Part 22 : Change [Choose]

52 16 1
                                    

"Maaf sebelumnya karena telah merepotkan kalian. Apakah ada cara lain yang tak melibatkan kota ini. Kami tak ingin merusak ataupun menghancurkan kota ini, karena sudah beberapa kota kami hancurkan. Para tentara Jerman, Amerika, ataupun China masih mengejar kami. Bukan kami takut atau kalah, hanya saja saya sebagai penerus atau bos muda menginginkan kerangka tangan kanan besi yang memang ada di kota ini. Kata anak buahku dia tinggal di sini, dia mengetahuinya. Maka itu, kami minta bantuan anda. Untuk bayaran, kami akan membayar semau anda" ucap Hasegawa, Hasegawa Miyuki. Pemimpin alias bos di mafia Jepang. Umurnya masih 13 tahun, tapi mempunyai jiwa kepemimpinan yang bagus. Ketika berumur 12 tahun, anak buahnya yang sering merantau menemukan sebuah sepasang kerangka tangan besi yang ada di Sligo, Irlandia. Disuruhnyalah untuk mencuri kerangka itu. Namun, keberhasilan itu hanya separuh, hanya tangan kiri yang didapat, walau itu Hasegawa tetap ingin menggunakan kerangka besi tangan kiri itu, dia rela kehilangan tangan normalnya. Intinya, sifat cewek kecil satu ini kurang manusiawi dan egois.

"Tentu saja kami akan membantu kalian. Langsung ke intinya saja, siapa yang kalian incar?" tanya Oliver si bos gangster itu.

"Saya mendapat biodatanya. Namanya Emilia Morris, umur 17 tahun, berkuliah di Trinity College" Iwabe ikut bicara sekaligus mengasih informasi.

"Kuliahnya sama dengan anak saya, Mark" ujar Oliver. "Ya tapi, sebentar lagi Mark akan sampai, tapi dia sudah telat empat menit"

"Bicarakan sekarang saja, tapi nanti tolong jelaskan pada Mark. Karena dia... sangatt.... menyangkut pada misi ini" imbuh Hasegawa.

Setelah beberapa menit kemudian...

"Apa??!! Mark yang menjadi pusat? Hanya dia sendiri?" Oliver yang kaget dan emosinya mulai muncul itu berdiri.

"Iya, dia kan satu kuliah dengan Emilia. Aku punya misi berat untuknya, jika kalian ataupun Mark sendiri yang menolak, kota ini akan menjadi lautan api. Ya terserah anda mau bekerja sama dengan kami atau tidak. Ya jika kalian menolak.." Hasegawa yang egois itu memberi kode-kode pada anak buahnya, dan seketika anak buahnya langsung menyodorkan beberapa senjata api yang ilegal. Tak hanya anak buah Hasegawa, anak buah Oliver juga sudah bersiap-siap menarik pelatuk senjata masing-masing.

"Hhuhhh.. baiklah. Tapi, Mark anakku tidak akan mati, kan?" Oliver duduk kembali.

"Hemm.. tidak. Kuberi dia waktu enam bulan, itu lama lho. Kami berjanji atas kerja samanya tanpa ada kecurangan, janji antar gangster" tutur Hasegawa tegas.

"Oke, janji antar gangster"

"Ya kalau begitu, makasih atas kerja samanya. Jangan lengah lagi ya! Kami sangat berhutang lho, bye..bye.." segorombolan geng mafia itupun pergi meninggalkan ruang itu beserta Marie dan Oliver.

Beberapa menit kemudian, Mark datang dengan tergesa-gesa dan mukanya terlihat capek.

"Kenapa paaaaaa???" tanya Mark yang muka gak sebalnya sangat kelihatan.

Oliver pun berdiri dan memeluk Mark. "Apakah kau ingin kota ini hancur, Mark?" bisik Oliver.

"Hah? Hancur? Maksudnya apaan? Ya gak mau lah! Walau kota ini bukan kota kelahiranku, aku gak mau kota ini hancur" jawab Mark.

Oliver pun melepaskan pelukannya sendiri.

"Kalau begitu, kau harus terlibat di dalam misi besar ini. Misi tertutup yang sangat berbahaya"

"Misi? Apaan sih? Aku gak ngerti maksudnya" bantah Mark kesal.

"Ini rahasia. Tadi bos Yakuza dari Jepang itu ke sini bersama anak buahnya. Kami menjalin kerja sama yang baik. Dan bos itu hanya satu keinginan dia datang ke sini, tak hanya ke sini justru ke penjuru dunia, hanya dengan satu kenginginan, yaitu kerangka besi tangan kanannya Emilia Morris"

Mark kaget karena mendengar jelas ucapan Oliver barusan, apalagi papanya itu barusan menyebut nama Emilia Morris. "Emilia?? Bohong! Ini bohong, kan?" ucapnya dengan mata melotot.

"Tentu saja tidak. Jika kau menolak, dia akan menghancurkan kota ini. Kau tahu kan kalau Yakuza itu sangat berjaya dan menginjak peringkat kedua terbesar di gerombolan nakal di dunia. Menyerah saja Mark, kau harus menyelesaikan misi ini, harus semangat!" ucap Oliver lembut dan memberi semangat pada anaknya itu.

"Yaa tapi ituu.. tolong jelaskan dulu!"

Bermenit-menit Oliver menjelaskan dan akhirnya Mark mengerti. Bukannya malah semangat ingin mengejarkan misi selama enam bulan, tapi mukanya malah kelihatan lesu sedih.

Semenjak hari itu, Mark selalu ragu melihat Emilia, apalagi muka imutnya itu. Terasa sangat kaku dan rasanya ingin mati. Pikirannya campur aduk. Bahkan ketika berada di dekat Emilia, dia selalu menjauh.

Suatu hari...

"Kak Emilia!!! Kak Bryan!! Suzanne ditembak Barry tadi, senangnyaa.." seru Suzanne yang baru pulang dari kerja kelompoknya itu dengan muka antusias dan senangnya. Kemudian langsung memeluk Emilia dan Bryan.

"Ehh.. selamat ya" ucap mereka berdua. "Kau terima gak?" tanya Bryan.

"Iyalah, aku aja suka sama dia selama ini" Suzanne pun melepas tubuh Emilia dan Bryan. "Kalau begitu, aku mau ke kamar dulu. Oh ya, kalian berdua masih jomblo, kan? Pacaran sana!" celetuk Suzanne lalu meninggalkan mereka berdua, karena sangking senangnya baru ditembak.

"Aku... masih single" protes Emilia cemberut.

"Yaa.. itu sih gak penting. Nikah aja, biar aman"

"Iya sih.."

"Emilia! Dari dulu sifatmu emang seperti sekarang, ya?" tanya Bryan tiba-tiba yang mengganti topik pembicaraan, lalu berjalan ke kamarnya.

"Ya.. begitulah, sifat buruk itu selalu ada padaku" Emilia berjalan menyusul Bryan.

Mereka masuk ke dalam kamar, Emilia memang tak tertarik dengan soal pembicaraan karakter sifat seseorang.

"Kalau begitu, kau harus memiliki perubahan! Jika tidak, hidupmu akan hancur jika seperti ini terus. Yaa.. gak harus juga sih, tergantung kau mau atau gak" celoteh Bryan yang langsung duduk di atas kasur berbalut selimut putih polos.

"Aku sih... tergantung kau, Bry. Soalnya... kau itu hampir sama seperti Lea. Walau baik ada jahilnya dan itu menyenangkan" Emilia cengengesan dan menganggap ucapan Bryan tadi hanya main-main.

"Aku serius lho!"

"Hmm.." Emilia mengalihan pandangan dan menunduk ke kanan bawah.

"Sudah hampir dua bulan kita tinggal bareng. Aku sangat tahu sifat aslimu Lia. Pemalu, penakut, gak punya jiwa pemimpin sama sekali, bukan pemarah, dan sisi baiknya kau suka membantu orang dan gak punya perasaan dendam walau dikucilkan, dihina, ataupun dibully orang-orang, dan kau memaafkan mereka semua. Dan kau juga tidak tegas"

Jari-jari yang ada di atas kedua paha Emilia itu mengepal rok yang ia pakai. Dia sengaja mengepalnya karena menahan sesaknya.

"Maaf atas perkataanku. Aku punya hidupku sendiri dan Emilia punya hidup Emilia sendiri. Dulu aku sama sepertimu, Lia. Tapi, rubahlah sifatmu itu melalu kritikan orang-orang dann jangan terlalu feminim! Bersikaplah layaknya seorang perempuan, baik dan romantis dengan pasangannya, ya bagian ini sih gak terlalu penting. Ya tapi, terserah kau sendiri Lia. Kan tadi aku bilang kalau Emilia punya hidup Emilia sendiri"

"Akan kupikirkan itu nanti, karena kau sangat berarti bagiku aku pasti akan memilihnya, makasih atas pendapat dan sarannya" ucap Emilia lesu suram, masih menunduk lalu berdiri, dia menuju ke toilet tuk membasuh mukanya. Karena dari tadi dia menahan tangisannya itu.



Bakal ada genre action nih, jadi random lah :v. Iyain aja ya:D

#Vote #Comment

TBC

SUMMER RAIN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang