"Fay? ...Ah, ya, gue inget, Lo dulu yang bocah kurus macam lidi itu, kan? Yang sering diusilin sama anak-anak cowok." Fayra mendengus begitu mendengarnya. Ia tidak ekspek kalau bagian yang paling diingat Jeyar adalah yang itu.
"Emm." sahutnya akhirnya.
"Astaga! Asli muka lo itu sangat berbeda jauh, Fay. Gue aja sama sekali nggak ngenalin lo. Lo pernah oplas di Korea, ya?"
"Sembarangan. Dari dulu mukaku emang kayak gini kali. Ck, ah, ternyata cuma aku aja yang ingat sama muka Kakak."
"Gue minta maaf. Gue---"
"Nggak apa-apa, Kak. Yang penting sekarang Kakak sudah tahu aku."
Jeyar memperhatikan Fayra dari bawah ke atas. Fayra sangat cantik meski tidak semanis Biru. Ah, kenapa tiba-tiba Jeyar membandingkan mereka? Macam laki-laki hidung belang saja.
"Omong-omong yang tadi itu siapa, Kak?" tanya Fayra penasaran.
"Itu Liliam. Orang kepercayaannya orangtua gue."
"Ohh." Fayra mengangguk seraya meraih gelas jusnya kemudian meminumnya hingga habis.
____________
Hari ini Jeyar sudah kembali masuk ke sekolah. Namun ada yang berbeda dari penampilannya. Wajah Jeyar sudah tak seputih patung porselin lagi, ia sudah membuat wajahnya terlihat hidup dengan riasan wajah yang diajarkan oleh Biru. Tentu saja hal itu tidak menampik orang-orang untuk tidak melihat ke arahnya. Meskipun Jeyar tidak menyukai menjadi pusat perhatian, tetap saja takdirnya mengharuskannya terlihat seperti selebriti. Selagi tidak merugikan tak apalah, pikirnya.
Fayra tersenyum kala mendapati Jeyar yang berjalan melewati lorong menggunakan skateboard-nya. Pemandangan itu kembali ia dapatkan.
Jeyar memberhentikan jalannya skateboard tepat di hadapan Fayra.
"Hai!" sapanya dengan senyuman cerah membuat Fayra terpesona dibuatnya.
"Fayra ingat gender." suara pikiran Fayra membuatnya tersadar untuk kembali menyapa.
"Hai juga, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything is nothing [Completed]
Roman pour AdolescentsAku.. ingin akhir yang bahagia. copyright© ringjump/votavato 2019 All Right Reserved