38. Joseph

4.7K 430 32
                                    

Selamat membaca.




Di hari Selasa mata pelajaran yang pertama yaitu PJOK. Bukan lagi Adrian yang mengajar mereka, karena Adrian mengajar di kelas 10 dan 12. Untuk kelas 11 guru yang mengajar masih sama atau satu spesies dengan Adrian —mempunyai tatapan tajam, muka datar alias minim ekspresi, dingin, dan ketus.

Guru itu bernama Joseph umurnya masih 23 tahun. Hari ini mereka belum melakukan praktik, karena ini masih pertemuan pertama dan tenju saja dipertemukan pertama mereka melakukan kesepakatan untuk pelajaran PJOK selanjutnya. Setelah kesepakatan disetujui, guru tersebut keluar dari kelas yang tadinya sangat tegang kini berubah menjadi gaduh.

"Gilak, cakep banget Ya Allah," pekik Raya saat guru olahraganya keluar dari kelas.

"Letta, pokoknya lo harus dekatin, tuh guru, cakep banget, Ta," heboh Raya sambil berteriak pada Letta.

"Siip, gampang itu," balas Letta mengacungkan jempolnya.

Raya dan Letta langsung tertawa bersama walau jarak tempat duduknya jauh —Raya di depan dan Letta dua dari belakang bagian pojok.

Alex dan Fian langsung menatap tajam Letta.

Letta menyengir dan mengecup sekilas pipi Alex. "Becanda doang, Bang, lagian aku sama Raya becanda. Mana mungkin, sih, aku dekatin, tuh, Pak Jo, yang ada Ayah yang duluan deketin aku diberi peringatan keras," ucapnya memeluk Alex dari samping.

"Awas aja kalo sampe kamu dekatin Pak Jo, kita musuhan," peringat Alex.

Letta tertawa geli dan mengangguk patuh. "Tapi, Pak Jo ganteng, lho, Bang, sayang kalo dianggurin," godanya, ia melirik Fian yang membuang muka.

Ia menyeringai melihat Fian.

"Aishh, terserah kamu, deh, yang penting jangan sampe kelewat batas." Alex meninggalkan Letta dan Fian saat melihat Bagas melintas di depan kelas.

Gilang dan Revan sudah keluar saat Pak Jo keluar. Ke mana lagi jika bukan kantin yang mereka datangi.

Letta duduk di meja Fian yang masih membuang muka. "Kamu kenapa?" tanyanya pura-pura tak tahu.

"Pusing," jawabnya asal. Karena memang ia masih sedikit pusing.

"Kalo pusing kenapa ke sekolah? Mending istirahat aja di rumah," omel Letta. Ia menangkup pipi Fian agar cowok itu memandangnya.

"Bosen di rumah terus mending ke sekolah, bisa ketemu kamu," ucap Fian.

Pipi Letta bersemu merah. Kenapa Fian selalu saja membuatnya berdetak kencang dan bersemu dengan gombal recehnya.

"Ini bukan gombalan, ya, Ta, ini kenyataan. Tolong pijitin dong." Ia meletakkan kepalanya di pangkuan Letta agar gadisnya bisa leluasa memijat kepalanya.

Fian sadar betul jika ini masih di sekolah tepatnya di kelas. Lagipula tidak ada guru, kalaupun guru di mata pelajaran selanjutnya datang pasti ada teman kelasnya yang memberitahukan.

Fian sangat menikmati tangan halus dan jari lentik Letta yang memijit kepala dan pelipisnya.

"Obatnya pasti gak kamu minum semalam, kan? Kamu masih panas tau, Yan, mending kamu ke UKS aja atau pulang aja, deh, mau gak?"

My Protective Daddy [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang