AGRESI.

12.4K 1.1K 109
                                    


Tubuhmu dikuasai agresi
Melempar sedihku dengan emosi
Bicara bagaimana dikekang terungku
Kau adalah sang pelaku.

(Schatje, Aprilwriters)

***

Mungkin orang-orang menyukai kepergiannya, tersenyum bahagia saat ia mengucap kalimat perpisahan pun permintaan maaf jika banyak salah yang diperbuat, pasti hari itu ditunggu-tunggu banyak orang, tapi mereka juga kehilangan bahan pembicaraan, setidaknya tiada lagi pemandangan yang menyesakan mata—padahal Karenina bukan seonggok sampah di tepi jalan, tapi sikap lain orang-orang di hari terakhir pekerjaannya sebagai sekretaris Zian cukup menyiratkan kalau mereka semua senang atas keputusan resign-nya.

Perempuan itu juga memberikan salam perpisahan terakhir—meski hanya seulas senyum, tapi bukankah Karenina tak pernah pertontonkan hal itu pada orang-orang di kantor? Lalu, pada Zian hanya bisa ia bagi sebuah pelukan nan hangat. Rega sendiri tak bisa berkata apa-apa, ia tak punya hak melarang kepergian Karenina yang tiba-tiba. Di antara banyaknya orang pagi itu, hanya Denial-lah yang absen dan Karenina tak ingin peduli tentang mengapa.

Setidaknya ia masih sanggup meloloskan uraian napas lega kali ini, bola matanya sedikit berkaca saat meninggalkan lobi kantor seraya memeluk sebuah kotak berisikan barang-barangnya. Beribu luka serta sejuta kenang telah ia bagi di sana, semua akan tersimpan di sudut memori dan berakhir usang.

Kaki jenjang yang terbalut wedges cokelat itu menapak paving block pelataran kantor hingga tiba di tepi jalan, rambut panjang yang diikat rendah bergerak tersapu embusan angin hingga sisakan beberapa helai surai yang sentuh wajah sendunya. Karenina takkan ingkar kalau ia rasakan sedih tinggalkan tempat itu.

Sekali lagi ia menoleh, angkat kepala perhatikan lantai tempatnya bekerja yang sebentar lagi mungkin akan menemukan penggantinya. Ia menunduk, fokusnya kembali pada jalan raya di depan mata, lalu-lalang kendaraan begitu ramai, tapi taksi yang ia tunggu belum juga datang.

Karenina tak menaruh curiga saat mobil Honda Civic hitam menepi di dekatnya, perempuan itu terus memperhatikan arah kiri jalan dari tempatnya berdiri, tapi sebuah tangan tiba-tiba menyentuh bahu kanan—membuat Karenina menoleh dan refleks bergeser.

"Kamu." Rasa tak nyaman seketika hinggap, bagaimana bisa laki-laki itu berdiri di sebelahnya sekarang-sedangkan di belakang mereka adalah kantor yang harusnya Denial datangi hari ini, bukannya bolos dan hampiri Karenina.

"Apa? Kok kayak ngerasa aneh gitu, baru masalah semalam—terus bikin elo resign?" Denial bertepuk tangan. "Kenapa pas putus sama Rega malah masih bertahan di sana, sesakit itu, ya?"

Karenina enggan memedulikan ocehan Denial, ia langsung melambai tangan kiri saat jarak dua meter darinya sebuah blue bird mendekat, tapi Denial enggan menyerah dan tarik Karenina hampiri mobil Yuda yang ia pinjam.

"Kamu mau apa!" Karenina melangkah terseok-seok saat wedges yang ia gunakan terlalu sulit dipakai melangkah tergesa-gesa seperti sekarang.

"Mau elo, lah!"

"Lepasin! Saya mau pulang!" Karenina terpaksa loloskan kotak miliknya hingga sentuh selasar dan berakhir buyar, tangan yang tak dicekal Denial berusaha memberontak, tapi apa daya, tenaga laki-laki yang dikuasai kekesalan itu jauh lebih kuat.

Denial buru-buru membuka pintu sisi kiri, ia dorong paksa Karenina agar masuk ke dalam, memaksanya duduk dan pasangkan seatbelt.

"Denial! Lepasin saya!" Karenina berusaha loloskan seatbelt yang telah membelit tubuhnya, tapi Denial menarik kedua tangan perempuan itu dan menahannya di atas kepala.

Schatje (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang