Rachel melompat dari salah satu jendela gedung. Dia langsung berlari, menjauh dari gedung. Dia bisa mendengar secara samar, terdapat suara saling teriak-meneriak.
Mungkin mereka sudah sadar dengan keberadaanku yang menghilang.
Gedung itu terletak di tengah-tengah pegunungan. Rachel bisa memperkirakan itu karena terus berlari hingga akhirnya dia sampai di sebuah jalan raya. Dia mengatur napasnya yang memburu, melihat ke belakang dan tidak menemukan siapapun. Tidak ada yang mengejarnya.
Rachel menggunakan hoodie jaketnya lalu bersembunyi di salah satu pohon. Tidak lama, dia melihat sebuah truk yang melintas, truk itu melewatinya dengan kecepatan sedang. Rachel keluar dari tempat persembunyiannya dan mengejar truk tersebut.
Saat jaraknya dekat dengan dirinya, Rachel melompat lalu mendarat di belakang truk tersebut. Rachel duduk di bagian belakang truk itu, dia melihat ke sekeliling. Sejauh ini dia masih aman, Rachel membuka hoodie jaketnya lalu mengistirahatkan tubuhnya.
Dia harus memastikan bahwa dia bisa pergi dari daerah ini, jangan sampai dia tertangkap lagi. Sudah cukup dia mendengarkan tentang harga jual dirinya, dia tidak mau mendengar itu lagi.
-TRUE-
"Tapi, bisa saja Rachel salah lihat dan kami sedang berhalusinasi jadi poto itu mirip dengan Kak Zana." Emily memberikan penjelasan kepada Leslie agar tidak terlalu berharap. Emily tahu, Leslie sangat berharap bahwa Alex masih hidup di suatu tempat.
"Aku ingin sekali berpikir seperti itu, tapi penglihatan Rachel adalah bukan hal yang patut untuk diragukan. Hal sekecil apapun, sejanggal apapun, dia bisa melihatnya."
Emily menggigit bawah bibirnya, dia menunduk. Dia tidak bisa mengelak, itu faktanya. Penglihatan Rachel adalah senjata utamanya. Secepat apapun, sekecil apapun, Rachel akan menyadarinya. Leslie mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
Leslie membuka sebuah aplikasi, ia melihat pergerakan sebuah panah menuju ke arah kota. "Cepat sekali, aku kira akan sedikit lebih lama," gumam Leslie.
Leslie memasukkan kembali ponselnya lalu menatap Emily yang sedang menunduk. Dia menjauhi Emily lalu pergi menuju kamarnya, tidak lama, dia keluar dengan sebuah jaket hitam dan senapan berwarna selaras dengan jaketnya.
Leslie menepuk bahu Emily, Emily mengangkat kepalanya lalu menatap Leslie yang sedang tersenyum tipis. "Ayo, kita jemput Rachel. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya."
-TRUE-
Alula menghela napas. Sedari tadi, dia terus menerus berguling di kasurnya. Tidak ada kerjaan yang bisa ia lakukan, dia merasa bosan. Alula mengambil ponselnya, awalnya dia berniat untuk menelpon Leslie tetapi matanya tertuju pada sebuah kontak di ponselnya.
Ramon
Alula menekan kontak tersebut lalu menelponnya. Di dering ketiga Ramon mengangkat telponnya.
"Ramon? Apa aku menganggumu?"
"Tidak, kebetulan aku baru saja selesai rapat. Ada apa?"
"Aku hanya ingin mendengar kabarmu, apa kau masih berusaha untuk mencari keberadaa Alex?"
"Tanpa aku jawab, kau pasti sudah tahu kan jawabannya apa? Walaupun Leslie sudah ditemukan dan dia membawa dua kenalannya, tapi aku masih ingin mencarinya dengan usahaku sendiri."
Alula bangun lalu berjalan menuju jendela kamarnya. "Kau lelaki yang baik, bahkan kau mau mengurus perusahaan Alex."
"Hanya ini yang bisa kulakukan untuk melampiaskan kerinduanku terhadapnya."
Alula terkekeh, dia berdiri di depan jendela kamarnya. Dia bisa melihat mobil berlalu lalang di bawah sana. "Ramon, kau tahu, sepupu kami, yang seharusnya terbunuh di gedung itu, dia masih hidup sampai sekarang. Kau mungkin bisa menemukan beberapa informasi daria dia dan bisa menebak apa yang akan dia lakukan ke depannya."
"Aku akan berusaha untuk itu, terima kasih untuk informasinya."
Alula tertawa, "Hanya itu yang bisa diberikan oleh seorang burung yang tersangkar. Semoga beruntung, Ramon."
Alula mematikan panggilannya. Alula berbalik lalu pergi keluar dari kamarnya, mungkin dia bisa melakukan sesuatu dengan computer yang berada di ruangan tersembunyi yang berada di apartement ini.
-TRUE-
Rachel turun dari truk saat melihat keramaian. Dia langsung berbaur dengan sekitarnya dan berpura-pura sebagai pejalan kaki biasa. Rachel membuka jaketnya dan mengikatnya di pinggang.
Dia mengeluarkan ponselnya lalu memainkannya. Ia terus berjalan hingga akhirnya sampai di sebuah café, dia melihat ke dalam café tersebut dan terlihat tidak terlalu ramai.
Rachel memasuki café tersebut dan duduk di meja paling pojok dan tersembunyi. Seorang pelayan langsung menghampirinya dan menyerahkan buku menu pada Rachel.
"Selamat malam, Nona. Nona ingin memesan apa?"
Rachel membuka buku menu, dia memegang dagunya, berpikir ingin memesan apa. Setelah itu, Rachel memberikan buku menu tersebut ke pelayan tersebut. "Berikan aku menu favorit di sini saja," ujarnya sambal tersenyum manis menatap si pelayan.
"Baik, tunggu sebentar, ya." Pelayan itu meninggalkan Rachel. Rachel langsung membenarkan tatanan rambutnya yang dia yakini sedikit berantakan karena aksi kaburnya barusan.
Suara bel pintu café terdengar. Rachel sedikit melirik dan membelalakkan matanya saat tahu siapa yang masuk. Dia berusaha untuk berperilaku setenang mungkin. Orang itu duduk di sebelah meja Rachel.
Rachel mengeluarkan ponselnya lalu memainkannya, diam-diam dia mendengarkan apa yang dibicarakan oleh orang itu.
"Sayangku, apa café ini tidak terlalu murahan untuk kita?" wanita itu bertanya kepada orang disebrangnya.
Dia tertawa, "Tentu tidak, ini cocok untuk kita agar bisa menikmati makan malam berdua dengan nuansa anak muda."
"Ya ampun, Archard! Kau ada-ada saja."
Rachel tetap sibuk dengan ponselnya, seorang pelayan menghampirinya dan meletakkan pesanannya. Rachel tersenyum lalu langsung memakannya saat pelayan itu pergi.
"Kau hari ini tampak sangat sibuk dan kelelahan, apa kau sedang mengerjakan projek baru?"
"Bukan projek sebenarnya, tapi aku sedang mengurus beberapa tikus kecil yang ingin mengacaukan bisnisku." Archard memegang sebelah pipinya yang terluka.
"Apa mereka juga yang menyebabkan kau mengalami luka seperti itu?" wanita itu terdengar prihatin dan juga khawatir.
Archard mengangguk, "Ya, dia yang mengakibatkan luka di pipiku ini. Tapi, sebentar lagi tikus-tikus itu akan aku bunuh."
Wanita itu menunjukkan raut girang dan memuji Archard. Rachel berdiri saat dia merasa bahwa dia sudah menghabiskan semua pesanannya. Dia berjalan ke luar café lalu pergi menuju sebuah tempat.
Rachel terus berjalan hingga akhirnya tanpa ia sadari, dia sampai di sebuah taman. Tamannya kosong dan benar-benar gelap, sepi, tidak ada siapapun.
"Akhirnya aku menemukanmu, susah sekali menemukanmu, ya?"
Rachel berbalik dan melihat Leslie dan Emily berada di belakangnya. Rachel tersenyum dan mengaruk tengkuknya dengan kaku. Leslie mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan sebuah poto.
"Aku ingin kau menjelaskan poto ini kepadaku." Leslie menatapnya tajam. "Sejelas-jelasnya."
Rachel tersenyum, "Kebetulan sekali, aku juga ingin membicarakan sesuatu kepadamu." Rachel menyeringai, seringai yang selalu dia keluarkan jika menemukan informasi yang sangat berharga. "Kau akan berterima kasih kepadaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUE [End]
ActionAlexandra Farzana Camron diasingkan dari keluarganya karena dianggap hanya memalukan nama keluarga. Dia berprofesi menjadi seorang CEO di salah satu perusahaan terbesar didunia. Disampingi dengan profesinya sebagai model dan youtubers. Keluarganya t...