"Emilia?!"
Darah mulai keluar dan mengalir, Emilia yang masih diam dan merentangkan tangannya itu tiba-tiba jatuh ke samping kanan dengan lesu. Pisau yang menusuk di perutnya belum lepas.
"EMILIA!" Bryan langsung mengangkat lalu menggendong tubuh Emilia.
Jari-jarinya masih bergerak, meraih pipi Bryan yang sedang menatapi mukanya itu.
"Aku.. beruntung akan bisa.. ma..ti" lirih Emilia dengan air matanya yang jatuh membasahi pipinya itu, kemudian tubuhnya langsung lemas dan kelopak matanya menutupi selaput matanya itu. Bryan langsung mencabut pisau itu lalu membuangnya.
"Yah karena ini sangat menarik, aku akan kasih kau waktu sebulan lagi setelah waktunya habis, Mark! Jadi, kau sebaiknya merasa beruntung. Aku tunggu sampe awal bulan juni yak" cerocos Hasegawa lalu pergi.
Mark yak merespon sedikitpun, dia menatap Emilia dengan tubuhnya yang bergetar. Melihat Emilia yang berlari dibawa Bryan itu membuatnya merasa bersalah. Beda halnya dengan Alice yang masih mengalihkan pandangannya dan merasa tak bersalah.
...
"Percuma saja, kau juga akan dibunuh oleh Mark"
"Tunggu! Kau ini siapa? Ini pertemuan kita yang kedua kalinya. Tapi aku belum tahu kau siapa"
"Oh.. aku Miyuki, cewek yang akan membuat Emilia menderita"
"Aku?!"
"Ya, aku ini sangat pintar dalam mengendalikan suatu kejahatan. Jadi, bisa dibilang aku licik"
"Maksudnya?"
"Gak tahu gapapa, pokoknya akan ada masalah yang meninmpamu"
"Masalah apa? Dari tadi gaje sih"
"Mungkin kau yang gaje"
"Ya masalahnya, coba lihat yang ini"
Tiba-tiba saja di depan Emilia, berdiri Mark yang di depannya ada seorang cewek yang terlihat sedang menusuk Mark dengan sebuah pisau sampai tembus. Entah kenapa malah cewek itu yang berteriak.
...
"Mark?!" Emilia yang bangun dari tidurnya itu kaget dan masih penasaran dengan kelanjutan mimpi barusan, keringat dingin bercucuran di tubuhnya.
"Emilia!" panggil Bryan yang sudah bersiap-siap pergi ke kampus itu masuk ke dalam kamarnya itu lalu duduk di atas kasur, di samping Emilia. "Udah baikan belum?"
"Apanya?" pertanyaan yang keluar dari mulut Emilia itu membuat Bryan tepuk jidat.
"Yaudah, kalo udah gini berarti kau udah baik sekarang"
"Ga-je-las!"
"Perutmu ditusuk pisau kemarin sore, demi nyelamatin Alice. Tapi aku yakin lukanya pasti cepet sembuh kok. Hari ini kau jangan hadir dulu, tapi aku gak tega ninggalin Lia sendirian. Ya tapi hari ini aku kek orang yang lembur deh, pulangnya agak lama" ujar Bryan yang cengengesan itu.
"Aku gagal mati deh. Yaudah, pergi saja sana! Hati-hati ya!"
"Oke, aku pergi ya" pamitnya lalu mencium kening Emilia, kemudian pergi.
Emilia merasa bosan, yang terlintas di pikirannya itu hanyalah mimpi anehnya semalam, karena mimpi itu lanjutan dari mimpi sebelumnya yang membuatnya lesu.
...
"Eh? Berita? Emilia yang tangannya mengerikan itu?"
"Iya, katanya tuh dia mau membunuh Alice menggunakan pisau, tapi Mark membantunya, alhasil piasu itu mengenai perut Emilia sendiri. Sadis dehh"
...
"ALICE! KAU SANGAT GILA! KAU PASTI YANG MENYEBARKAN BERITA ITU, KAN?" teriak Mark kuat di depan muka Alice.
"Heeehh? Mana mungkinlah! Aku aja gak ada niat yang begituan"
"Cari masalah itu yang bagus dikit. Udah gak nyambung dan gak jelas, parahnya beritanya diketahui beberapa saksi. Nggak pro!" celoteh Bryan yang berjalan dengan muka seramnya dari belakang.
"Bukann!!"
"Aku banyak dengar dari siswa/siswi lain kalo yang nyebarin itu kau, bodoh!"
"Aku juga dengar dari siswa/siswi lain kalo Alice emang penyebarnya" Jodi yang nongol bersama Kian itu membuat Alice terpojokkan.
"Eh ini berita buruk" sahut Nicky yang berjalan mendekati mereka sambil mainin hpnya.
"Ya emang" Shane yang berjalan di samping Nicky itu ikut melihatin tulisan-tulisan berita yang ada di layar hp Nicky.
"Kau pelakunya, kan?" tanya Mark sabar, dia menahan emosinya yang sedang meluap-luap itu.
"Jujur saja!" pinta Jodi.
"Iya! Aku pelakunya!
"Sudah kuduga... cepat hapus berita itu!" ancam Bryan marah.
"Iya, cepat hapus! Kalo nggak bakal dibunuh oleh cewek kecil yang kemarin" Mark masih saja emosi walau sudah menahan sabarnya.
1 bulan kemudian...
Mimpi itu masih saja timbul, tapi berulang-ulang. Membuat emosi Emilia tak bisa ditahan. Karena rasa emosinya menaik hari demi hari, perlahan-lahan tangan kananya itu berubah tambah seram, kadang memanjang dan kukunya tambah tajam.
"Lebih baik aku yang mati dari pada dia yang mati"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER RAIN [END]
RomansaMemiliki tubuh yang tak sempurna mungkin sebuah nasib. Tapi, kedua orang tuanya tak tinggal diam. Mereka mencari cara tuk membuat Emilia terlihat seperti semula. Berhasil? Ya. Siapa sangka kalau perempuan seperti Emilia memiliki kerangka besi tang...