Emilia sangat sulit bergaul. Entah gimana dia akan mencari seorang teman yang bisa diajaknya berbicara ataupun bermain.
Sudah sebulan Emilia bersekolah di Summerhill Collage, tapi tak ada seorangpun yang ingin berteman dengannya. Kesepian membuatnya tak menyerah, dia masih berjuang untuk mencari teman baru.
Hari ini, ketika pulang sekolah, Emilia mendapat tugas piket kelas dari wali kelas. Dia sudah memegang sapu yang ada di tangannya itu.
"Oh ya Diana, Lea..dan R..Roy juga.." sahutnya langsung mencari orang-orang yang barusan disebutkannya tadi, karena hari ini mereka juga mendapat tugas piket dari wali kelas.
Ketika berada di koridor sekolah, Emilia melihat Diana, Moly, Jessie, dan Lea yang sedang kumpul sambil gosipin sesuatu. Dengan berani Emilia mendekati mereka.
"Kau tahu? hidupnya memang gak beruntung..udah ditabrak mobil terus tertimpa dahan kayu, dann.. blamm.. hancur tangannya haha!"
"Hahaha!" Moly, Nichole, dan Jessie ikut tertawa.
"Anu..kalian membicarakan soal apa?" tanya Emilia yang membuat mereka kaget.
"Cihh!" Moly yang lihat itu langsung mengalihkan pandangan.
"Hahhh.. ya pasti kami membicarakan tentang kecelakaanmu beberapa minggu yang lalu, bodoh!" cetus Diana jengkel.
"Ehh..ituu..."
"Mau apa kau datang ke sini? Ngerusak pemandangan tau! Tangan setan!" timpal Nichole ikutan.
"Akkuuu.. cuma mau mengajak Lea dan Diana untuk menyelesaikan tugas piket yang disuruh wali kelas" terang Emilia sedikit takut melihat muka seram mereka.
"ARGHH!! Kau sendiri saja sana ngerjainnya, kami sibuk mau kerja kelompok" celoteh Diana, lalu dia berbalik meninggalkan Emilia dan temannya itu.
"Tt..tunggu dulu! Bukankah mebersihkan adalah suatu hal kebaikan, membuat orang menjadi nyaman" ujar Emilia sambil menyodorkan sapu yang sudah dipegang di tangan kanannya itu.
Langkah-langkah Diana pun berhenti, dia langsung berbalik.
"Aku gak mau kerja sama dengan kerangka hidup sepertimu!" bentak Diana kasar sambil menangkis sapu itu dengan tangannya. Sapu itu pun jatuh tergeletak di lantai.
"Cabut yuk!" ajak Moly lalu berjalan. Tapi langkahnya berhenti sejenak lalu menoleh sedikit ke Emilia sambil berkata "Jangan sok bersih dan baik", Emilia tetap sabar, dia hanya menunduk melihat nasibnya yang sangat menyakitkan itu,
Tapi tak dengan seorang cewek yang masih beridiri diam menyandar di tembok.
"Fyuhhh.. kalau kau selalu begitu.. masa depanmu gak bakal maju, Lia. Aku tahu perasaanmu, aku juga punya perasaan" ucap Lea, dia pun berjalan mendekati Emilia.
"Aku cuma butuh teman" lirih Emilia masih menunduk, menahan air mata yang berusaha keluar dari kedua kelopak matanya.
"Iya.. iyaa.. aku dengar.. jangan menunduk dan jangan menyerah! Jika kau tetap seperti itu, hidupmu gak bakal berubah, aku yakin seratus persen"
"Eh?" Emilia langsung menatap muka Lea, air matanya itu pun jatuh.
"Sudah kubilang aku ini orang yang punya perasaan"
"Baguslah kalau begitu" ucapnya lalu jongkok dan memegang sapu. Tiba-tiba ada tangan lain yang ikut menyentuh sapu itu.
"Ayo selesaikan tugas piketnya!" ajak Lea tersenyum, membuat Emilia bangga.
"Ya.. makasih" terukir senyuman indah di muka Emilia yang selama ini jarang ada.
"Lea! Kau mau berteman dengan orang menjijikkan itu?" tanya Jessie yang berhenti lalu berbalik ke arah Lea dan Emilia.
"Kalau aku katakan iya?"
"Biarkan saja dia Jes! Hoi Lea! Jangan pikir kami akan mengikutimu, kami juga bisa mengerjakan tugas tanpa menyontek padamu! Jangan berlagak sombong hanya karena kau siswi terpintar!" celoteh Moly.
"Aku gak sombong kok, ih! hushh! Hush! Pergi kalian!" usir Lea dengan santai, dia memang cewek pemberani yang lebih menegakkan keadilan.
Ketika sedang piket, tiba-tiba saja pintu kelas dibanting oleh seseorang dengan kasar.
"Duhh!! Diana sialan! Kalau saja dia gak bersama Moly pasti udah kuhabisi" ucap Roy yang baru datang dan membanting pintu tadi.
"Kau takut dengan Moly ya? Atau suka? Akhir-akhir ini kau selalu mendekatinya" celetuk Mark.
"Hahh diam ah! Dari pada kau suka dengan Emilia si kerangka hidup!" protes Roy kesal.
"What? Emilia? Mana mungkin aku mau sama cewek buntung itu! Udah pendek, tulisan jelek, gak terlalu pintar, dan selalu buat masalah. Bahkan aku jijik lihat tangan kanannya itu" tanpa mereka berdua sadari kalau Emilia dan Lea yang ada di kelas itu mendengar pembicaraan mereka berdua.
"Terserah kau lah"
"Tenang Roy.. aku bakal bantuin kau piket, cuma bantuin lihatin aja sih.. gak nolong" sahut Mark cengengesan lalu lihat ke kelas. "What?" ucap Mark kaget karena ada Lea dan Emilia yang memerhatikan mereka.
"Cih! Lebih baik kau pulang aja sana! Kau lihatin apa? Kok melotot gitu?" Roy pun ikut memandang apa yang dipadang Mark. "Anjir! mati kita" ucap Roy kaget.
"Sabar ya Lia.. aku bakal urusin yang satu ini, tunggu di sini!" sahut Lea lalu berjalan dengan seram ke arah Roy dan Mark sambil membawa sapu, sapu itu dianggapnya kapak untuk membelah kepala Roy dan Mark.
Ketika Lea sudah berada di depan Roy dan Mark, dia langsung menyodorkan sapunya di depan muka Roy.
"Paan sih?" pertanyaan itu keluar dari mulut Roy, udah kesal diambah kesal.
"Piket lu anj*ng!!!!!" ketus Lea langsung memukul bokong Roy dengan sapu. "Cepat temenin Emilia ambil air untuk menyiram bunga!" pinta Lea kasar.
"Iyaa.. aw sakitt!! Sabar.. kenapa harus sama kerangka hidup?" lirihnya langsung duluan ambil air.
"Kau bilang apa tadi?" ancam Lea menyodorkan sapunya lagi.
"Gakk..! Biar aku saja yang ambil airnya, dia tinggal menyiramnya" Roy pun meninggalkan kelas itu sambil membawa dua ember.
Tak lama kemudian, dia kembali dengan muka gak ikhlas karena mengangkat dua ember yang terisi air penuh.
"Woi Mark! Bantuin ih! Tinggal bantu bawain yang satunya lalu taruh di sana, pelit amat sih kau!" gerutu Roy, tapi Mark tak memperdulikan sahabatnya itu.
"Olahraga dulu! Biar tubuhmu bagus!" celetuk Mark.
"Sini! Biar kubantu" sahut Emilia datang membawa ember satunya. Roy langsung melepaskan ember satunya, lalu meninggalkan Emilia begitu saja.
"Bego amat sih elu! Bantuin dia kek" cerocos Lea ke Mark, entah kata-kata apa yang nanti keluar dari mulutnya Mark. Mark hanya menghela nafasnya lalu..
"Aku gak piket hari ini, jadi aku gak piket.. ya gitu..Lagian aku gak mau bantu tangan buntung itu" ledeknya.
"Sekali lagi kau mengejeknya. AKU SUMPAHIN KAU AKAN MENCINTAINYA!" teriak Lea yang membuat Roy yang duduk langsung ngintip mereka berdua, sedangkan Emilia yang sedang menyiram bunga itu menoleh ke sumber suara.
"Hey? Najis banget!" protes Mark.
"Yapss.. kau udah kena sumpah karena telah mengejeknya barusan" cerocos Lea. "Tenang saja tuan Feehily! Saya akan membantu Emilia agar membuatnya jatuh cinta padamu juga" sambung Lea sambil mengelus pundak Mark.
Mark hanya memasang wajah jijiknya itu, dan sempatnya dia nyengir ngejek sehingga mendarat tamparan keras di pipi kanannya.
Plakk!!
R.I.P Mark Feehily
Wkwk canda doang gaes.. partnya agak panjang dari sebelumnya, yamaap..
#Vote #Comment
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER RAIN [END]
RomanceMemiliki tubuh yang tak sempurna mungkin sebuah nasib. Tapi, kedua orang tuanya tak tinggal diam. Mereka mencari cara tuk membuat Emilia terlihat seperti semula. Berhasil? Ya. Siapa sangka kalau perempuan seperti Emilia memiliki kerangka besi tang...