SEBUAH TANDA TANYA.

15.9K 1.2K 56
                                    


Kalimatku bernyawa
Bisik senandika
Pijar begitu jemawa kala petang menyapa
Pun temaram simpan siluet pemilik tahta.

(PHOSPHENES, aprilwriters)

Kepulan asap rokok membumbung tinggi oleh laki-laki yang masih bertengger di motor besarnya, ia menunggu Yuda di seberang jalan apartemen tempat Yuda tinggal. Jarum arloji bergerak mendekati pukul sebelas malam, tapi rasa lelah berkutat di kantor seharian ternyata tak membuat Denial urungkan jadwal pergi ke klub malam bertemu teman-teman lama meski siang tadi di kantor Denial telah mendapat teguran keras dari pihak HRD sekalipun ia adalah anak bos, tapi Denial tetap profesional mengakui kesalahannya yang telat masuk akibat pergi ke rumah Karenina dan terjebak hujan di jalan.

Lagipula, teguran bagi Denial hanyalah angin lalu yang masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan, numpang permisi. Selama mendapat teguran pun ekspresi Denial terlihat sangat tenang—bahkan sesekali tersenyum saat bayangan Karenina muncul di pelupuk mata, ia mulai dimabuk asmara.

Puntung rokok dibuangnya pada semak-semak sisi jalan, ia menoleh tatap Yuda yang baru keluar lewati lobi apartemen sebelum menyebrang dengan mudah kala kondisi jalan benar-benar sepi, suara lolongan anjing sesekali terdengar dari kejauhan pun binatang malam lainnya.

“Lo yakin? Besok bukannya kerja pagi,” tanya Yuda skeptis.

“Apa hubungannya? Kopi masih banyak kalau ngantuk.” Ya, kopi rasa cinta buatan Karenina mungkin obat paling ampuh kalau ngantuk, bisa jadi hanya bagi Denial saja, lagipula melihat Karenina di kantor rasanya sudah cukup membuat kerja Denial jadi lebih semangat. Bukankah begitu tanda-tanda manusia jatuh cinta? Ia akan semangat saat melihat seseorang yang disukai setiap hari.

“Ah, ya udahlah terserah elo. Gue mau ngikut aja, lagian anak sultan kayak elo kan bebas.” Yuda duduk di belakang Denial, ia tak bisa membawa mobil yang terparkir di basement karena posisi yang menyulitkan Yuda untuk keluarkan kendaraannya.

“Gue bebas.” Denial mulai putar gas hingga bising deru motor benar-benar menjadi nyanyian merdu bagi sepi malam itu, kini laju kencang menjadi sesuatu yang wajib Denial lakukan, terlebih jalanan cukup lenggang. Tinggal bagaimana keadaan mencekam yang akan Yuda alami setelah turun dari motor dengan pemilik kesetanan bernama Denial Nuraga.

Nathan enggan meladeni beberapa pelacur yang sempat menawarkan diri padanya sejak ia duduk sendirian selama sekitar lima belas menit di ujung ruangan yang penuh dengan euforia kerlap-kerlip lampu disko dan alunan musik disk jockey yang masih terus diputar menghibur para pengunjung klub malam.

Dua gelas sloki fortified wine dengan kadar alkohol tertinggi di antara varian wine lainnya telah meluncur mulus lewati kerongkongan Nathan sejak ia duduk di sana, sebatang rokok elektrik juga tengah dinikmatinya seraya bersamaan hiruk-pikuk keadaan sekitar.

“Lo di sini?” Suara itu terdengar jelas meski alunan musik DJ menggema cukup keras, terlebih pemilik suara kini ikut duduk di sebelah Nathan.

“Gue yang harusnya tanya, lo ngapain di sini? Nggak takut ketahuan Salma?” Nathan menjadi salah satu orang yang turut serta diundang pada acara pertunangan Rega dan Salma, bahkan hampir seluruh angkatan mereka diundang meski tak semua bisa hadir karena tinggal di kota yang berbeda setelah lulus SMA.

“Nggak usah dibahas, gue ke sini buat senang-senang tanpa dia,” aku Rega tanpa sungkan.

“Paling belum move on dari yang satu itu.” Nathan terkekeh pelan, ia menunduk tuangkan isi botol fortified wine ke gelas sloki miliknya sebelum ulurkan benda itu pada Rega. “Nih pembuka biar lega.”

Schatje (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang