Yoora membolak balik buku kisah 25 nabi dihadapan nya. Beberapa hari ini Yoora tidak diperbolehkan menginap di rumah Rayna oleh Nathan.
Selama ini Yoora tinggal bersama Nathan di Apartemen nya. Nathan sengaja menjual Apartemen nya yang lama lalu membeli lagi Apartemen baru yang memiliki dua kamar didalam nya agar Yoora bisa tinggal bersama nya.
Suara bel menghentikan aktivitas Yoora.
"Uncle, ada tamu"
Tak ada sahutan. Sayup sayup terdengar suara gemericik air dari kamar sebelah Yoora. Om nya itu berarti sedang mandi. Yoora menutup bukunya dan berjalan menuju pintu masuk.
Seorang pria yang tinggi nya tidak jauh berbeda dengan Nathan. Wajahnya pun tidak jauh berbeda dengan Nathan. Yoora berpikiran mungkin pria jangkung dihadapan nya ini adalah kerabat dari Om nya.
"Paman siapa? Uncle Nathan masih mandi. Kalo mau Paman bisa tunggu di dalam"
Senyum pria itu mengembang. "Yoora"
Yoora mengernyitkan dahinya "Kok Paman tau Yoora? Pasti kerabat kakek ya?"
"Yoora, siapa yang datang?"
Nathan dengan kaos lengan pendek dan celana jeans selutut nya berjalan ke arah Yoora. Mata Nathan terbelalak melihat seseorang yang datang itu adalah Eldrich. Nathan bisa melihat dari sorot mata Eldrich menandakan penyesalan yang mendalam.
"Eldrich?"
"Dia siapa Uncle?" Tanya Yoora penasaran.
"Yoora masuk dulu ya ke dalam. Uncle mau bicara dengan Paman ini"
Yoora mengangguk lalu berlari ke arah ruang TV.
"Ada yang bisa gue bantu?" Tanya Nathan tenang.
"Gue cuma pengen ketemu Yoora. Ternyata wajah nya sangat mirip dengan Valerie" Jawab Eldrich dengan senyum kecil diwajahnya.
"Lo mau bilang ke dia, bahwa lo ayahnya?"
"No. Gue nggak akan ngelakuin itu"
Nathan mengeryit bingung. Ia tidak tahu apa yang ada dipikiran Eldrich sekarang.
"Kenapa?"
"Gue takut Yoora akan membenci gue karena dulu gue telantarin dia gitu aja. Gue takut dia nggak mau maafin gue karena keegoisan gue di masa lalu. Apalagi dua jam lagi gue mau balik lagi ke jerman, gue kesini cuma nganterin berkas buat Papa, gue udah harus balik"
Nathan tersenyum kecil "Yoora bukan anak yang pendendam. Gue nggak pernah ngajarin dia untuk jadi pendendam. Lo harus jujur El, Yoora berhak tau siapa ayahnya"
"Lo yakin Yoora nggak akan benci Gue?"
"Kalo lo nggak percaya sama diri Lo sendiri, gimana Yoora mau percaya sama Lo. Biar Gue bantu untuk jelasin semuanya"
Eldrich tersenyum kecil ia mengangguk senang.
Nathan berjalan menghampiri Yoora yang sedang menonton kartun di ruang TV "Yoora, katanya Paman itu mau ngomong sesuatu sama Yoora"
Yoora mendongakkan kepalanya. Ia mengangguk lalu berlari kecil ke ruang tamu. Pria itu menatap Yoora dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Yoora duduk di sebelah Paman itu ya"
Yoora kembali mengangguk. Lalu duduk di sebelah Eldrich.
"Paman mau ngomong apa?" Tanya Yoora penasaran
"Sebelumnya boleh Paman peluk Yoora?"
Yoora menatap Nathan lalu Nathan mengangguk kecil "Boleh kok" Ucap Yoora dengan senyum manisnya.
Eldrich memeluk erat Yoora. Melihat Yoora yang tersenyum seperti itu membuat hatinya semakin sakit. Dia anak yang dulu di terlantarkan oleh Eldrich. Dia yang sejak dulu Eldrich bebankan emosinya. Tak terasa butir butir air mata berjatuhan dari mata Eldrich.
"Maaf, maaf, maaf. Sejak dulu Papa bebankan semuanya padamu. Emosi Papa, kematian Valerie, serta hidup tanpa tau siapa orang tua mu. Papa terima jika Yoora mau membenci Papa. Papa terima jika Yoora mau menghukum Papa. Maafkan Papa yang sejak dulu egois. Papa tidak pernah mau menganggap mu. Papa mengaku Papa salah. Maafkan Papa Yoora..."
Baru kali ini Nathan melihat Eldrich menangis histeris setelah Valerie tiada. Biasanya dia sembunyikan sedihnya agar orang tak melihat betapa lemahnya dia.
"Papa?"
Eldrich melepas pelukannya. Ia menatap dalam mata Yoora. Mata kecoklatan milik Yoora sangat mirip dengan Valerie.
"Dia Papa nya Yoora" Ucap Nathan, membuat Yoora menoleh
"Bukannya Papa nya Yoora udah nggak ada? Bukannya Yoora anak yatim piatu?"
Hati Eldrich sakit. Ucapan Yoora meyakinkan nya bahwa hubungan nya dengan Yoora sangat jauh.
"Bukan Yoora. Yoora bukan anak yatim piatu. Dia Eldrich, Papa Yoora."
"Papa? Terus Mama nya mana? Kok cuma Papa yang kesini?"
"Mama Yoora sudah gak ada. Mama Yoora sudah tenang di surga" Jawab Nathan
Yoora menatap Eldrich dan Nathan bergantian. Ia naik ke atas sofa dan mendekati Eldrich, melingkarkan pelukannya dikepala Eldrich.
"Yoora selalu berharap bisa ketemu Papa walaupun Yoora harus ke surga sekalipun. Yoora iri sama temen-temen Yoora di sekolah. Mereka ke sekolah sama Papa nya, mereka bercanda sama Papa nya. Tapi Yoora cuma bisa bercanda sama Uncle Nathan sama Umar. Tapi sekarang Yoora bahagia, karena Yoora udah ketemu sama Papa Yoora. Papa janji nggak akan ninggalin Yoora lagi kan?"
Eldrich tersenyum bahagia. Sudah lama ia tak merasa sebahagia ini sejak terakhir kali Valerie meninggalkan nya. Eldrich mengaku dirinya salah. Ia mencari kebahagian bukan pada tempat nya, ia beranggapan bahwa kebahagiaan nya hanya ada pada Valerie.
Bahkan dengan bodohnya Eldrich pernah ingin mengakhiri hidupnya karena baginya Valerie adalah kebahagiaan sejati milik Eldrich. Anggapan nya salah, Valerie tak benar-benar hilang dari hidup nya. Valerie menitipkan Yoora untuk jadi kebahagiaan Eldrich selanjut nya. Semua yang ada di diri Valerie ada juga di dalam diri Yoora.
"Papa nggak akan tinggalin Yoora lagi, Yoora akan selalu ada di dalam hati Papa" Jawab Eldrich dengan senyuman kebahagiaan nya.
Yoora melepas pelukkan nya. Eldrich menatap arloji kecil di pergelangan tangan nya. Waktunya tinggal tiga puluh menit lagi. Eldrich harus cepat ke bandara.
"Nathan, Gue harus ke bandara sekarang. Yoora maafin Papa, Papa harus pulang sekarang"
Yoora menatap Eldrich yang berdiri merapikan bajunya "Kok pulang, Yoora ikut ya?"
Eldrich menggeleng "Yoora nggak bisa ikut. Nanti Papa pasti kesini lagi buat ketemu Yoora ya"
Yoora menghembuskan nafas nya kesal. "Yaudah gapapa, yang penting nanti Papa tengok Yoora lagi disini"
Eldrich mengangguk "Nath Gue pamit ya"
"Tunggu!"
Eldrich menghentikan langkahnya "Yoora harus ikut nganter Lo ke Bandara"
Eldrich diam mempertimbangkan. Lalu ia mengangguk. "Thanks ya"
°°°
"Papa harus pulang lagi ke sini. Papa harus ketemu Yoora lagi ya"
Eldrich mengangguk lalu membungkuk menyetarakan tingginya dengan Yoora.
Jari kelingking Eldrich terangkat "Papa janji"
Yoora tersenyum senang lalu menautkan kelingking nya.
"See you anak Papa" Eldrich mengecup mata Yoora "Jangan nangis, jangan nakal"
Yoora mengangguk lalu memeluk Eldrich erat. "Ya Papa"
°°°

KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Malam
Fiksi RemajaDon't copy my story!! Story by : Erni Shalwa Gadis cantik dengan kepandaian nya menutup aurat dan dikenal sopan oleh masyarakat. Kini harus menjalani kenyataan pahit. Dia dinyatakan hamil dan sukses menjadi buah bibir orang-orang karena tak tahu dim...