Part 24

9.2K 711 15
                                    

Assalamu'alaikum
.
Kalian kelamaan nunggu up ya? Maafkeun aku, ada banyak kesibukan selama satu minggu ini. Dari tugas yg menggunung, pekerjaan rumah, trus hp ku juga sering dimainin adik.
.
Jadi InsyaAllah setelah ini aku bakal usahain supaya bisa sering up, jadi kalian ada kegiatan selama program #dirumahaja 2 minggu ini. Yeayyy.....
.
Oke kita lanjut aja cerita nya.

°°°

"Jadi gimana keputusan Lo nath?" Nizar menyesap kopi nya yang masih mengepul hangat.

"Seperti yang Gue bilang sebelumnya ke Lo. Gue mau belajar tentang islam"

"Lo masuk islam bukan karena adek Gue kan?"

Nathan terkekeh kecil "Mulut Lo emang dari dulu gitu ya? Gue masuk islam emang keinginan hati Gue sendiri"

Nizar menganggukan kepalanya "berarti besok habis jum'atan lo jadi ke Masjid Al Azhar?"

"Ya begitulah"

Nathan meneguk Cappucino Latte nya yang tinggal setengah. Besok hidupnya akan berubah seratus persen. Mulai besok pun ia harus memikirkan apa yang terbaik untuk hidupnya kedepannya. Besok juga surat adopsi untuk Yoora akan diserahkan kepadanya.

Untuk mengadopsi Yoora, Nathan sudah meminta izin kepadanya Abangnya, Eldrich. Dan seperti biasa, Eldrich selalu sibuk dengan dunianya. Ohh bukan sibuk, lebih tepatnya sok sibuk. Pasalnya Eldrich melakukan semua kesibukan itu hanya agar semua tentang ingatan Valerie hilang. Dan seperti biasa juga, Eldrich tak pernah suka jika Nathan menemuinya hanya untuk membahas Yoora. Karena menurut Eldrich, Yoora yang menyebabkan Valerie meninggalkan nya.

Flashback on

Pintu ruangan diketuk pelan dari luar.

"Masuk!"

Nathan melangkah memasuki ruangan milik Abangnya sambil melonggarkan dasinya. Tanpa menunggu sang empunya berkata-kata, Nathan mendaratkan bokongnya diatas sofa malas.

"Papa ngajarin Lo sopan santun nggak sih?"

"Ngajarin kok, tapi kayaknya sopan santun itu nggak berlaku didepan orang brengsek kayak Lo"

Eldrich mengerutkan keningnya "Maksud Lo apa?"

"Cuma orang brengsek yang menelantarkan anak kandung nya gitu aja"

Raut wajah Eldrich berubah dingin. Nathan sudah menyangka akan jadi seperti ini.

"Segitu benci-nya Lo sama Yoora?"

"Lo kalo cuma mau ngebahas dia, mending keluar"

Nathan menghembuskan nafas nya lelah. Ia lelah membujuk Eldrich agar mau bertemu Yoora. Nathan hanya ingin Yoora mengenal Papa nya, Nathan hanya ingin Yoora berhenti menyebut dirinya yatim piatu.

"El, Lo Papa nya. Yang harusnya ngurus Yoora itu Lo. Nggak ada tanggung jawab nya banget sih"

Eldrich tak menghiraukan ucapan Nathan. Ia membolak bali map dihadapan nya "Terserah Lo mau ngomong apa, Gue sibuk!"

Nathan tersenyum miring, kalimat itu lagi yang Eldrich ucapkan "Lo nggak sibuk El. Lo cuma berusaha keluar dari kenyataan hidup Lo. Lo berusaha lari dari kenyataan yang seharusnya. Emang dengan Lo kayak gini Valerie bisa hidup lagi? Apa dengan Lo kayak gini, Lo yakin Valerie akan bahagia dengan sikap Lo yang nggak perduli sama anak yang dia lahirin?

Yoora itu anak Lo! Apa pantas seorang ayah meninggalkan anaknya yang baru lahir di ruang bayi sendirian, sedangkan Lo sibuk dengan hidup Lo yang sok dramatis. Apa Lo bisa jamin Valerie bakalan tenang di alam sana, sedangkan anak satu-satunya bahkan gak pernah dapat perhatian dari Lo!?"

Eldrich menggebrak meja dihadapan nya dengan keras. Rahangnya mengeras menahan amarah

"Lo kira melepaskan seseorang yang Lo cintai itu gampang hah!! Anak itu yang bikin Valerie mati. Dan Gue gak bisa terima itu! Lo tau betapa depresinya Gue waktu itu? Lo gak tau apa-apa Nathan!? Jadi jangan sok Lo yang paling bener disini!"

"Brengsek! Lo orang tua paling brengsek tau gak! Valerie meninggal itu karena sebelumnya kandungan dia udah lemah, tapi Valerie tetep ngotot mau anaknya lahir ke dunia. Lo tau tentang itu? Nggak kan? Jadi, gak usah sok paling bersedih disini!! Kalo Valerie masih hidup, Gue jamin dia akan kecewa berat sama Lo!"

Eldrich diam. Ia tak tau harus berkata apa lagi. Tentang Yoora? Ia bahkan belum pernah menatap wajah bocah kecil itu. Ia tau tindakan nya saat dirumah sakit saat itu salah. Meninggalkan anaknya dirumah sakit, sedangkan dirinya terlarut dalam kesedihan karena Valerie meninggalkan nya.

Nathan bangkit dari duduk nya. Ia mengeluarkan foto berukuran 2R yang memperlihatkan foto gadis kecil dengan jilbab panjang berwarna peach sedang tersenyum ke arah kamera. Nathan meletakkan foto ukuran 2R itu diatas meja Eldrich.

"Lo belum pernah liat wajah Yoora kan? Nih gue kasih fotonya. Kalo Lo mau ketemu langsung, Lo bisa dateng ke Apartemen Gue"

Air mata Eldrich berjatuhan. Wajah bocah difoto itu begitu mengingatkan nya pada Valerie. "Dia..."

"Ya, sebentar lagi Yoora akan jadi mualaf, dan Lo harus terima itu. Lalu yang terakhir, besok surat adopsi Yoora sudah ada ditangan Gue"

"Adopsi?"

"Ya, Gue gak yakin dengan keadaan Lo sekarang, Lo bisa ngurus Yoora. Gue harus balik sekarang, ada janji sama seseorang. Bye"

°°°

Adzan maghrib berkumandang dari masjid megah dipusat kota. Nizar yang saat itu masih dikedai kopi bersama Nathan, mulai bangkit dan merapikan bajunya yang kusut.

"Gue sholat dulu"

"E-eh Nizar"

"Kenapa?"

"Gue... Boleh ikut?"

Nizar mengernyitkan keningnya

"Gue gak bakalan ikut masuk kok, Gue tunggu diluar"

Nizar menganggukan kepalanya. Ia mengambil dua lembar uang lima puluh ribuan dan menaruhnya di atas meja.

Nathan menatap Nizar yang melangkah memasuki bangun megah berwarna putih dengan tulisan Al Azhar didepan pintunya. Ini bukan kali pertama Nathan mendatangi masjid di pusat kota. Setiap hari jum'at Nathan sering menatap orang yang lalu lalang masuk dan keluar masjid untuk sholat jum'at. Lalu mendengarkan ustadz yang ceramah sebelum jum'at, di kursi samping masjid.

Tak sedikit orang yang mengulurkan tangan mengajak Nathan untuk sholat jum'at. Tapi Nathan menolaknya dengan sopan, ia mengerti statusnya saat ini.

Dan kali ini pun, Nathan hanya menatap orang yang lalu lalang keluar masuk masjid. Besok mungkin Nathan tak hanya melihat, namun ikut masuk juga untuk memperjelas siapa dirinya.

Besok ia akan mengucap kalimat sakral yang pasti akan mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat.

  °°°


Rembulan MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang