Rayna POV
Malam ini sang rembulan bersembunyi malu-malu dibalik awan yang bergerak perlahan di tiup angin. Entah kenapa cahaya temaramnya selalu membuat ku tenang. Ahhh... Jadi ingat sama obrolan Abi dengan Nathan tadi. Apalagi saat mendengar ucapan terakhir Nathan.
"Insyaallah Om. Insyaallah saya akan segera datang kesini dengan Papa saya untuk melamar Rayna, anak Om dan Tante"
Aku tau dari sorot matanya terdapat keseriusan dalam ucapannya. Jujur, mendengar itu hatiku jadi tak nyaman. Dari ucapan Nathan artinya cepat atau lambat dia akan datang kerumah ini membawa orang tuanya.
Wanita lain mungkin akan merasa bahagia. Mendengar seorang pria akan datang menunjukan keseriusan nya. Tapi rasanya ada yang aneh pada diriku. Aku tak merasakan adanya kebahagian itu. Malah rasanya aku takut. Aku takut kebahagiaan ku satu-satunya diambil olehnya.
"Umma?"
Suara Umar, aku buru-buru menghapus butiran bening di mataku. Membicarakan hal tadi membuatku sesak.
"Umma kenapa nangis?"
Umar masuk ke kamarku dan saat dia melihat mataku yang agak sembab, dia mendekat menempelkan kedua tangan mungil nya di pipiku.
"Umma gapapa, tadi ada debu masuk ke mata Umma, jadi umma kucek-kucek mata terus matanya jadi berair deh"
Umar masih menatap ku penuh selidik. Lihat, sekarang kalian tahu kenapa Umar menjadi satu-satunya kebahagiaan serta penyemangat ku. Tatapan matanya selalu hangat, senyumnya manis, dan dekapannya selalu membuatku rindu.
"Umma, kalau ada masalah cerita sama Umar ya. Biar Umar tau Umma kenapa"
Aku mengangguk lalu mencium lembut kening Umar.
"Umma, Umar mau tanya boleh?"
"Boleh dong, kenapa?"
Umar terlihat ragu-ragu untuk berbicara. Sepertinya ada sesuatu yang baru saja dia tau.
"Emm, apa benar Om Nathan itu Papa nya Umar?"
Ku sedikit terkejut, bagaimana Umar tau. Aku tak pernah membicarakan hal itu dengan Umar akhir-akhir ini.
"Siapa yang bilang kayak gitu?"
"Om Nizar"
Sudah ku duga. Memang satu orang itu yang patut dicurigai. Abangku itu jika berbicara gak pernah lihat kondisi. Berbicara seenak perutnya sendiri.
"Om Nizar bilang apa aja memangnya?"
Umar terlihat berfikir ahh mungkin lebih tepatnya mengingat
"Om Nizar pertamanya nanya ke Umar 'Umar pengen ketemu gak sama Papanya Umar?' Terus Umar jawab 'Ya pengen, tapi Umma bilang Papanya Umar lagi kerja diluar Negeri, kalo Umar mau ketemu harus naik pesawat dulu' " Umar menjeda sedikit ucapan lalu kembali berceloteh "Terus Om Nizar bilang 'Sekarang Umar bisa ketemu sama Papa Umar, Papa Umar ada disini' Umar kaget emang iya ya Papa nya Umar ada disini, terus Om Nizar bilang lagi 'Om Nathan, Om Nathan adalah Papanya Umar. Kalau Umar gak percaya Umar bisa tanya Umma Rayna' makanya sekarang Umar tanya, bener nggak?"
Jika sudah seperti ini, aku harus mengelak bagaimana mana lagi. Alasan apa yang harus aku pakai lagi. Apa iya aku harus berbohong untuk yang kesekian kalinya pada Umar? Yahh, mungkin sudah waktunya Umar mengetahui siapa Ayah kandung nya.
Aku menghembuskan nafas berat "Iya, Om Nizar benar"
Umar membulatkan matanya. Mata coklat berbinar indah "Bener Umma? Umma nggak bohong kan sama Umar?"
Aku menggeleng lalu tersenyum "Umma gak bohong. Maafin Umma ya, selama ini Umma gak bilang sama Umar. Umma takut Umar ninggalin Umma"
Umar memelukku, pelukkan ini yang selalu aku rindukan. Harum parfum nya yang membuatku betah berlama-lama dalam dekapan Umar.
"Gapapa Umma, Umma jangan nangis. Umar gak marah kok, Umar juga gak akan ninggalin Umma. Karena Umar sayang Umma"
Aku membalas pelukan Umar, rasanya hangat. Aku tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya diriku saat Umar pergi meninggalkan aku sendiri. Terkesan berlebihan tapi itulah kenyataan nya. Saat aku terpukul karena seorang pelanggan yang mencaci maki karena pesanan kue nya salah, Umar yang datang kehadapanku lalu memeluk ku erat seraya berkata "Umma jangan nangis. Umar percaya itu bukan salah Umma. Umma harus ingat kalau Allah maha melihat"
Saat itu hatiku menghangat. Baru pertama kali aku merasakan perasaan seperti itu.
"Umma?"
Aku terkesiap "Ya, Sayang?"
"Papa bakalan tinggal dirumah kan?"
Aku mengerutkan keningku, "Dirumah?"
"Iya dirumah ini sama Umma sama Umar"
Aku diam. Aku bingung harus merespon apa
"Papa nggak akan ninggalin kita lagi kan, Umma?"
Aku masih diam, aku harus menjawab apa. Apa yang harus ku katakan pada Umar.
"Umma?"
"Ahh, i-iya. Papa nggak akan tinggalin kita lagi"
Umar tersenyum senang lalu melompat-lompat kegirangan "Yeayy Papa bakalan tinggal dirumah ini, yeayyy. Umar bakalan tidur sama Papa"
Aku tak mau merusak kebahagiaan Umar. Tapi... Perasaan aneh ini juga, membuatku bimbang. Bagaimana jika Nathan benar-benar datang. Apa yang harus aku lakukan?
"Yasudah, Umar tidur gih. Sudah malam, besok sholat subuh jangan sampai kesiangan"
"Siapp Umma, Assalamu'alaikum" Umar menutup pintu kamarku dengan senyuman yang masih mengembang sempurna.
Selama ini rasa cintaku hanya untuk, keluargaku, Umar dan Allah tuhanku. Aku tak berniat membagi cinta dengan orang lain lagi. Apalagi memutuskan untuk menikah.
Tapi jika Allah sudah gariskan. Aku takkan bisa menolak. Sebab aku percaya jika Allah sudah merencanakan sesuatu pasti akan ada hal baik yang terjadi meskipun awalnya terasa sakit.
"Ohh iya Umma, katanya besok Papa Nathan bakalan datang lagi kerumah sama Yoora. Terus Nenek, Kakek, sama Om Nizar juga bakalan main lagi kerumah"
Umar kembali lagi ke kamarku membuka pintunya sedikit dan melongokan kepalanya. Ia berbicara sambil tersenyum sumringah.
Besok akan ada drama apa lagi?? Hatiku semakin tidak karuan seperti ini...
°°°
Jangan lupa vote dan comment nya teman-teman😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Malam
CasualeStory by : Erni Shalwa Cover by : Asma Niin Gadis cantik dengan kepandaian nya menutup aurat dan dikenal sopan oleh masyarakat. Kini harus menjalani kenyataan pahit. Dia dinyatakan hamil dan sukses menjadi buah bibir orang-orang karena tak tahu dima...