"Loh? Maksudnya.. apa ya?" tanya Emilia.
"Gak usah didengerin apa yang dia omongin" Bryan langsung menarik tangan Emilia lalu mengajaknya ke kamar.
"Pokoknya jangan mau jadi babunya KAKAK!!" teriak Suzanne.
"Biar kubantu bawa barangnya"
"Gaku usah, aku kuat. Toh udah sampe" Bryan pun berhenti di dalam kamarnya itu lalu menaruh barang-barang Emilia. "Pakaianmu bisa dimasukkin di lemari itu"
"Iya, makasih. Ngomong-ngomong ini kamar siapa?"
"Aku, masa kamar setan. Anggap saja ini kamarmu sendiri. Suzanne juga sering tidur sama aku gegara takut di kamarnya" jelas Bryan lalu berbaring dengan tangan telentang di atas kasur.
"Loh emang kenapa?"
"Katanya itu.. kamarnyaa... agak menyeramkan dan.. aku kurang ngerti apa yang telah diomonginya itu, ceritanya gini.. nih sering banget terjadi"
FLASHBACK...
"Kak! Aku tidur sama kakak malam ini" Suzanne langsung guling di samping Bryan sambil mainin hpnya.
"Adikku memang gak ada imut-imutnya" lirih Bryan kesal. "Kamar sendiri kan ada, kenapa gak di kamar sendiri?"
"Ngeri, gak tau apa nih lagi hujan deres dan banyak petir" ucapnya gak ikhlas.
"Ya kalo mau tidur bareng kakak, geser DIKITT!!" gerutu Bryan mendorong punggung Suzanne. Saling berebutan tempat di atas kasur.
"Aku gak kebagian!!!"
"Tidur di bawah sana!"
"Gamao!! Dinginn!!"
"Andai ada adik yang imut, kalem, feminim, dann.. baik, pasti enak" lirihnya lagi kesal.
FLASHBACK OFF...
"Ooo.. aku mau ke toilet bentar, di mana ya?" tanya Emilia sembari cengengesan gak jelas.
"Pas keluar kamar, terus belok kiri, lurus terusss.. pas ada pintu terakhir di sebelah kiri, di situlah toiletnya"
"oke, makasih"
Ketika masuk ke dalam toilet, Emilia langsung menyandarkan tubuhnya di dinding. Sejak tadi dia sudah menahan air mata yang ada di kelopak matanya itu, bahkan sampai saat ini. Tapi, karena sudah tak tahan,air matanya jatuh membasahi pipinya, tangisan tanpa suara.
"Ma..! Pa!" lirihnya.
Emilia tak kunjung keluar dari toilet, padahal sudah hampir 15 menit di dalam.
Tuk..tuk...tuk...
"Emilia? Are you okay?" tanya Bryan dari luar.
Karena mendengar itu, Emilia segera mengelap air matanya lalu membasahi mukanya agar tangisannya itu tak diketahui siapapun.
Tuk...tuk...tuk...
Emilia pun membukakan pintu.
"Kok lama banget?"
"Em.. itu tadi.."
"Matamu merah? Tadi nangis ya, kan?" tanya Bryan dengan antusias.
"Gak.. bukan, tadi cuma kelilipan, mungkin debu masuk ke dalam mataku dan udah keluar sekarang" walaupun sebenarnya dia itu berbohong, dia masih bisa menutupinya dengan tawa palsunya itu.
"Bo'ong! Ya aku tahu sebaiknya aku gak ceritain dulu, ya tapi demi kebaikanmu juga. Jangan nangislah! Bryan akan selalu ada buat Lia. Maaf ya" Bryan yang merasa bersalah itu mengelus pelan kepala Emilia tuk menenanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER RAIN [END]
RomansaMemiliki tubuh yang tak sempurna mungkin sebuah nasib. Tapi, kedua orang tuanya tak tinggal diam. Mereka mencari cara tuk membuat Emilia terlihat seperti semula. Berhasil? Ya. Siapa sangka kalau perempuan seperti Emilia memiliki kerangka besi tang...