✔️13. Jeyar

231 24 1
                                    

Jeyar POV

Langit malam ini sangatlah gelap tanpa bintang satupun. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Satu hal yang paling kusuka ketika gelap adalah, kunang-kunang peliharaanku menjadi sedikit lebih terang dibanding biasanya ketika ada bulan dan bintang. Ya, tongkat jaring yang pernah kupegang saat di episode pertama itu bukan untuk menangkap ubur-ubur, melainkan kunang-kunang. Aku tidak bodoh untuk menangkap kunang-kunang pada siang hari karena pasti tidak akan kelihatan. Selain kunang-kunang, aku juga memelihara belalang yang tubuhnya besar. Ketika orang lain memelihara peliharaan yang hewani, seperti kucing, anjing, kelinci atau jenis ikan lainnya. Aku justru hal yang sangat jarang dilakuin oleh sebagian orang. Tapi aku suka. Apalagi kalau belalangnya dijadikan sate. Rasanya persis seperti daging ayam. Sayangnya aku tidak bisa memakan daging kunang-kunang juga.

"Jey?" panggil mama dari balik pintu balkonku. Aku memang tidak pernah mengunci kamar karena mama sering datang untuk memberikan susu coklat kesukaanku.

"Iya, Ma?" sahutku yang masih duduk di atap samping balkon.

"Bagaimana sekolahnya hari ini?" tanya mama seraya mengampiri dengan duduk di bangku yang dekat dengan dinding sambil meletakkan segelas susu coklat. Aku beranjak mendekat saat melihatnya.

"Baik, kok, Ma." sahutku sebelum meminum susu.

"Terus dari mana memar yang baru itu?" tunjuk mama pada lengan kiriku karena kemarin belum ada memar disitu. Pula, memar di rahangku saja masih belum hilang. Untung aku cukup pandai menutupinya.

Aku tidak langsung menjawab. Aku berpikir mencari alasan.

"Jujur sama mama, Jeyar. Kamu berantem lagi?"

Aku menggeleng.

"Lalu, anak yang kamu tolong kemarin dirisak lagi?"

Everything is nothing [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang