Tapi, Hasegawa tak mengambil Bryan. Dia melewatkan Bryan begitu saja dan mengincar Shane yang sudah berada di depannya.
"Cih kau ini manusia atau bukan?" lirih Shane geram.
"Iblis" tiba-tiba kaki Hasegawa berhenti mendadak. Begitu juga dengan Shane yang tak lepas dari snipernya.
"BERLUTUTLAH!" pekik Shane masih mengacungkan snipernya ke kepala Hasegawa.
"Oke, aku akan berlutut" Hasegawa pun perlahan-lahan tuk berlutut.
...
"ALICE! TEMBAK SEKARANG!"
"Eh??! Iyaa.."
Seketika suara tembakan sniper itu datang lagi dan tepat mengarah pada jantung Hasegawa.
Begitu peluru itu masuk dan mengoyak kulit beserta daging, semuanya berpikir itu telah usai.
"Akhh.." Shane mendesah kesakitan, mulutnya memuntahkan darah. "B-bagaimana—kau bisa ta-hu?" tanyanya terbata-bata.
"Karena aku barusan mendengar tembakan sniper yang kubenci. Yah tapi aku beruntung karena telah menyeledingmu. Kau sungguh lemah" ucapan-ucapan yang keluar dari mulut Hasegawa dan terdengar merendahkan itu tak terdengar di telinganya Shane. Shane hanya terbaring lemah tak berdaya, nafasnya terasa sangat berat dan penglihatannya semakin kabur. "Yasudah. Ini mungkin akan kuakhiri" Hasegawa langsung menoleh ke belakang, dia melihat Emilia yang menangis dan berdiri di depan Bryan.
Tanpa menunggu lama, Emilia langsung mengangkat dan menggendong Bryan yang sangat berat itu. Mukanya tak kelihatan berseri-seri, karena sebagian rambutnya menutupi mukanya itu. Kakinya perlahan-lahan bergerak, Emilia langsung berbalik lalu berlari dengan sekencang-kencangnya walau Bryan yang ada digendonggannya itu sangat terasa berat.
"KAU MAU MANA?!"
Emilia tak menghiraukan teriakan Hasegawa barusan, dia masih berlari sekencang-kencangnya menuju ke arah Mark.
"JIKA KAU KABUR, AKU AKAN MEMBUNUHMU!" karena sudah muak dan kesal, Hasegawa langsung mengambil snipernya Shane lalu ditaruhnya dan diarahkannya pada Emilia. Hasegawa sekarang tak bisa menyerang Emilia tanpa senjata, lengan bawah kirinya sudah hilang, dan jika dia membawa senjata api, pasti sangat sulit. Untuk itu dia hanya tiarap dan diam. "Sial.. cuma tiga peluru yang dibawanya" gerutunya. Tapi dia langsun saja fokus pada Emilia dan sniper itu.
...
"Sial!"
"Aku gak salah, kan? Haseb*ngsat yang menjadikan Shane perisainya" ucap Alice frustasi.
"Ahhh.. aku yang malah frustasi" Nicky ikutan menjadi frustasi, matanya mrlihat ke sekitar karena kebingungan. "Tembak Hasegawa lagi! Mungkin dia lupa kalau musuh masih mengincarnya"
"KAU SENDIRI SAJA SANA! PELURUKU HABIS SIA-SIA!"
"Oh My God! Kalau gini terus mereka berdua dalam bahaya. Kau mau ikut aku tuk menyerang langsung dari belakang?"
"Tidak makasih. Aku masih ingin hidup"
"Kita kehabisan rencana, penyerbuan musuh anak buah Hasegawa masih berlanjut, dan kita terpisah. Parah!!!!"
"Terserah!"
"Yasudah, aku akan menyerang sendiri. Nanti jaga dirimu baik-baik"
...
Srrkk....
Emilia berhenti mendadak di depan Mark. Dia bingung, niatnya mau membawa Bryan dan Mark pergi dari sana, tapi keadaan jauh lebih sulit. Mark dan Bryan sama-sama besar.
Dor...
Peluru pertama yang diluncurkan Hasegawa meleset karena Emilia tadi langsung duduk dan menaruh Bryan, lalu tangan kanannya meraih pedang katana milik Hasegawa.
Dor...
Peluru kedua itu sedikit meleset. Karena pelurunya hanya mengenai tangan kanan Emilia lalu terpantulkan. Tiba-tiba dia melihat sebuah granat yang ada di samping Mark, dia mengambilnya dan merancanakan sesuatu yang terlintas di pikirannya.
"Maaf Mark. Aku hanya ingin membawa yang masih hidup" ucapnya masih dengan tangisan. Emilia pun kembali mengendong Bryan, lalu dibawanya berlari menjauh dari lapangan.
Dor...
Peluru ketiga itu akhirnya meluncur. Namun, sama seperti sebelumnya.
Bersamaan dengan hilangnya bunyi tembakan sniper itu, kepala Bryan terpental ke depan Emilia diikuti tubuhnya, sehingga dia terjatuh dari tangan Emilia.
"Ini... bohong, kan?"
Peluru yang elit dengan luka yang elit pula. Kepalanya tiba-tiba bolong dan memuncratkan banyak darah, begitu juga daging-daging yag terlihat seram, ditambah lagi dengan warna otak yang kelihatan jelas di matanya Emilia.
Pagi sudah tiba, mentari menunjukkan diirnya dan sinarnya tuk menerangkan separuh bumi. Tapi, cuaca sekarang sangat tak bersahabat, awan abu-abu tebal menyelimuti langit. Air hujan germis mulai berjatuhan. Penyerbuan anak buahnya Hasegawa telah usai, mereka kalah telak dengan militer dan penduduk sekitar. Mereka melingkari lapangan besar itu besertawa Emilia dan Hasegawa yang masih hidup di sana. Tampak dari arah barat, Kian dan Jodi melihat mereka juga.
"JANGAN BIARKAN SALAH SATU DARI KALIAN MEMBUNUHNYA! KARENA AKU YANG HANYA BOLEH MEMBUNUHNYA. JIKA ADA YANG MEMBUNUHNYA, KALIANLAH YANG AKAN KUBUNUH LEBIH DAHULU!!!" teriakan histeris itu menggema dan didengar oleh semua yang ada di sekitar sana. Emilia berbalik dengan kedua tangan yang dikepalnya, tangan kanannya mengenggam erat gagang katana. Lalu berlari menuju ke Hasegawa, larinya yang cepat dan ganas itu terlihat seperti singa.
Hasegawa tak tinggal diam, selagi dia masih mempunya energi, dia akan tetap bertahan hidup sampai energinya benar-benar habis dan mati. Hasegawa pun berdiri, lalu langsung berlari cepat berlawan dengan arah larinya Hasegawa. Dia juga terpaksa karena yang hanya menggunakan tangan kosong.
Ini masih banyak typo keknya :v belum dicek.
#Vomment >.o
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER RAIN [END]
RomanceMemiliki tubuh yang tak sempurna mungkin sebuah nasib. Tapi, kedua orang tuanya tak tinggal diam. Mereka mencari cara tuk membuat Emilia terlihat seperti semula. Berhasil? Ya. Siapa sangka kalau perempuan seperti Emilia memiliki kerangka besi tang...