BAB 39

5.7K 257 8
                                    

Syukuran tujuh bulanan.

Bintang tersenyum senang, gamis navinya yang lebar berbentuk huruf A tetap menonjolkan perutnya yang sudah memasuki usia tujuh bulan.

Jilbab lebarnya yang berwarna kuning kunyit melambai lambai terkena desiran angin yang berasal dari kipas angin yang begitu besar.

" Bang.." bintang langsung memeluk tubuh aldo yang baru saja memasuki pekarangan rumahnya.

" Ada ibu sama yoga juga ikut "

Bintang mengaguk. " Sebagian tamu ada yang di rooftop katanya pemandangannya bagus."

" Adek udah makan ?"

" Barusan aja makan."

" Kok makin gendut ya ?".

" Kan ada baby-nya.." bintang memberengut, membuat aldo terkekeh kecil.

" Udah mau jadi ibu gak boleh ngambek kan "

" Iya, lagi di coba ."

" Dady Al.." lala berlari lari dari dalam rumah. Lalu bocah itu melompat lompat minta di gendong oleh Lala.

" Ah...tumben ini bocah gak di gendong"

" Sama papa lala di duduki di kulsi abis itu di tinggal"

" Lala berat sih.."

" Mau di gigit apa di pukul dad ?"

Aldo langsung menggeleng.
" Jangan dong"

" Jangan suka ngejek dwong"
Lala memonyongkan bibirnya.

" Cium mau ?"

" Mau..!" Lala semakin semangat memonyongkan bibirnya.

" Gak boleh genit sayang" peringat bintang.

Lala cemberut.
Aldo langsung mencium kedua pipi milik lala, membuat bocah itu kembali tersenyum. Bintang hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat reaksi lala yang yang begitu agresif terhadap lelaki, apalagi kalau ganteng.

" Lala mentel benget sih.."

Jein bertolak pinggang melihat anaknya yang tak henti hentinya tersenyum setelah di cium oleh Aldo.

" Jangan ambil lala.." teriaknya ketika kaki jein mulai melangkah mendekati mereka.

" Gr amat sih.." jein menarik pelan hidung anaknya, walaupun pelan tetap saja membuat hidung bocah itu yang putih menjadi kemerahan.

" Dad, cium lagi hidungnya biar gak merah ."

" Astagfirullah..ini anak.."

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

Jein hanya duduk menemani bintang untuk duduk di bawah saja. Beberapa kali bintang meringis karena perutnya yang terasa di tendang tendang oleh bayi kecil yang yang masih di dalam perutnya.

Para tamu yang muda lebih banyak menghabiskan waktu acara di rooftop, selain udara yang udaranya terasa segar, dari sana juga mereka dapat melihat pemandangan yang indah.

" Mas.." jein menatap bintang yang juga menatapnya dengan pandangan yang sudah berkaca kaca.

" Masih nendang ya ?"

Bintang mengaguk.

" Aduh.."

Jein bingung sendiri ketika bintang kembali mengaduh. Sebagai dokter dia sendiri bahkan bingung harus melakukan apa.

" Kita ke kamar aja ya ?"

Bintang menggeleng.
" Gak enak sama tamu tamunya"

Jein menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebagai melampiaskan rasa gelisahnya. Jein turun dari duduknya dari berjongkok di depan sang istri yang matanya masih berkaca kaca.

" Papa bacain surah Ar Rahman ya "
Jein mulai mengelus ngelus perut buncit bintang dengan mulut yang terus merafalkan surah Ar Rahman untuk menenangkan sang bayi yang saat ini tengah aktif aktifnya menendang perut sang istri.

Di sana, di sebuah kursi yang berjarak sedikit jauh dari mereka duduk, ada aldo yang tengah tersenyum menatap ke arah mereka dengan perasaan yang cukup lega.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

" Hai ..." Bintang yang sudah ingin bangkit dari duduknya harus kembali duduk dan melihat siapa yanh barusan saja menyapanya dengan begitu lembut.

Bukan hal yang baik.

Itu yang ada di pikiran bintang.
Wanita di hadapannya itu tersenyum mengejek ke arah bintang. Dengan pakaian gamis yang putih dan jilbab pasmina yang berwarna coklat susu itu membuat kecantikan wanita itu semakin bertambah, terlebih lagi perut wanita itu yang terbilang langsing. Dan mungkin itu pula yang menyebabkan wanita itu tersenyum mengejek ke arah bintang yang saat ini tengah berbadan dua.

" Lama tidak bertemu bintang akana "

" Mbak niar "

Wanita itu kembali tersenyum.
" Ku pikir lupa "

Tubuh bintang menegang. Membuat wanita itu terkekeh kecil, seperti menikmati setiap raut ketakutan yang di tunjukkan oleh bintang.
" Gendut kayak badut" ucapnya dengan nada geli.

Pandangan bintang turun ke perutnya yang membuncit. Memang begitu besar, namun bintang tidakp pernah mendengar perkataan buruk yang seperti barusan niar katakan kepadanya. Terlebih lagi bintang memang bersyukur dengan kehamilannya ini.

" Sayang...."
Jein datang dengan membawa sepiring sate untuk jeun. Dengan mata yang memang masih sangat bagus, membuat jein sudah dapat melihat kehadiran niar sedari jauh tadi.

" Hai..dokter jein ?"

Tidak ada balasan sama sekali yang di keluarkan oleh jein. Lelaki itu sangat sulit untuk mengeluarkan suaranya untuk seorang perempuan yang satu tahun lalu ia tinggalkan demi wanitanya. Bintang.

Satu yang harus jein lakukan, yaitu membawa istrinya pergi dari tempat itu. Ia tidak tidak ingin terjadi apa apa dengan anak dan juga istrinya, sebisa mungkin ia harus bisa membawa istrinya pergi dari hadapan  wanita yang pernah ia sakiti.

" Kita ke kamar ya..!"

Tidak ada sahutan dari bintang, wanita itu hanya menurut ketika tubuhnya di giring ke dalam rumah untuk masuk ke dalam.

" Tunggu..!"

Niar menahan lengan bintang yang tubuhnya hampir berbalik dengan sempura untuk meninggalkannya.

" Begini sambutan untuk seorang tamu ?"

Jein mendengus, bahkan jika perlu di ingatan. Sudah sedari awal tidak ada sambutan yang baik dari dirinya untuk Niar.

" Mas..kita di sini saja!"
Tangan bintang yang lembut dan sedikit dingin itu menyentuh pergelangan tangan yang yang tertutupi lengan panjang.

Memang sudah pasti tebakan jein, bintang pasti akan mudah terpengaruh dengan apa yang di katakan oleh Niar. Justru itu juga yang membuat takut. Takut jika nanti perkataan niar yang akan menyinggung hati istrinya yang saat ini tengah sensitif sensitifnya.

"Masih seperti dulu ya ?" Niar melipat kedua tangannya ke dada, meninggalkan kesannya yang terlihat amat angkuh.

" Lugu....atau bego...?"




🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Assalamualaikum..

Wulan kembali.

Jangan lupa kewajibannya terhadap Allah SWT

perawat idaman ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang