikuti langkah Jeno, lelaki cantik itu dalam hati mengutuk kebijakan kampus yang tidak memberikan jatah parkir mobil untuk mahasiswa. Yang dirugikan bukan hanya yang dibekali mobil oleh orang tuanya, tetapi juga ia yang memang masih setia mengandalkan bus kalau ke mana-mana.
Lewat kronologi singkat itu, di sinilah Renjun sekarang. Duduk di dekat jendela dengan Jeno di sebelahnya.
"Ngga suka kepikiran dan ga heran."
Pertanyaan yang mengawali pembicaraan mereka itu ia jawab sekenanya, dalam hati berharap bahwa dengan keacuhannya itu Jeno jadi kapok untuk kembali membuka mulut.
"Yah ga kaget juga sih sama jawaban lo. Rata-rata temen-temen yang mau gua ajak deeptalk kaya gitu juga responnya, ogah-ogahan."
Bukannya Jeno yang kapok, tapi justru Renjun yang kini mengalihkan atensinya kepada si berisik Lee yang tengah tertawa kecil. Tawa kecil sederhana yang justru membuat Renjun semakin tak enak hati, merasa sudah berprasangka buruk terlebih dahulu kepada lelaki berkulit putih di sampingnya itu.
Deep talk. Renjun mempertimbangkannya sembari dalam hati menyusun kata-kata yang pas untuk kembali membuka percakapan. Apalagi saat dilihatnya Jeno sudah menyamankan duduknya, dan--sepertinya--akan memejamkan matanya itu.
"Karena...."
Suara Renjun agak serak saat mengucapkan kata pertamanya itu, yang untungnya berhasil membuat mata tajam Jeno kembali terbuka refleks. Seolah-olah memang suara si cantik Huanglah yang ia tunggu meski fokusnya tengah memusatkan rasa kantuk sekalipun.
"... emang mentalitas orang Korea yang terlalu perfeksionis sampe yang mereka sudut pandangi di hidupnya ya cuma dirinya sendiri. Entah itu dengan orientasi karir yang tinggi, atau self esteem yang bakal terus mereka pertahankan dengan segala cara. Dan yang gua liat nih, pola umum di sini untuk mencapai semua itu ya dengan menghindari pernikahan, hubungan yang mengikat, apalagi sampe punya anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMILY TALE [ NOREN-LE ]
Fiksi PenggemarMake your days full of joy with Papa, Mama, and their cutest tiny replicas🎈 Warn! BxB; mpreg; misgendering; random time set and plot! /A high probability of typos./