Part 38 : Mistake

33 14 0
                                    

Lelaki itu diam berpikir, memikirkan masa depannya yang mungkin saja tak akan selamat baginya. Misinya itu bagaikan menghantuinya, karena waktu misinya tinggal sebulan lagi.

Bukan hanya Mark saja yang khawatir akan keselamatan Emilia. Bryan, Kian, Shane, Nicky, dan Jodi juga, karena mereka akan terlibat.

"Mungkin di sini gak ada Hasegawa, soalnya dia sedang sibuk berlatih" lirihnya sambil melihat ke sekitar. "Guys! Kalian mau menginap di rumahku nggak? Kita butuh latihan untuk mengalahkan anak buah Hasegawa" ajak Mark.

"Oke, mau" sahut Shane, Kian, dan Nicky serempak.

"Aku bisa, tapi aku harus mengambil pakaian untuk malamnya" ucap Jodi.

"Aku juga" ujar Alice.

"Hei! Bagaimana denganku? Masa' aku harus ninggalin Emilia" protes Bryan kurang setuju. Yang lain merasa bingung dengan ucapan Bryan. "Kalo kita ajak dia, pasti dia akan tahu apa yang kita rencanakan"

"Apa yang dikatakan Bryan memang benar. Bagaimana kalau kita abaikan saja rahasia tentang rencana kita pada Emilia? Kalau memang ingin dirahasiakan, akhirannya dia tetap akan tahu" usul Alice.

"Yasudah gini aja. Kalau Emilia bertanya 'kenapa kalian ke sini dan bla..bla..bla..' nanti kalian jawab saja cuma mau main, ya walaupun yang dimainin itu ilegal" ujar Mark sembari melihat ke lainnya.

...

"Ini di mana, Bry?" tanyanya sembari melihat ke sekitar dengan muka heran, bau khas tembakan peluru tercium di hidungnya.

"Mark's home" jawab Bryan.

"Lah?! Kalian semua ngapain ke sini"

"Mau main sekalian nginap di rumahnya. Mark yang ngajak" balas Jodi.

"Hey! Udah datang, yok masuk!" ajak Mark.

...

Berkali-kali Emilia melihat yang lain sedang berlatih menembak, dia merasa bosan dan kepinginan tuk mencoba.

"WHOAA!! Aku gak nyangka akan seseru ini!!!" Jodi yang menembak dengan semangatnya itu terlihat seperti gila.

"Kau sangat bersemangat, Jodi" sahut Alice heran.

"Boleh aku ikutan?" tanya Emilia bangkit dari duduknya.

"Boleh kok, coba pakai glock mayer 22" Mark meminjamkan senjatanya pada Emilia.

"Thanks, agak berat"

"Desert eagle jauh lebih berat, mungkin. Cobalah! Kau harus fokus dengan apa yang kau targetkan"

"Ya, aku mengerti"

Mereka berlatih hingga kecapekan, tapi itu menyenangkan bagi mereka. Sebelum tidur, mereka berkumpul dan bertemu dengan ayahnya Mark.

"Hey Mark! Kalau gini Emilia akan tahu" bisik Bryan rese.

"Biarlah dia tahu" jawab Mark enteng.

"Nanti kalo dia trauma gimana?"

"Kalo dia trauma, aku bakal buat dia terhibur"

"Huhhh" hela Bryan.

...

"Terima kasih karena kalian mau membantu kami" ucap Oliver senang. "Oh ya, kau Emilia, kan?"

"Ya, saya Emilia"

Oliver merasa sedih melihat Emilia, baginya Emilia itu masih 'lemah' dan mungkin dia akan mati di tangan Hasegawa.

"Tapi pa, aku ingin keluar dari misi ini" protes Mark seraya berdiri dan menatap Oliver tajam.

"Maafkan papa ya, jika kau tidak mengambil tangan kanan Emilia. Kota ini akan hancur karenanya. Lagian kita sudah menjalin hubungan dengan baik dan gangster kita dengan gangsternya sudah berjanji. Katanya 'janji antar gengster'," jelas Oliver.

"Aku?" lirih Emilia merasa tegang.

"Tunggu dulu! Bukankah Yakuza itu mafia. Sedangkan kalian gangster, dan kalian membuat janji antar gangster" Nicky ikutan berdiri.

"Ya, yang kutahu Yakuza itu mafia" ucap Shane.

"Hah? Tapi dia duluan yang mau ngajak berjanji 'janji antar gangster'. Setelah itu dia juga bilang 'jangan lengah lagi' apa maksudnya?" ucap Oliver merasa bingung, dia berfikir keras dengan kejadian yang telah lama berlalu itu.

"Papa dibodohi!" cetus Mark geram, sangat geram. Karena geram dia mengepal kedua tangannya, berusaha tuk gak melampiaskannya.

"Maksudnya?"

"Kalau gak ngerti, cari tahu sendiri! Percuma saja jadi bos!!!" cetusnya lagi lalu keluar dari ruangan itu.

"Mark???"

"Kalau begitu, kami permisi" ucap yang lain pada Oliver, lalu mereka pergi keluar.

Tok.. tok.. tok..

"Mark! Kau di dalam?" tanya Emilia yang masih mengetuk pintu kamar Mark.

"Siapa itu?" tanyanya dari dalam.

"Emilia" pekik Emilia. "Boleh aku masuk ke dalam?" tanyanya.

"Emilia?! Buka saja pintunya" suruh Mark.

Emilia pun membuka pintu kamar Mark. Saat melihat kamarnya Mark, kamarnya gelap, lampunya mati. Dia berjalan masuk mencari Mark.

"Mark! Kau di mana?"

"Aku di sini" jawabnya sambil menghidupkan lampu kamarnya, lalu duduk di atas kasur sambil memeluk kedua kakinya.

"Kau kenapa?"

"Tidak apa-apa" jawabnya lesu.

"Aku kurang mengerti apa yang kalian katakan tadi. Bisa jelaskan padaku, Mark?" tanya Emilia sambil duduk di samping Mark.

"Aku merasa gak enak padamu, Lia. Kau jadi ikut terlibat"

"Tapi aku gak ngerti maksudnya"

"Maaf, aku gak bisa menjelaskannya. Hanya saja, tanggal 1 Juni nanti... pergilah dari kota ini, menjauhlah sejauh mungkin. Misal ke Asia, atau ke Amerika"

"Untuk apa?"

"Kau terancam. Mungkin aku gak bisa menyelamatkanmu. Pergilah, aku akan menyuruh Bryan pergi bersamamu" ujar Mark.

"Hey Mark! Aku tak mengerti apa yang kau maksud" keluh Emilia.

"Berjanjilah untuk tetap hidup" ucapnya sambil memeluk Emilia. "Itulah kenapa yang lain mau berlatih tadi. Mungkin aku akan mati di tengah kehidupan indahku. Dan juga, aku minta maaf atas semua yang kulakukan padamu ketika masih kecil dulu. Kau dulu mencintaiku tapi sekarang kau membenciku, itulah kenapa emosimu meningkat dan tanganmu menjadi seram"

"Sebenarnya, aku hanya emosi. Dan sebenarnya aku tak mau ikut kalian menginap, hanya saja kau itu sangat berarti bagiku" sahut Emilia, tubunya melemas dipeluk Mark.

SUMMER RAIN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang