Bintang melipat sajadahnya yang barusan ia pakai untuk sholat ashar. Mata melirik ke arah lala yang sudah terbangun dari tidurnya dan kini duduk sambil memainkan boneka Doraemon miliknya.
"Ma...ma..."
Lala tertawa kecil ketiak bintang mendekatinya, mengepak ngepakan tangannya agar bintang mau menggendongnya.Ada sesuatu yang terasa tidak enak di hatinya, ketika lala menyebutkan kata mama setiap kali bintang ada di dekatnya. Lala kecil tidak pernah merasakan kasih sayang mamanya, tidak pernah bermanja kepada mamanya, sedangkan bayi lainnya yang beruntung, mereka selalu berada di dekat mamanya, selalu bermanja dengan mamanya, menjadikan seorang mama sebagai mahluk tuhan yang nomor satu di dalam hidupnya.
" Ayo terus sayang... " Bintang menatih lala berjalan sambil memegangi tembok tembok kamarnya.
Omong omong tentang rumah. Sampai saat ini bintang masih berada di rumah ibunya jein. Ia tidur di kamar jein bersama Lala, sedangkan jein..? Dia tidur di kamar milik adiknya yang sudah menikah dan sekarang tinggal di Medan bersama suaminya. Setelah dua hari di sini dan keadaannya yang sudah sangat membaik baginya, walaupun linda selalu bilang bahwa keadaan belum begitu baik, tapi tetap saja bintang akan memilih pulang ke kontrakan nya esok pagi.
" Pinternya Lala...." Bintang menangkap tubuh lala yang kini berhasil berjalan hingga ke titik di mana ia duduk menunggu Lala. Tanpa di minta lala langsung mendaratkan ciumannya di pipinya kanan bintang, membuat bintang semakin gemas dengan tingkahnya.
" Sudah berapa usianya sayang..? Sudah mau setaun ya..."
"Pa..pa...pa..."
" Papanya lala mana...?"
"Pa...pa.."
"Papanya lala ada di bawah..." Bintang mengambil tubuh lala, ia mendekapnya. Sungguh tubuh bintang masih terasa lemah dan entah mengapa ia merasa sangat kesulitan ketika harus menuruni tangga sambil dengen menggendong tubuh lala.
" Lho bintang..." Jein berhenti di tengah tengah tangga ketika ia melihat bintang tengah berjalan hendak turun sambil menggendong anaknya." Sini lalanya.." ia segera mengambil tubuh lala, menjatuhkan kepalanya anaknya ke atas pundaknya. Jein menatap bintang , namun gadis itu hanya memberikan pandangannya kepada lala, kemudian kembali menunduk.
Ada yang ingin jein sampaikan, namun ia ragu harus memulainya dari mana, terlebih lagi bintang bukan seperti wanita wanita lain yang biasa ia kenal. Bintang kerap menunduk jika mereka tidak sengaja saling bertemu pandang.
" Pak, besok saya pamit pulang.."
Nah akhirnya bintang yang berbicara, bukannya seharusnya dia yang berbicara..?
" Kamu sudah baikan...?"
Bintang mengaguk.
" Tapi di rumah kamu sendirian lho, nanti kalau ada apa apa gimana..?"
" Saya sudah jauh lebih baik pak. Saya sangat berterima kasih karena bapak sudah menolong saya dan menampung saya di sini.."
Jein menggeleng tidak setuju. Kalimat apa yang barusan bintang ucapkan..? Menampung...? Bahkan jeinlah yang merasa tidak enak karena sang anak tak pernah mau lepas dari bintang.
" Semua keputusan ada di kamu bintang.."
Lebih baik kamu memutuskan untuk tetap di sini bersama ku...
" Saya sudah pikir matang matang pak. Lagi pula selama ini kalau saya sakit saya sudah terbiasa mengurus diri saya sendiri.."
" Ma...ma..ma..."
Pandangan mereka teralih kepada lala yang kini sudah membalikan hadapannya. Lala melihat mereka sambil tertawa-tawa. Mungkin ia merasa bahwa kini hidupnya sudah lengkap.