Ekstra Part

2.7K 62 5
                                    

Usia kandungan Echa kini sudah menginjak 8 bulan. Sebulan lagi dia akan menjadi seorang ibu. Semua perlengkapan dan kebutuhan baby nya pun sudah lengkap. Tinggal menunggu sang baby boy lahir.

Seperti biasa rutinitas Echa 1 bulan sekali yaitu ziarah ke makan mendiang Davin. Hari ini menjadi jadwalnya berziarah, karena Alvin sedang flight jadi Echa berziarah sendirian.

"Dav, bentar lagi lo bakal punya keponakan. Nanti kalo udah lahir pasti gue kenalin ke elo, biar dia tau om nya yang paling baik itu udah gak ada." ucap Echa di depan makam mendiang Davin.

"Baby gue boy lho. Pasti gantenganya 11 12 sama Alvin dan lo, hm Dav udah jam 11 nih gue pulang yah. Insyaallah bulan depan kalo gue udah lahiran gue kesini lagi, okeh?"

Sebelum Echa berdiri seperti biasa dia selalu mencium nisan mendiang Davin. setiap kali ziarah dia pasti teringat kebaikan-kebaikan mendiang Davin. Tuhan lebih menyayangi cowok itu jadi tak ingin melihatnya terus menderita karena penyakitnya.

Echa berjalan pelan karena perutnya sudah membesar. Sebenarnya dia di larang Alvin untuk ziarah, tunggu sampai anak mereka lahir namun wanita itu keukeuh untuk berziarah.
Echa merasa perutnya kram, saking sakitnya dia sampai tak melihat ada kulit pisang di tanah. Echa terpeleset dan jatuh. Mang Cecep yang melihat majikannya jatuh pun langsung berlari menghampiri Echa.

"Astaghfirulloh non Echa!" Pekik mang Cecep heboh.

"Ma--ng sa--kit,"

Mang Cecep semakin takut saat melihat darah mengalir di kaki Echa. Mang Cecep pun membantu Echa berdiri kemudian membawanya masuk ke mobil. Di dalam perjalanan Echa terus merintih kesakitan, bertepatan dengan itu ponsel Echa bergetar. Alvin menelfonnya.

"Halo Cha kamu dimana?" Suara Alvin di sebrang sana.

"Hal--lo Vin, perut ak--ku sak--it,"

"Astaghfirulloh. Terus sekarang kamu dimana?"

"Ke rumah sakit Medika den Alvin." mang Cecep ikut bersuara.

"Mang Cecep bawa mobilnya hati-hati saya nggak mau istri dan anak saya kenapa-kenapa! Saya otw sekarang."

Tut

Sambungan telfon di matikan sepihak oleh Alvin. Baru saja pulang, dia mendapat kabar istrinya kesakitan. Alvin yakin Echa pasti terjatuh, karena belum waktunya istrinya melahirkan.

Akhirnya Echa sampai di rumah sakit Medika. Suster langsung membawa Echa menuju ruang bersalin. Tak lama Alvin sampai bersama bundanya, Iren, dan orang tua Echa.

"Mang Cecep kenapa Echa bisa jatuh?" Tanya Alvin.

"Maaf den Alvin. Sepertinya non Echa terpeleset."

"Kenapa mamang biaran Echa ziarah?! Saya sudah bilang jangan ziarah dulu!"

"Alvin tenangin diri kamu! Ini bukan salah mang Cecep!" Ucap Jessica.

Alvin mengacak rambutnya sendiri. "Gimana kalo Echa--"

"Jangan negatif thinking dulu Alvin! Kamu itu calon ayah, bersikaplah lebih dewasa sekarang!" Hardik Johan.

Seorang dokter paruh baya keluar dari ruang bersalin. Seketika ruangan menjadi hening karena raut  dokter itu sulit untuk di tebak.

"Keluarga pasien?"

"Saya suaminya dok,"

"Pasien mengalami benturan yang cukup keras. Sehingga saya sarankan untuk di operasi sekarang, jika tidak nyawa ibu dan bayinya tidak akan selamat."

Nafas Alvin rasanya tercekak di tenggorokan. "Lakukan yang terbaik untuk istri dan anak saya dok,"

"Baik. Kalau begitu, pasien akan kami operasi."

Epiphany (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang