"Sejujurnya aku gak bisa hilangin rasa dendam itu. Masa' aku harus bunuh Mark? Hanya karena balas dendam akan masa lalu. Andai aku gak memimpikan masa lalu dan bertemu orang itu, pasti tidak akan seperti ini. Setiap kali bertemu dan bertatapan dengan Mark, pasti rasanya kok emosian, gugup, dan rasanya gak mau ada dia lagi,"
"Pisau... tangan besi... kata Bryan aku pernah merubah bentuk tangan ini? Tapi gimana? Gak mungkin kalo dibongkar. Waktu itu aku kerasukan..."
Emilia yang dari tadi melamun dan bergumam itu sekarang melihati tangan kanannya.
"Aku juga dulu pernah bilang 'a..aku ing..ingin..mati saja..' di masa lalu dan mimpi itu, ketika tangan kananku hancur gara-gara Mark" kali ini Emilia melirih.
Pikirannya itu mengingat lagi masa-masa lalunya yang menyedihkan itu melalui mimpinya, membuatnya tambah emosi, semakin banyak mengingat emosiya semakin meningkat, tangannya yang udah dikepal itu ingin melampiaskan emosinya.
"APA KAU TAK TAHU KALAU AKU ITU MEMBENCIMU! KAU GAK PEKA!"
"Aku membencimu, Emilia"
"AKU SUDAH SANGAT BENCI DAN INGIN MENGHANCURKAN TANGAN SETAN ITU!"
Mengingat itu Emilia menjatuhkan air matanya, tetesan air mata itu jatuh di atas pergelangan tangan kanannya, matanya yang berlinang-linang itu menumpukkan banyak air mata. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada topi yang diberikan Mark di malam natal.
"Mark yang sekarang beda dengan yang Mark yang dulu. Aku berjanji tak akan membunuhnya karena dia yang sekarang sangat baik padaku, padahal aku sudah menganggapnya lebih dari teman, melainkan sahabat. Dari pada seperti ini terus, lebih baik aku mati saja"
...
"Bry! Aku pergi keluar bentar!"
"Mau ke mana? Kutemenin ya" sahut Bryan yang berjalan menuju Emilia.
"Mau jalan-jalan bentar, nggak usah ditemenin deh, soalnya aku ada urusan bentar sama temen. Aku pergi ya" sebenarnya ucapannya itu hanyalah kebohongan. Saat ini dia ingin pergi keluar mencari udara segar.
"Hati-hati! Kalo ada apa-apa telpon saja aku"
"Iyaa.."
Di perjalanan, Emilia melihat ke sekitar, orang-orang pada sibuk di pagi ini. Banyak yang bersemangat.
Kakinya berhenti ketika melihat seseorang yang sedang duduk di atas kursi halte. Orang itu tak asing di matanya Emilia.
"Alice!" panggilnya.
Alice segera menoleh, melihat Emilia yang sedang melambaikan tangannya. Alice yang geram itu mendecakkan lidahnya.
"Mau kutraktir?" tanya Emilia antusias sembari mendekati Alice. "Jangan menolak rezeki! Hehe"
"Yaudah kalo maksa" balasnya.
20 menit kemudian...
"Waahh.. aku kenyangg" sahut Emilia.
"Jadi, kau marah sama Mark?"
"Entahlah.. aku gak tahu harus buat apa di dekatnya"
"Emilia!" teriak Mark tiba-tiba lalu datang ke Emilia.
"Mark?"
"Jalan-jalan ya? Boleh ikut nggak?" tanya Mark pelan.
"Ta.. tann..tanya s..sama Alice" sahutnya canggung.
"Boleh" jawab Alice dengan mengalihkan pandangan.
Selama perjalanan, mereka tak saling beribicara. Mark merasa heran dengan tingkah Emilia, Alice dari tadi mengalihkan pandangannya dan gak ngeluarin satu suku katapun dari mulutnya, sedangkan Emilia selalu berjalan di belakang mereka berdua karena gugup.
3 menit kemudian...
"Aku mau pulang duluan ya" ucap Emilia langsung maju ke depan masih dengan gugup.
"I..ya.. Alice! Ada apa dengannya?" bisik Mark penasaran dengan tingkah Emilia hari ini.
"Mana kutahu, aku aja membencinya"
Beberapa hari kemudian...
"Alice! Mau kutraktir lagi?"
"Sudahlah! Aku benci dengan sikapmu itu! Jangan sok-sok jadi orang baik di depanku, kau pasti selalu marah di depanku, kan?!"
"Eh? Nggak lah. Aku malah senang kita bersama kok, mau ikut makan bareng?" Emilia yang tak berhenti menawar itu karena ingin mendapat teman yang banyak. "Ayolah! Pasti akan seru, aku juga mengajak Shane, Kian, Mark, Bryan, kalo Nicky lagi sibuk. Jam tiga sore ya, kumpul di kantin. Yang penting datang ya!"
"Entahlah" balasnya pendek lalu berbalik dan meninggalkan Emilia.
...
"Mana Alice ya??" Emilia yang hanya menunggu dari tadi itu merasa bosan.
"Sudahlah! Kita makan duluan aja" ucap Jodi.
"Iya deh.."
Mereka pun makan sambil ngomong-ngomong dan bercanda. Kadang tertawa, kadang tersinggung. Tapi, ketika semuanya udah meninggalkan kantin itu kecuali Mark, Bryan, dan Emilia, si Alice baru datang.
"Mana yang lainnya?" tanya Alice heran.
"Udah pulang semua, kau sih telat!" celoteh Mark.
"Ya tadi aku sibuk" jawabnya kesal.
"Hoi! Hoi! Ini udah jam empat sore" Bryan sewot. "Bibi kantin aja udah pada lenget, apalagi pelanggannya, kami yang tersisa tau!"
"Ya tapi kami masih menyisakan makanan untukmu" Emilia pun berdiri sambil membawa beberapa snack.
"Aku gak butuh" begitu saja responnya, Alice berbalik lalu berjalan meninggalkan mereka bertiga.
Emilia langsung menarik tangan Alice sebelum jauh "Tunggu dulu! Yang ini bukan aku yang traktir, tapi Mark"
"Argghhh!! Aku gak peduli!" Alice yang tak bisa menahan emosi itupun mendorong Emilia sampai jatuh.
"Emilia!" Mark dan Bryan langsung berlari ke arah Emilia. Mereka membantu Emilia berdiri, tapi
"Aku bisa berdiri sendiri" Emilia yang menolak bantuan dari Bryan dan Mark itu berdiri sendiri. "Aku mau pulang!" sahutnya pergi meninggalkan mereka bertiga, seperti tak ada dosa, padahal dia itu lagi gugup gak karuan.
"Wah.. wah.. yang tadi itu beda banget dari biasanya" ujar seorang cewek kecil yang datang dan berdiri di depan Alice.
"Woi! Hasegawa! Ngapain kau di sini?" Mark yang berteriak itu membuat cewek kecil yang bernama Hasegawa itu memasang muka kesalnya.
"Hehe! Kalo kau macam-macam lagi dengan Emilia aku akan bunuh kau, nona cantik!" ancamnya sembari menunjuk Alice.
"Cebol!" cetus Alice.
"Eh ini ada apa seh?" lirih Bryan sebal, dia pun berjalan menuju Emilia.
"Seperti ada yang manggil" gumam Emilia berbalik, pandangannya melotot ketika melihat cewek kecil yang berdiri tak jauh di dekatnya. "Tubuhnya mirip yang di mimpi"
"Hah? Cebol! Kau akan dapat hukuman. Ya bukan aku suka Emilia, aku hanya ingin tangan kanannya saja"
"Ya ambil sendiri sana! Aku nggak peduli"
"Sebelum aku ambil, aku akan bunuh kau dulu, nona cantik" Hasegawa langsung melemparkan pisau ke arah perutnya Alice, parahnya lemparannya itu sangat tepat, sehingga menusuk agak ke dalam.
"Emilia?!"
:v :v :v gatau gimana jadinya:v. #Vomment
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER RAIN [END]
RomanceMemiliki tubuh yang tak sempurna mungkin sebuah nasib. Tapi, kedua orang tuanya tak tinggal diam. Mereka mencari cara tuk membuat Emilia terlihat seperti semula. Berhasil? Ya. Siapa sangka kalau perempuan seperti Emilia memiliki kerangka besi tang...