Jeyar membuka gerbangnya sementara Fayra masih terdiam bingung di tempatnya. Jeyar berjalan menyeberang mengampiri.
"Lo ngapain di sini?" tanyanya lagi.
"Ah.. Eeh.. anu.."
"Lo nyariin gue?" potong Jeyar tepat sasaran membuat Fayra makin dibuat bingung mencari alasan dan terpaksa ia mengangguk mengiyakan dengan sedikit cengiran di wajahnya.
"Mau masuk dulu?" tawar Jeyar.
"Boleh?" tanya Fayra malu-malu. Ia sadar betapa senangnya ia sekarang bertemu Jeyar tepat didepan matanya.
Jeyar tidak menyahut lantas berbalik dan membuka pagar sedikit lebih lebar. Jeyar memberi kode untuk Fayra memasukkan motornya.
Skip.
Belakang rumah.
"Lo dirisak lagi?" tanya Jeyar tiba-tiba dengan meletakkan segelas jus apel dan sepiring mangga.
"E-sudah nggak lagi, Kak. Mereka juga sudah dapat peringatan."
"Syukurlah."
"Eng, Kak. Katanya orangtua, Kakak.. Aku turut berduka ya, Kak. Maaf baru tahu sekarang."
"Nggak perlu minta maaf. Gue sengaja buat nekan berita itu agar nggak terlalu menyebar di sekolah."
Fayra mengangguk-nganggukan kepalanya meskipun penasaran dengan apa alasan Jeyar yang tidak ingin banyak orang tahu perihal orangtuanya.
"Sekarang Kakak tinggal sendirian?""Sam---"
"Jeyar, bisa saya pinjam ruang novelmu?" tanya Liliam tiba-tiba dari balik pintu belakang.
"Ya, Kak. Buka aja."
Fayra refleks menoleh ke orang yang bicara dengan Jeyar, belum sempat ia melihat wajahnya, Liliam sudah membelakanginya.
"Bukannya Kakak anak tunggal?"
Jeyar menyipitkan matanya menatap dalam ke wajah Fayra yang merasa keceplosan.
"Sepertinya lo tahu sesuatu tentang gue."
"Emm...emang Kakak nggak ingat sama aku?"
Jeyar menggelengkan kepalanya perlahan merasa tidak ingat sama sekali.
"Sepuluh tahun lalu, Kak. Di jalan sempit itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything is nothing [Completed]
Teen FictionAku.. ingin akhir yang bahagia. copyright© ringjump/votavato 2019 All Right Reserved