Part 16

11.8K 789 22
                                    

“Jika mampu, jadilah orang yang ridha.
Jika tak mampu, jadilah orang yang sabar.
Karena orang yang ridha itu lebih utama daripada orang yang sabar...

Sabar itu, menenangkan hati.
Ridha itu, membahagiakan hati”

[ Habib Ali Abdurrahman Alhabsyi ]

°°°

Rayna mengelus perlahan rambut hitam milik Umar. Lantunan sholawat masih terus keluar dari bibir Rayna. Pria kecil di pangkuannya masih fokus dengan buku kisah-kisah nabi. Umar sedang membaca kisah tentang Rasulullah. Tidak bosan-bosan ia terus membaca kisah tentang Rasulullah, baginya kisah tentang Rasulullah jauh lebih menarik daripada buku dongeng yang sering didapatnya dari Nizar, pamannya.

"Umma, Rasulullah sudah ditinggal oleh ayah nya selama beliau masih didalam kandungan ya?" Tanya Umar dengan mata yang masih tetap fokus pada buku yang dibacanya

"Iya, Rasulullah sudah yatim sejak dalam kandungan"

"Berarti sama kayak Umar dong, Umma"

Ucapan polos Umar membuat Rayna tersentak. Sama dengan Umar? Itu artinya Umar menganggap dirinya yatim sejak dalam kandungan seperti Rasulullah.

"Kok Umar ngomongnya kayak gitu"

"Emang kenapa Umma? Salah ya?"

Rayna gelagapan, apalagi saat mata Umar menatapnya dengan tatapan penuh tanya "Ahh enggak kok, Umar gak salah. Hanya saja Papa Umar..."

"Papanya Umar dimana Umma?"

Rayna sudah menduga, hal seperti ini akan ditanyakan oleh Umar. Ia bingung harus menjawab apa kepada Umar. Selama ini Rayna sudah banyak berbohong kepada Umar tentang Papanya. Rayna yang selalu berkata bahwa Papanya Umar kerja diluar negeri, atau berbohong jika Papanya sibuk kerja dan belum bisa pulang.

Alasan apa lagi yang harus Rayna katakan kepada Umar.

"Kemarin Umar lihat, Maryam digendong sama Ayahnya. Maryam main-main sama Ayahnya didepan toko. Umar juga pengen kayak Maryam Umma"

"Umar kan bisa main sama Umma"

"Gak mau, Umar pengen ngerasain gimana rasanya main sama Papanya Umar" kepala Umar menunduk lesu, bahu nya bergetar juga terdengar isakkan pilu dari bibir kecil Umar.

Apa mungkin sudah saatnya Rayna memberitahu Umar yang sebenarnya. Ahh, tapi Rayna yang belum siap menceritakan semuanya. Rayna tidak mau jika Umar tahu bahwa, Papanya tidak satu keyakinan dengannya.

Rayna mendekap tubuh mungil Umar. Ia tak sanggup melihat Umar seperti ini. Kadang, Rayna tidak sengaja mendengar do'a yang dilangitkan oleh Umar setiap selesai sholat tahajud bersama Rayna. Do'a Umar selalu sama, dia selalu ingin dipertemukan dengan Papanya.

"Umar pengen kayak temen-temen Umar, Umma. Hikss hikss"

"Sabar ya sayang, Papa juga pasti kangen banget sama Umar. Tapi sekarang Papa lagi kerja disana. Nanti kalo kerjaannya sudah selesai, pasti Papa bakalan pulang ketemu Umar"

Umar mendongak menatap mata Rayna yang juga basah oleh air mata "Umma juga kangen ya sama Papa?"

"I-iya sayang, Umma juga kangen banget sama Papa"

Umar mengusap sisa sisa air mata dipipi nya. "Kalo gitu Umar akan bersabar supaya Papa cepet pulang"

"Umar pintar"

Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas Rayna dan Umar. Siapa yang bertamu sepagi ini? Apalagi ini hari libur.

"Umma buka dulu pintunya ya"

Rembulan MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang