MEMINTA MEMILIKIMU, LAGI.

13K 1K 83
                                        


Mendekapmu, senyaman itu
Jika waktu sudi terulang
Biar aku membawamu pulang
Pada masa yang telah lalu.

(Schatje, aprilwriters)

***

Royan tersenyum, ia menelan makananya dengan tenang. "Enggak salah, gue malah takjub sama elo. Bidadari dari surga mana sih yang sureal banget di depan mata gue sekarang. Bisa ngelakuin apa aja, termasuk—bikin gue jatuh hati lagi."

Karenina membeku sesaat, semoga saja telinganya salah mendengar pengakuan Royan tadi. Buru-buru ia raih garpu sendok untuk nikmati masakannya sendiri, sedangkan Royan tersenyum miring perhatikan tingkah Karenina yang begitu gugup.

Ada jeda keterdiaman cukup panjang antara mereka, suasana hening benar-benar menyelimuti ruang makan meski sayup-sayup terdengar suara musik dangdut milik Parmini. Royan sendiri baru selesaikan makanannya, ia raih gelas kosong milik Karenina tadi, mengisinya dengan air mineral yang masih dingin sebelum beberapa teguk berhasil meluncur masuk ke lambung.

"Oh ya, kenapa kemarin pergi nggak bilang-bilang?" Royan kembali buka percakapan, ia melipat tangan di atas meja.

"Maaf." Bibirnya terasa kaku untuk berucap, semua yang terjadi kemarin benar-benar tanpa kesengajaan. Haruskah Karenina mengaku tentang semua perbuatan Denial atau tidak pada Royan.

"Karenina, gue tahu kenapa kemarin lo pergi."

Mie yang belum dikunyah halus itu langsung tertelan Karenina hingga ia tersedak, buru-buru Royan tuangkan air pada gelas tadi dan ulurkannya pada Karenina.

"Pelan-pelan aja," ujar Royan.

Karenina teguk isinya hingga habis, ia terlalu terkejut mendengar pengakuan Royan tadi. "Kamu tahu kenapa saya pergi?"

Royan mengangguk. "Ya, setelah Jesslyn sama Nathan jelasin semuanya, terus keterlibatan seseorang."

"Seseorang?" Karenina rasakan detak jantungnya mulai tak keruan, ia takut akan banyak hal.

"Iya, laki-laki yang bawa lo pergi dari acara reuni pas ada ceweknya di tempat yang sama, dia—"

Tiba-tiba Karenina berdiri, matanya tampak berkaca seolah siap luncurkan kristal bening dari sana. "Royan, saya mohon jangan berpikiran macam-macam tentang saya. Nggak ada sedikit pun niat buat ngusik hubungan orang lain, saya nggak—"

"Gue nggak nuduh apa-apa, kan?" Laki-laki itu mulai kebingungan. "Duduk dulu, kita bahas ini."

Karenina kembali hempas pantatnya, wajah melankolis itu mengisyaratkan kepedihan, ia benar-benar takut kalau orang lain berpikiran yang tidak-tidak tentangnya. Ia tak ingin dituduh sebagai perempuan jahat yang menusuk orang lain dari belakang, ia hanya korban dari kekonyolan seseorang.

"Tenang dulu, kita omongin ini pelan-pelan, oke? Gue emang dengar semua dari Jesslyn sama Nathan kemarin, itu aja setelah acara selesai. Gue pengin marah Karenina, tapi ke siapa?" Royan menggeser kursinya agar lebih dekat dengan perempuan yang kini diam melamunkan sesuatu. "Bukan hak gue buat tahu semua tentang elo, apalagi kita—argh! Intinya gue marah sama laki-laki itu, dia alasan lo keluar dari kantor juga, kan?"

"Sekarang setelah kamu tahu semua, mau apa?" Karenina berucap tanpa menoleh, bola matanya mulai memanas hingga air hujannya tak bisa ditunda lagi, meluncur pelan tanpa permisi.

"Gue nggak mau semua itu terulang lagi, kalau gue tahu semua dari awal, nggak akan pernah gue ajak lo ke acara reuni. Boleh gue tahu, kemarin lo ke mana? Nomor lo nggak aktif, gue takut setakut-takutnya, Karenina."

Schatje (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang