prolog

1.3K 77 4
                                    

Mempercayai kenyataan, mempercayai kebaikan!

📍

"Apa ini kunjungan pertama anda, Bu?"

"Iya!"

Sipenanya mengisi beberapa data, membiarkan wanita tanpa ekspresi di depannya menunggu.

Bukan hal baru sebenarnya untuk seorang wanita tinggi berpakaian serba putih, mungkin dalam beberapa tahun hidupnya sudah dihabiskan untuk melihat manusia sejenis wanita ini. Mereka yang memiliki kesakitan dari dalam, yang tidak terjelaskan dengan kata namun menjadi salah pada tindakan dan tingkah mereka.

Setelah menunggu hingga namanya di panggil, dia mengikuti seorang perawat yang mengantarnya pada satu ruangan. Usai mengetuk pintu tiga kali, perawat mendorong knop pintu hingga terlihatlah ruangan yang dihuni seorang lelaki yang siapapun bisa menebak bahwa dialah dokternya.

Hanya sekedar mengantar dan menyerahkan data diri pasiennya, lalu sang perawat meninggalkan gadis itu di dalam sana.

"Silakan duduk!" pinta dokter.

Gadis itu duduk ragu-ragu ekspresinya datar dan mulutnya bungkam. Sesekali matanya menelusuri ruangan hingga ia bisa menemukan papan nama dari kaca diatas meja bertuliskan dr. Zio Al-Defra Sp.Kj. Seseorang yang kini menunduk membaca data dirinya.

"Jadi Viona Adinda. Ada apa? Kenapa bisa sampai datang ketempat saya!"

Viona. Itu benar nama gadis muda yang malang ini. Meski nada bicara dari seorang dokter psikiater yang ia temui terdengar begitu ramah, tapi itu tidak membantu banyak. Kedatangan Viona bukan untuk diskusi santai, masalahnya lebih pelik.

Viona menyodorkan ponsel nya begitu saja, membuat sang dokter kebingungan namun segera meraih benda pipih itu dan menyalakannya. Hal pertama setelah membuka layar kunci, ia melihat foto seorang gadis mengenakan jilbab, terlihat sangat ceria dengan senyuman melengkung sempurna. Dan ini benar-benar mirip bahkan sama persis dengan sosok di hadapannya.

"Baiklah! Ini kembaran kamu?" simpul nya.

"Bukan!" jawab Viona cepat.

"Lalu?"

"Saya gak tahu dia siapa!"

Zio, sang dokter mengernyit bingung.

"Bukan seseorang yang kamu kenal?" tanyanya memastikan

"Saya datang kesini untuk cari tau dia siapa, saya gak gila tapi mungkin menuju gila karna memikirkan seseorang di foto itu, siapa dia? Kenapa dia bisa begitu mirip dengan saya? Kenapa fotonya bisa sampai ada di Hp saya? Saya bahkan bisa mati terus memikirkan dia"

Dari sini Zio bisa menyimpulkan bahwa Viona mungkin tengah merasa tertekan dalam mencari tahu sosok gadis di ponselnya, gadis itu stres dan menganggap bahwa dia bisa gila jika terus berpikir sendirian karena itu dia menemui seorang psikiater.

Zio menunduk menatap foto gadis berjilbab. Satu persepsi hinggap dikepalanya, dokter muda itu menegakkan kepala menatap kembali pasiennya.

"Kamu tidak ingat, mungkin saja ini kamu! Kamu tidak merasa pernah berpakaian seperti di foto!"

Viona menggeleng lemah
"Saya kristen! Tidak mungkin mengenakan kudung!"

Zio semakin mengerutkan kening, namun hatinya semakin yakin.

"Baiklah Viona, mari berbicara santai. Bisakah kamu menceritakan tentang kamu. Anggap seperti biasa, kamu sedang sakit dan mengeluh pada seorang dokter, katakan keluhanmu dan tolong bantu saya memahami kondisi kamu saat ini!"

Viona menunduk cukup lama. Memang benar ada hal lain yang menjadi alasannya datang ketempat ini, menemui seorang psikiater bukan hanya karena keterbingungannya terhadap sosok di ponsel nya.

"Saya"

"Iya?"

"Saya rasa akhir-akhir ini saya sering sakit kepala luar biasa! Saya bahkan pingsan. Malam hari saya sulit tidur dan saya- saya-"

"Tidak masalah, pelan-pelan saja"

"Saya ketakutan. Saya tidak mengerti, terasa ada yang akan menyerang saat saya sendirian, sekujur tubuh saya terasa ngilu dan beberapa kejadian di masalalu menghantui saya!"

Zio menyatat sesuatu diatas kertas, menarik kesimpulan dengan satu kata 'Trauma'. Viona mengalami trauma dalam hidup nya.

"kejadian apa?"

Viona diam. Dia menunduk untuk menatap tangannya yang menyatu, Zio sadar pertanyaannya mengumpan kilas balik trauma itu, maka dengan erat dia menggenggam tangan Viona. Meyakinkan gadis muda itu bahwa dia peduli.

"Tidak perlu memberi tahu saya jika kamu tidak mampu. Kamu bisa ceritakan hal lain" ucapnya mengerti.

"Lalu satu masalah lagi muncul. Tetangga saya mengatakan bahwa saya berpindah Agama, Islam! Dia bersyukur karna saya mendapat hidayah. Tapi kemudian dia merasa aneh karena saya kembali seperti biasa, seorang gadis kristen yang pastinya tidak akan mengenakan jilbab. Saya tidak percaya omongan tetangga saya, saya bahkan tidak mengingat saya pernah menutup kepala sebelum nya. Tapi kemudian saya menemukan sosok itu di hp saya!"

Untuk beberapa menit Zio hanya diam, mencerna dengan perlahan setiap penjelasan Viona, beberapa kali menutup mata dan membukanya kembali.

Zio menghela nafas panjang.
"Untuk saat ini diagnosa saya kamu mengidap DID"

"Apalagi itu ya Tuhan! Apa maag tidak cukup menyiksa saya!" Viona menyenderkan bahunya di kursi, karena tiba-tiba rasanya sangat berat dan lelah.

"DID adalah kondisi seseorang memiliki pribadi lain dalam dirinya. Karakter baru muncul sebagai respon terhadap harapan kamu. Kamu mengalami trauma dari kejadian di masalalu, dan mungkin tanpa sadar kamu mengutuk diri sendiri dengan berharap kamu adalah orang lain, yang tidak pernah mengalami trauma itu hingga sebuah kepribadian muncul dari sana!"

Viona tidak mengerti. Apapun yang dikatakan oleh dokter di depannya Viona sama sekali tidak mengerti. Apa katanya? Pribadi lain, karakter baru, respon trauma dan sebagainya. Viona hanya mendesah dan menggelengkan kepalanya frustasi.

"Gak mungkin ada dua karakter dalam satu jiwa. Itu mungkin hanya lupa ingatan biasa atau apalah, itu gak mungkin terjadi."

"Mungkin saja. Itu yang namanya Dissociative Identity Disorder! DID atau yang lebih kita kenal berkepribadian ganda. Di masalalu kamu pernah mengalami trauma, untuk bertahan dengan itu kamu melakukan dissosiasi, dissosiasi ini secara sadar telah membentuk karakter baru dalam diri kamu yang membuat kamu lupa akan trauma dan ketakutan kamu. "

"Gak mungkin, Dok!"

Zio hanya mampu membalas tatapan memelas Viona dengan keprihatinan, apapun itu, dia hanya dokternya, bukan Tuhan yang menentukan segalanya.

Tangan Zio terulur di bahunya, menepuknya sambil menyemangati sia-sia.

"Tidak apa Viona, kamu tidak sendiri, saya pasti bantu. Saya akan buatkan jadwal kontrol untuk kamu, mulai sekarang kamu harus rutin bertemu saya"

Viona mengangkat tangannya pasrah, semangat hidupnya jatuh hingga dasar, tidak tersisa sedikit saja. Viona tidak mengerti lagi harus apa.

Jika benar apa yang dikatakan Dokter Zio. Bahwa dirinya memiliki sosok lain didalam dirinya. Maka mulai detik ini Hidup Viona akan semakin kacau dari sebelum nya. Semakin menyiksa dari yang lalu. Bagaimana Viona akan menjalani kehidupan yang hanya tahu penderitaan? Kapan masanya beban ini berhenti? Oh Tuhan! Viona butuh pegangan.

--




Assalamualaikum....

Balik lagi dengan cerita baru, semoga suka sayang! Semoga bermanfaat dan berkesan baik.❤❤

 She Is Me (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang