Jelek

5.5K 837 200
                                    

Tadinya mau multi-short, tapi gajadi hehe.



----


Chenle itu, di usianya saat ini, hanya tahu kategori cantik, lucu, dan jelek. Khusus salah satu di antaranya, bocah itu sangat menghindarinya. Daripada dianggap atau dibilang 'cantik', dia lebih suka mengkategorikan wajahnya sebagai 'jelek'

Lho, kenapa harus jelek? Kenapa tidak lucu saja?

Menurutnya yang pantas dianggap lucu itu hanya adik bayi atau anak-anak di bawah usianya. Kan Kak Lele sudah dewasa, sudah setinggi lampu. Mana mau dia disamakan dengan bayi atau anak kecil?

Lagipula menurutnya, apa salahnya sih punya wajah jelek? Chenle saja bangga tuh!

"Kan Mama cantik, telus aku jelek, telus--"

"Lele tuh cantik, kaya Mama!"

Di bangku tengah mobil, Chenle yang sedang bersemangat mengemukakan ocehannya perihal kategorisasi 'jelek' dan cantik itu menggeram kesal saat diintrupsi oleh papanya. Kalau intrupsinya yang lain sih mungkin Chenle tenang-tenang saja. Tapi hey! Ini papanya mengintrupsi dengan kata-kata yang membuatnya benar-benar kesal dan marah.

"UHHHHHHUHHHH!! NONO KAMU NAKAL BANGET SIH HUUUUUU!!" ujarnya penuh penekanan sembari mencubit pipi papanya yang tengah sibuk mengemudi. Anak itu sampai harus berjinjit di kursinya untuk mengulurkan tangan ke arah pipi papanya.

Mendapati aksi anaknya itu sontak membuat Jeno tertawa keras, tak terkecuali Renjun yang kini sedang fokus menidurkan si calon kakak di samping suaminya yang baru saja dimarahi si sulung, merasa tak percaya sekaligus lucu atas aksi Chenle saat mencubit pipi papanya tadi.

Sementara Chenle yang ditertawai semakin merengut kesal. Anak itu melipat kedua tangan di dada lantas cemberut di pojokan.

"Iya iya Lele ngga cantik, tadi itu Papa becanda. Harusnya Papa tadi bilang Lele itu lucu."

Sang mama yang menyadari ngambeknya si bayi lumba-lumba itu mulai memberi atensi sembari menengok ke arah Chenle. Kekehannya tak mampu ia tahan saat mendapati bagaimana lucunya rupa sang anak sekarang.

"Sini sini Mama cium dulu!"

Chenle tak menolaknya. Anak itu dengan semangat langsung menyelipkan tubuh ke bangku depan dan tersenyum sumringah saat mendapat ciuman manis di pipinya.

"Muahh! Anak Mama ngga cantik ya, tapi lucu, oke?"

Si sulung tetap menolak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya lucu, "aku itu jelek Mama! Yang lucu itu Lolo!"

"Hih masa jelek sih? Harusnya lucu dong biar kaya Lolo, kaya Poo, kaya Ugi."

Chenle tetap kekeuh sampai kepala dengan rambut menyerupai mangkuk itu menggeleng-geleng keras, "tapi kan aku udah setinggi lampu jadi aku ngga lucu!"

Lama-lama Chenle kesal, dia kan maunya dianggap jelek. Lagipula, apa salahnya sih menjadi jelek? Memang di dunia ini yang diakui hanya orang cantik dan lucu?

"Berarti yang udah setinggi lampu itu jelek ya Kak?"

Renjun mulai menanggapi dengan menyimpulkan pendapatkan si sulung menggunakan premis yang jelas; anak setinggi lampu itu harusnya tidak lucu. Ia mengangguk-angguk seolah-olah menyetujui pandangan putranya.

"Tapi Mama ngga jelek tuh! Kan Mama juga udah setinggi lampu!"

Jeno kembali ikut nimbrung sembari melirik istrinya dengan senyuman manis, ceritanya secara tidak langsung memuji sekaligus menggoda wajah yang menurutnya sangat rupawan itu. Tapi yang diapresiasi wajah cantiknya hanya memberikan respon biasa. Ibu hamil itu masih lebih fokus pada elusan tangannya di punggung Logan yang terlelap sekaligus telinganya untuk mendengarkan Chenle, tidak peduli pada kata-kata suaminya.

FAMILY TALE [ NOREN-LE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang