Setelah pulang dari pemakaman, Fayola kembali ke penjara. Nenek Ita sudah menunggunya di ruang tunggu bersama Firga. Fayola berhambur ke pelukan nenek Ita. Menangis sejadi jadinya, mencurahkan semua kekecewaan pada takdir yang kejam.
"Nek, semuanya jahat nek, Lala pengen pergi, Lala gak mau disini."
"Iya nenek usahakan kamu akan keluar secepatnya."
"Tidak semudah itu."celetuk seseorang, mereka bertiga menoleh.
"Saya sedikit terkejut ternyata yang menyembunyikan anak pembunuh ini adalah bibi, cocok sekali sama sama penghianat."
Bukannya marah, nenek Ita malah tertawa. Nenek Ita berdiri menghadap Pahlevi, sedangkan Fayola masuk ke dalam pelukan Firga.
"Saya gak habis pikir sama kamu! Ckckck orang berpendidikan tinggi bisa dihasut oleh anak bodoh seperti anak angkatmu."
"Saya kira waktu itu adalah sebuah kebetulan, tapi ternyata memang kebodohan sudah melekat pada otakmu."
"Kamu sudah dibodohi dua kali dengan cara yang sama, tak apa jika saya yang menerima tuduhan itu, tapi kali ini? Dia anak kamu sendiri, Darah dagingmu sendiri Pahlevi!"
"Dia di tuduh seharusnya kamu percaya dan mendukungnya, tapi apa? Kamu malah lebih mempercayai mulut sampah orang lain daripada anak kamu sendiri. Entah otakmu itu jatuh dimana."
"Waktu kunjung sudah habis, silahkan masuk kembali."ucap seorang polisi.
Nenek Ita menuntun Fayola menuju jeruji nya kembali, sebelum Fayola benar benar masuk nenek Ita mencium kening Fayola terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh Firga.
Sepergian nenek Ita dan Firga, Fayola duduk di pojok dinding, hari ini ia dipindahkan di jeruji bersama tiga orang wanita paruh baya yang sedang tertidur.
Fayola hanya duduk diam, memeluk lututnya sendiri, menahan isakan tangis yang sedari tadi ia tahan. Namun sekuat ia berusaha akhirnya tangisan itu tumpah juga, ia menggigit bibir bawahnya agar tangisannya tak terdengar namun nihil.
"Heh! Lo kalo nangis ya nangis aja! Jangan gangguin tidur kita dong."protes salah satu wanita tua yang tiba tiba terbangun.
"Ma--maaf bu."
"Maaf maaf, gue tau lo sedih, tapi sedih ya sedih aja jangan nyusahin orang lain. Daripada lo nangis gak jelas, mending lo tidur aja deh, brisik."
"Iya bu maaf."
Fayola merebahkan tubuhnya, menyatukan badannya dengan lantai yang dingin, memiringkan tubuhnya menghadap tembok dengan air mata yang mengalir. Ia berfikir sampai kapan ia akan di kurung disini, bagaimana masa depannya nanti, mungkinkah dia bisa melewati ini semua.
Kenapa orang tuanya tega memenjarakan anak kandungnya dan lebih percaya kepada anak angkat yang baru saja mereka temukan.
Ditambah lagi Resya orang yang ia andalkan satu satunya sebagai saksi bahwa ia tak bersalah malah kembali ke pangkuan sang kuasa. Ia sangat menyayangi Resya, ia sudah menganggap Resya sebagai keluarga kandungnya dan juga kakak yang paling ia sayangi sama dengan ia menyayangi orangtuanya.
Sekarang ia benar benar sendiri disini. Tidak ada harapan untuk ia dikeluarkan dari sini, ia hanya bisa pasrah dan berdoa semoga ada keajaiban yang bisa membuat ia bebas dan juga kehidupannya kembali seperti dulu lagi.
Fayola meremas dadanya yang rasanya sakit sekali. Ia masih berharap ini semua adalah mimpi. Semua kejadian yang menimpanya hanyalah sebuah bunga tidur yang akan lenyap ketika ia terbangun.
![](https://img.wattpad.com/cover/192041174-288-k191078.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Fayola (Completed)
Teen Fiction#1 - Kepercayaan (25/08/2020) #1 - Kepedulian (25/08/2020) #2 - Terbuang (25/08/2020) #2 - nangis (25/08/2020) Fayola Thevani Friskananda. Seorang gadis yang merasa dirinya adalah anak paling beruntung sedunia. Putri semata wayang dari Pahlevi nanda...