"hallo Lala..." Jein berjengit ketika secara tiba tiba bintang sudah ada di sampingnya dan melambai lambaikan tangannya pada lala, membuat anaknya itu semakin berceloteh ria.
"Ma...ma...ma..ma..."
Jein tidak suka hal itu. Keadaan yang seolah olah Lala menyebut bintang adalah mamanya.
" Lucu banget sih. Pengen di bawa pulang jadinya"
" Kalau kamu mau kamu seharusnya buat sendiri.." nada jein sedikit lebih tinggi ketika mengucapkan kalimat itu. Membuat bintang tersentak. Entah mengapa ucapan jein begitu menusuk ke relung hatinya.
Apa katanya...?
Buat sendiri...?
Perlahan bintang melangkah mundur, ia menatap mata jein yang penuh amarah. Sampai sampai ia tak sanggup lagi menatapnya.
Apa salahnya..?
Kenapa jein begitu marah...?
" Apa yang kamu lakukan jein..?" Seseorang menghentikan langkah bintang. Ia tau suara itu adalah suara linda, ibunya jein. Wanita paruh baya itu memegang tangan bintang, membuat bintang tidak bisa berkutik untuk pergi dari ruangan itu.
" Seharusnya jein yang bertanya ke mama..?" Ucapannya yang setiap katanya penuh penekanan, harus membuat mata bintang terpejam.
Dia tidak tau apa yang terjadi saat ini. Tapi yang ia ketahui seharusnya ia tidak berada di sini, sebab ia bukanlah bagian dari keluarga ini.
" Kamu gak mampu ngerawat Lala dengan baik.."
Jein menggeram. Apa maksud perkataan mama...?
" AKU INI PAPANYA MA..." Suara jein meninggi, membuat lala yang ada di dalam dekapannya menangis dengan keras karena terkejut.
Bintang ingin mengambil lala dari dekapan jein, karena sungguh dia merasa tidak tega melihat lala yang menangis sebegitu kerasnya. Namun ia mengurungkan niatnya, ia tidak mau amarah jein semakin menjadi, jadi lebih baik dia di sini saja, di samping linda." Kamu menyakiti....." Bintang mengusap bahu linda, memberi isyarat agar wanita paruh baya itu tidak melanjutkan kalimatnya atau ia akan menyulut emosi jein.
" Tidak sudah lah, biarkan pak jein menenangkan Lala. Lagi pula tidak baik ribut di depan anak kecil".
Bintang membukukkan tubuhnya, isyarat karena dirinya akan pemit keluar dati ruangan ini yang entah mengapa terasa menyesakan secara tiba tiba.
Langkah bintang menuntunnya keluar dari ruangan itu. Menyisakan ruang untuk anak dan ibu itu serta seorang cucu yang masih belia.
" Bintang gak tau apa pun. Kalau kamu marah kamu bisa marah dengan mama saja"
💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐
Bintang gak tau.
Ia gak tau sama sekali kenapa jein bisa semarah itu kepadanya padanya. Tatapan lelaki itu seolah olah jijik melihatnya. Apakah dia melakukan kesalahan. ?Tapi kesalahan apa yang telah ia perbuat..?
Kenapa jein juga membentak mamanya..?
Bintang menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi saat ini.
Allahuakbar Allahuakbar...
Allahuakbar Allahuakbar..
Suara azan menyadarkan bintang bahwa saat ini sudah waktunya bagi ia dan semua ummat muslim lainnya untuk menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah.
Ah... bintang memang sangat butuh hal itu. Ini memang saatnya dia bermanja manja dengan Tuhannya.
Ia melangkah menuju sebuah mushola yang di sediakan di rumah sakit. Perlahan lahan bangunan penuh damai itu di penuhi oleh orang orang yang ingin menunaikan shalat dzuhur. Namun...