✔️35. Perasaan yang sesungguhnya

109 12 0
                                    

"Nilo! Lo kemana aja?" ujar Fayra sesaat ia sudah berada di bawah mengampiri Nilo yang berdiri dengan wajah yang kusut.

Nilo tidak menyahut lantas memeluk Fayra dengan eratnya.

"Fay." Nilo bersuara dengan lirih.

Fayra melepas pelukan mereka sembari menarik Nilo ke dalam rumahnya. Kahar sedang tidak ada di rumah.

"Kenapa, Nil? Apa yang terjadi?" tanyanya sesaat meletakan air minum untuk Nilo.

"Gue.." Nilo tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Ia ragu.

Fayra memegang tangan kiri Nilo.
"Nil. Lo sahabat gue. Apapun yang bakal lo ceritakan ke gue. Gue pasti dengarkan." Fayra meyakinkannya.

"Gue suka cowok, Fay. Gue Gay." sehabis itu air mata Nilo jatuh. Nilo menangis. Seorang Nilo yang berperawakan maskulin dengan garis wajah yang sempurna menangis. Oke, no body is perfect.

"Zidan?" Nilo menoleh sepenuhnya mendengar nama itu disebut.

"Zidan juga suka sama lo, Nil."

"Lo--lo nggak---"

"Tempo hari Zidan cerita tentang perasaannya ke lo. Cuma Zarra yang waktu itu bisa ngertiin. Gue enggak. Tapi... Setelah gue pikir baik-baik. Hal itu sebenarnya nggak salah. Tapi juga nggak sepenuhnya benar. Gue sempat mikir di mana letak salah dan benarnya. Dan yang gue dapat dalam sebuah kisah adalah dari ceritanya kaum nabi Luth. Yang gue tangkap dari kisah itu adalah, mereka bukan cinta yang sebenarnya. Melainkan kelainan hawa nafsu. Nafsunya yang salah. Bukan cintanya.

"Dan... menurut gue, yang gue lihat dari kalian berdua itu adalah.. lo berdua saling mencintai. Gue ngelihat sendiri adanya ketulusan di mata kalian. Gue nggak bisa buat hakimin perasaan itu. Gue nggak bisa nilai semua itu. Gue nggak berhak." Fayra mengentikan kalimatnya ketika Nilo memeluknya begitu erat.

Tanpa Fayra duga ia juga menyadari perasaannya.
Rasa sakit itu.
Bukan iri.

Tapi,
Karena ia menyukainya.

Everything is nothing [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang