Part 2

17.1K 783 1
                                    

Rayna mematut dirinya didepan cermin. Seragam putih abu-abu ditambah dengan khimar yang menutupi hampir seluruh tubuh mungilnya. Rayna bergegas keruang makan untuk sarapan bersama Ummi, Abi, dan abangnya.

"Shobahul Khoir Ummi Abi ku sayang"

"Shobahun nur Ray"

Sapa Rayna seraya mencium pipi Sarah dan Hisyam. Rayna melupakan seseorang yang sejak tadi memperhatikannya.

"Abang mu yang tampan ini nggak disapa juga"

Rayna melirik kearah suara "Makanya cepetan nikah biar ada yang nyapa tiap pagi"

Sarah dan Hisyam tertawa geli, selalu saja seperti ini jika adik kakak disatukan dalam satu meja. Dan Nizar ia hampir tersedak sandwitch nya karena mendengar ucapan Rayna.

"Kamu nyuruh nikah, kayak yang nyuruh beli kerupuk aja"

"Loh emang Ray salah? Nggak kan. Nunggu apalagi sih bang, kak Maira kan cocok sama abang"

Uhukkkk

Kali ini bukan tersedak makanan, namun tersedak oleh susu yang baru masuk ke kerongkongan nya.

"Maira siapa? Abang nggak kenal tuh"

"Bi, lihat tuh Bang Nizar. Masa udah ketahuan deket masih aja ngelak"

"Abang nggak ngelak kok. Mi lihat tuh Rayna, masa Ummi rela lihat anak Ummi yang tampan ini di nistakan oleh adik sendiri"

Sarah dan Hisyam menggelengkan kepalanya. Selalu saja ada kelakuan yang memecah tawa ketika bersama. Selalu saja menjadi penghangat ketika suasana benar-benar hening.

"Sudah Ray, kasihan Abangmu"

Nizar memeletkan lidahnya kearah Rayna. Tapi gadis kecil disampingnya malah menggedikan bahu acuh. Jika Rayna bukan adiknya mungkin akan habis menjadi bual-bualan Nizar.

"Ummi, Abi. Nizar berangkat dulu ya, soalnya Nizar harus mempersiapkan file untuk meeting pagi ini"

Nizar bangkit sambil mengambil tuxedo nya yang ia sampirkan di senderan kursi makannya. Rayna yang malihat abangnya bangkit bergegas bangkit seraya membawa tas berwarna biru langitnya.

"Ray juga berangkat ahh Ummi, Abi. Soalnya sudah hampir telat juga"

Rayna dan Nizar mencium punggung tangan Sarah dan Hisyam bergantian. Punggung tangan yang senantiasa terangkat untuk meminta kepada Sang Pencipta agar anak-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

"Assalamu'alaikum Ummi, Abi" Ucap Rayna dan Nizar serempak

"Wa'alaikumussalam"

***

Rayna berjalan santai di koridor menuju ke kelasnya. Pukul 06.15. Disepanjang koridor sudah banyak siswa siswi yang berlalu lalang. Sudah tidak aneh jika ia bersekolah di sekolah khusus murid beragama islam (MA : Madrasah Aliyah) sepagi ini sudah banyak siswa siswi yang datang.

"Assalamu'alaikum ya ukhty" sapa seseorang yang saat ini sedang memeluknya erat.

Siapa lagi jika bukan Syifa, sahabatnya semenjak Rayna masih di dalam kandungan. Ahh kata-katanya terlalu berlebihan. Sahabat Rayna semasa Rayna masih duduk di bangku taman kanak-kanak dulu.

"Wa'alaikumussalam Ukhty nya Ray, Bisa nggak jangan peluk peluk begini. Sesak loh ini"

"Hehe, kebiasaan soalnya"

Syifa melepas pelukannya. Ia menyetarakan langkahnya dengan Rayna. Syifa menatap lama wajah Rayna.

"Kenapa Syifa perhatiin muka Ray? Ada jerawatnya? Atau komedo nya Ray yang menonjol? "

Syifa memutar kedua bola matanya malas. Wajah Rayna terlalu licin untuk sebuah jerawat, apalagi komedo. Mungkin jika ada, komedo itu akan langsung mati karena terlalu licinnya wajah Rayna. Hanya saja seperti ada yang kurang dari wajah sahabatnya ini.

"Kamu lagi ada masalah? "

"Hahh, nggak kok. Ray nggak apa-apa"

"Raut wajahmu nggak bisa bohong loh"

Inilah gunanya punya sahabat yang mengerti satu sama lain. Hanya karena melihat raut wajah Rayna yang berbeda dari biasa nya, Syifa bisa langsung menebak bahwa ada suatu masalah yang sulit untuk Rayna pecahkan sendirian.

"Perasaan Ray cuma nggak enak aja akhir-akhir ini. Mungkin karena Ray kurang tidur ya?"

"Ahh masa? "

"Iya ishh, Syifa nanya mulu"

Rayna melanjutkan perjalanan nya disusul Syifa yang berusaha menyetarakan langkahnya dengan Rayna.

"Assalamu'alaikum Rayna!"

Rayna yang merasa namanya dipanggil oleh seseorang membalikan badannya. Seorang pria bertubuh jangkung, berkulit putih serta senyum yang senantiasa menghiasi wajah tampannya. Tak lupa kacamata yang bertengger manis dihidungnya, membuat tingkat ketampanan nya bertambah 1000 kali lipat.

"Wa-Wa'alaikumussalam Kak Alfand? " Rayna menundukan pandangan nya. Ia tak sanggup jika terus menatap mata elang milik senior nya itu. Alasannya karena haram, dan tentu Rayna bisa pingsan karena terpesona.

Ahh ya Rabb sungguh indah ciptaan mu ini...

"Tolong kamu beritahukan pada anggota rohis yang lainnya, siang ini setelah pulang sekolah semua anggota wajib berkumpul di masjid sekolah. Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan soal acara pelepasan kelas 3"

Rayna mengangguk mengerti "Na'am kak"

"Kalau begitu saya duluan. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam warahmatullah" Rayna menghembuskan nafasnya lelah, Sampai kapan ia akan memendam perasaan nya? Ia tahu jika rasa ini salah, tidak sepantasnya ia menaruh harap pada seorang mahkluk.

Tapi semakin dihalau, semakin besar rasa itu memupuk didalam hatinya. Hanya ada dua pilihan untuk mengungkapkan sebuah rasa, memilih menjadi bunda Khadijah yang maju terlebih dahulu atau menjadi Sayyidatina Fatimah yang tetap berusaha mencintai secara diam-diam.

Rayna memegang dadanya. Terdengar tak beraturan.

"Ray! Dada kamu kenapa? "

"Disini" ucap Rayna dengan tangan yang masih memegang letak dimana jantungnya berada

"Kenapa? Sakit? "

"Disini jedak jeduk Fa. Kayaknya yang didalam sini lagi hajatan"

Syifa memutar bola matanya malas. Terlalu polos dan bodoh bedanya sangat tipis.

"Pilihan kamu cuma dua..."

"Melamar atau dilamar" Potong Rayna. Ia tahu itu.

"Pinter banget anak sapa sihh? " Sifa mengelus pucuk kepala Rayna dengan sayang. Sedangkan Rayna hanya mengerucutkan bibirnya.

Syifa terbahak melihat tingkah polos sahabatnya. Ia meraih lengan Rayna dan membawanya menuju kelas aliyah tingkat 2.

***

Rembulan MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang