✔️39. Serangan

119 11 0
                                    

"Jey!" Biru datang sambil membawa setusuk gurita bakar di tangannya. Ia lalu mengampiri.

"Nih, makanan kesukaan lo. Kita baru mesan. Kalau mau lebih, buruan ke depan." unjuknya pada Jeyar yang langsung disambut Jeyar dengan matanya yang berbinar.

"Satu doang gue mana cukup. Ke depan yuk, Fay, ayo!" ajak Jeyar sembari menarik tangan Biru dengan sambil mengigit guritanya.

"I-iya." sahut Fayra sekenanya.

Fayra menatap nanar pada gandengan tangan Jeyar pada Biru. Ia lalu menatap kedua tangannya sendiri sembari menghela napas berat.

"Harusnya gue nggak begini," batinnya sembari beranjak dengan langkah gontai.

__________

"Nggak semua buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, Jey. Bisa aja Fayra jatuh jauh karena ditiup angin?" komentar Biru sesaat ia mendengarkan Jeyar bercerita tentang dibalik celakanya kakak dan orangtuanya.

"Iya, gue tahu itu. Gue juga tadinya mikir gitu, Ru. Cuma--"

"Lo nggak percaya Fayra?"

"Bukan nggak percaya, tapi kan--"

"Gue percaya Fayra nggak ada sangkut pautnya sama orangtuanya. Lo lihat sendiri kan betapa polosnya dia? Dan sebetapa penakutnya dia kemarin."

"Kalau dia cuma pura-pura gimana?"

"Jey, lo itu teman kecilnya Fayra. Fayra udah lama kehilangan lo. Masa lo tega nuduh Fayra begitu setelah sekian lama lo baru datang? Percaya sama gue, Fayra nggak gitu." Biru memegang kedua pundak Jeyar. Ia menatap dalam pada mata coklat gelap itu.

Sret!
Sebuah pisau kombat tertancap ke dinding beton. Nyaris saja kepala Jeyar pecah kalau saja Biru tidak segera menarik Jeyar kurang dari dua detik.

"Jeyar, lo nggak apa-apa?"

Everything is nothing [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang