30. Kebencian

4.8K 305 10
                                    

Haloha Annyeong!

Sabar yaa, tunggu tanggal mainnya. Bwahahah!

⚠ Typo, bantu revisi. ⚠
🌟 Vote vote vote! 🌟
Happy reading! 💕💕💕

***

Diandra sempat terdiam beberapa saat ketika Alex masuk ke ruangannya sambil menggandeng Samuel. Karena yang Diandra yakini, Alex itu kurang menyukai Samuel. Sama halnya dengan Diandra yang menyayangi Samuel tanpa melihat bagaimana masa lalunya dengan Marla, alasan Alex juga sama. Alex kurang menyukai Samuel bukan karena dia adalah anak dari Marla, tapi karena Diandra selalu mengalihkan perhatiannya pada Samuel meskipun ada Alex di sana.

“Kok Sam bisa sama lo?” Diandra bangkit dari kursi kebesarannya. Kemudian ia berjongkok untuk menyamakan tinggi badan dengan Samuel. “Hai, udah lama banget nggak ketemu sama Sam,” dengan posisi seperti ini, Diandra bisa melihat bulu mata Sam basah. Dia melirik ke arah Alex, rahang suaminya itu mengetat keras.

“Tante!” Tanpa aba-aba, Sam melompat ke pelukan Diandra. Jika saat itu Diandra tidak memiliki kuda-kuda yang kuat, sudah bisa dipastikan dia akan terjengkang. Satu yang bisa diyakini, Sam menangis. “Sam takut, Tante.”

Diandra berdiri, memangku Sam meskipun tubuhnya sudah besar. Untung saja dia memakai flat shoes, sehingga tidak perlu takut keseimbangannya akan oleng. Alex mengusap rambut Sam dari belakang, dia terlihat marah. “Gue ngelihat Sam ada di halte depan sekolahnya, sendirian.”

Diandra terkejut bukan main. Ayolah, ini sudah jam bubar kantor, pukul lima sore. Dan anak kecil yang saat ini sedang menangis di pelukannya masih menggunakan seragam putih merah. Itu artinya, Sam belum pulang ke rumah setelah bubar sekolah. Kaget dan marah, itu yang Diandra rasakan saat ini. Dia ingin berteriak di depan wajah Marla sekarang juga. Bagaimana mungkin wanita itu teledor, membiarkan Sam menunggu lama sementara kejahatan semakin meningkat?

“Sam udah makan?” Diandra semakin geram saat Sam menggeleng, tangisannya semakin pecah di bahu Diandra. Dengan penuh pengertian, Alex berlalu begitu saja untuk membeli makanan di kafetaria kantor Diandra.

Marla resmi bercerai sekitar sebulan yang lalu. Bukan perceraian yang baik-baik saja, tapi tidak bisa dikatakan juga perceraian yang diikuti dengan pertengkaran. Mereka berdua sama-sama sepakat untuk berpisah. Datang ke pengadilan berdua tanpa terlibat adu mulut yang bisa membuat semua orang tahu perkara rumah tangga mereka. Marla diselingkuhi, beberapa kali juga dia menerima kekerasan. Tapi itu tidak ada dalam laporan yang diajukan ke pengadilan. Karena Marla ingin Sam tetap mengenal ayahnya sebagai sosok ayah yang patut di idolakan.

Tapi tentu saja, seorang anaklah yang paling kena imbasnya dari perpisahan orang tua. Disaat Sam butuh Marla untuk menjadi sahabat bermainnya, untuk menjadi guru di rumah, atau menjadi dalang yang mendongengkan cerita pengantar tidur, dia tidak mendapatkan semua itu. Marla sibuk bekerja, itulah yang membuat Sam harus duduk lama di depan halte menunggu mamahnya menjemput. Setelah itu, Marla harus kembali ke kantor sampai larut malam. Yang Diandra dengar, Sam sering berada di rumah sendirian, tidak ada siapa-siapa.

Dan melihat betapa lahapnya Sam makan sekarang, entah mengapa membuat Diandra sakit hati. Pasti sedari tadi Sam yang menahan lapar, pasti lambungnya sudah perih. “Lo udah kasih tahu Marla?” tanya Diandra membuat Alex mengalihkan perhatiannya. Sama, sedari tadi dia menonton bagaimana lahapnya Samuel makan. Pria itu mengangguk lesu, mungkin merasakan hal yang sama dengan Diandra. “Terus sekarang dia di mana?”

“Katanya lagi jalan pulang,” jawab Alex dengan wajah ogah-ogahan. “Sesibuk apa sih nyokapnya, sampe biarin anaknya diem di depan halte kayak orang linglung? Gimana kalo diculik, coba? Bunuh diri deh.”

Crazy Lovely Man [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang