"SEMUANYA LARI! JIKA TIDAK KITA AKAN MATI KARENA LEDAKAN!" teriak salah satu seorang.
"KALIAN TERLAMBAT! Kouta! Bawa Bryan!" Hasegawa langsun melempar Bryan ke Kouta. Sementara itu dia melempar granat ke arah Mark dan perempuan itu.
Mark tak diam, dia langsung duduk lalu mendorong sekaligus memeluk Emilia ke balakang hingga Emilia tertimpa tubuh besar Mark. Parahnya granat itu berada di dekat Mark dan Emilia.
Semua yang ada di sana langsung kabur dan mencari tempat aman dari ledakan. Sebenarnya ada banyak dinamit yang ditanamkan Hasegawa di dalam tanah markas Mark. Sangat licik!
Sedetik kemudian, ledakan menghancurkan dan membakar markas Mark. Debu-debu banyak yang bertebaran di mana-mana. Beberapa dari yang lain selamat. Sisanya ada korban jiwa dan korban luka-luka.
Dorr..
Suara sniper membuat keheningan walau masih ada suara api-api yang terlalu berisik karena membakar hangus tempat itu.
"Itu suara sniper McMillan TAC 50" bisik orang-orang.
Bruk...
Suara suatu benda itu terjatuh dari atas atap dan mendarat di depan teras sebuah bangunan. Bukan benda melainkan manusia. Itu adalah Hasegawa yang terjatuh, perutnya berlubang besar sesuai peluru sniper.
"Si..all!" cetusnya, tubuhnya masih bergerak, malahan dia berusaha berdiri dan itupun berhasil.
Kouta tak tetap diam, dia berjaga melihat ke sekitar sambil membuat tameng dengan tubuh Bryan.
Kali ini suasana kembali sunyi, tak ada suara sniper, tak ada suara manusia, tak ada suara hewan, api makin mengecil.
Sementara itu mereka masih berpikir tuk mencari tahu siapa yang menembak Hasegawa tadi. Tak ada seorangpun yang tahu karena yang menembak adalah Shane dari jauh markas sambil tiarap di balik semak-semak.
Dia tak melanjutkannya, alasan dia menembak Hasegawa karena yang pertama kali dibidiknya adalah seseorang yang ada di atas atap, otomatis mudah menembaknya.
"Kenapa kau tak menembak Kouta?" tanya Alice geram.
"Lantas, kenapa kau menembak Bryan? Bukannya musuh kita Kouta gemuk itu?" tanya Shane balik.
"Aku ingin mengelabui mereka"
"Cara yang bodoh. Kita sama-sama menggunakan sniper, tembak Kouta! Jangan sampai Bryan yang tertembak" suruh Shane yang sedang mengambil pelurunya. "Kita akan menyusul beberapa menit lagi, jadi setelah kau tembak dia, bersiap-siaplah!"
"Iya.. iyaa.." respon Alice kesal lalu membidik Kouta.
Sekali lagi suara sniper muncul, tapi suara itu sangat berbeda dari suara tembakan sniper yang sebelumnya.
Kali ini mengenai kaki kanannya Kouta hingga dia menjongkok dan kesakitan.
"Arrgghh... Shane! Salah tembak" keluh Alice sambil mengepal lalu memukul tanah.
"Kau nembak siapa?"
"Kakinya Kouta"
"Ahh biarkan saja, tadi aku melihat Mark dan Emilia yang berada di tengah ledakan. Ayo bantu!" Shane pun beridiri disusul dengan Alice.
"Ya..."
"WOI! CEPET!!!" gerutu Nicky yang berada di depan mereka berdua.
...
"Kouta! Senapannya!" pinta Hasegawa yang kesusahan beridiri itu.
Kouta yang mendengar perintah Hasegawa langsung menjatuhkan senapan itu ke bawah. Dengan kesusahan Hasegawa menangkapnya lalu membidiknya ke arah Emilia. Tapi dia terjatuh karena perutnya sangat sakit.
Sementara itu, Mark terdiam seperti pingsan. Tubuhnya sangat lemas dan terasa sangat hangat ketika dia memeluk Emilia.
"Mmm.. Mark! Kau baik-baik aja?" tanya Emilia dengan suara kecil dan lemasnya. Namun Mark tak merespon, walau dia masih memeluk Emilia dengan erat. "Markk!"
Mark pun melepas pelukannya sendiri. Lalu segera mengambil posisi duduknya dan melepas bajunya yang terbakar itu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Mark dengan muka paniknya sambil menatap seluruh tubuh Emilia.
Dorr...
Suara peluru yang menembus perut Mark dan mendarat sangat pelan di perut Emilia itu membuat Mark melotot lalu melihat ke arah perutnya sendiri yang terdapat banyak lubang. Sedangkan Emilia terdiam seperti beku karena melihat tubuh Mark yang berlubang dan berdarah. Rasa dendam perlahan-lahan menyelimuti tubuhnya. Namun perlahan menghilang karena Mark kembali memeluknya dengan erat.
"Maaf karena gak bisa menyelamatkanmu sampai ke bandara. Aku mungkin masih bisa diselamatkan tapi butuh waktu yang sangat lama. Kau dengar kan, Emilia?"
"Angkat senjatamu lalu serang dan bunuh dia"
"Kami membutuhkanmu. Karena hanya kau yang hanya berhak tuk membunuhnya. Aku tak akan lama, tolonglah angkat senjatamu!"
Ucapa-ucapan yang keluar dari mulut Mark tak membuat Emilia merespon sedikitpun, malahan dia masih diam dan membeku. Padahal Mark yang masih memeluk Emilia itu pelukannya semakin melemas.
Nicky, Alice, dan Shane sudah sampai di sana, tapi mereka masih bersembunyi di balik bangunan dan tetap mengawasi tengah lapangan yang ada Mark dan Emilia.
Nafas Mark semakin berat dan tubuhnya semakin pucat. Tanpa ragu-ragu, dia mengambil kerangka besi tangan kanan Emilia yang pisaunya sudah patah dan tumpul tapi masih ada sisahan patah yang lancip.
"Maaf membuatmu terluka karena pertarungan kita berdua tadi. Aku pantas dibunuh olehmu karena aku salah. Sebelah sini mungkin benar" ucap Mark lalu menusuk dadanya sendiri tepat di bagian jantung berada. Makin dalam, sampai tembus, parahnya dia memutar pisaunya searah 360 derajat hingga membentuk sebuah lubang, hal itu terlihat seperti Emilia yang membunuh Mark dengan tangan kanannya, padahal Mark sendiri yang melakukannya. Dan itu juga membuat semua yang melihatnya kaget.
"Apa yang dilakukan Mark?!" tanya Alice yang kaget. "Aku harus menyelamatkannya" lanjutnya lalu berlari menuju ke Mark. Tapi tangannya ditarik oleh Nicky dan Shane.
"Jangan mengganggu! Lihat Hasegawa yang kembali membidik Mark dan Emilia! Berbahaya!" celoteh Nicky geram.
"Tapi aku tak bisa membiarkannya mati konyol begitu"
"Kurasa Mark punya rencana, dia tidak akan mati konyol" jelas Shane.
...
"Emilia! Emilia! Kau tak meresponku sedikitpun, kenapa kau hanya menatapku dengan tatapan seram dan sedih? Aku gak suka lihatnya. Tetap bertarung ya! Jika tidak kau akan mati. Kau punya dua pilihan, bertarung atau mati" Mark yang tambah lemas itu masih tetap mengoceh agar Emilia meresponnya, padahal Emilia sudah seperti diambang kegelapan.
"Bertarung atau mati" ucap Mark lagi lalu mengambil snipernya tadi lalu mengarahkan dan memasukkan bagian depan sniper itu ke dalam lubang dadanya. Jari telunjuknya sudah berada di pelatuk dan siap menariknya. Kedua kelopak matanya kini mulai menutup, sebelum dia menghilang...
"Aku mencintaimu Emilia" suara Mark semakin kecil lalu dia mengarahkan kepalanya pada kepala Emilia. Sebelum hidupnya berakhir, dia langsung mencium bibir Emilia lalu menarik pelatuk sniper yang dipegangnya. Sedetik kemudian, Mark jatuh ke samping kanan dengan tubuh tak berdaya.
"M.. Markk!" akhirnya keluarlah satu kata dari mulut Emilia, tak hanya kata, tangisannya juga sudah keluar.
"Mark??!! Dia menargetkan Hasegawa dengan snipernya, dan itu berhasil mengenai dada kanannya, ta..pi.. kurang tepat" ucap Shane geram dan melotot.
Kemudian, datanglah suara tangisan ditambah suara teriakkan dari Emilia. Dia langsung memeluk Mark dan selalu meneriakki nama Mark, berharap Mark kembali bangun.
Suara jam yang berbunyi 'ding dong' itu ikut memecah, bulan telah berganti, detik pertama bulan juni sudah mulai bergerak, sekarang sudah tanggal 1 Juni. Awalnya musim panas tiba. Namun, tiba-tiba hujan mengguyur, membuat semuanya basah. Emilia yang masih menangis sambil memeluk Mark itu suaranya terdengar dengan jelas, pertanda emosinya kembali meluap.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER RAIN [END]
RomanceMemiliki tubuh yang tak sempurna mungkin sebuah nasib. Tapi, kedua orang tuanya tak tinggal diam. Mereka mencari cara tuk membuat Emilia terlihat seperti semula. Berhasil? Ya. Siapa sangka kalau perempuan seperti Emilia memiliki kerangka besi tang...