Dear, hati
Sekali lagi sembuhlah seperti sedia kala
Seperti bagaimana engkau menjanjikannya.
Schatje, aprilwriters.
***
Angin laut semakin kencang saja seiring tiap detiknya terus bergerak, dan mereka sudah menjauhi bibir pantai, tapi api unggun kecil buatan Nathan masih menyala, hanya tak menghangatkan siapa-siapa. Empat manusia itu sudah bersila di sebuah saung yang pernah dikunjungi Karenina serta Denial beberapa bulan silam, perempuan itu memesan menu yang sama-seperti dulu, meski sebenarnya menu saat itu dipilih Denial.
Ini nostalgia, tapi tak menyenangkan bagi Denial, menyadari betapa menggelikannya cara Denial mengejar Karenina waktu itu, meski sekarang sudah banyak berubah-terlebih Karenina mengajaknya datang kemari bersama rasa senang, sepertinya memang berhasil.
Menu nasi liwet lengkap khas Sunda baru saja terhidang di meja setelah tiga pramusaji datang dan menata, kondimennya cukup banyak, beragam serta bisa dipilih sesuai selera. "Selamat makan, jangan lupa berdoa," ucap Karenina saat menyemprot kedua telapak tangan menggunakan hand sanitizer, ia meraih tangan Denial untuk melakukan hal yang sama. "Selamat makan, Denial. Harus makan banyak." Suaranya rendah karena ia berbisik, terdengar mengancam juga sih.
"Iya, iya. Ini pasti makan banyak kok." Denial gugup.
"PETE!!! YA AMPUN ADA PETE!!!" Semua orang menatap Jesslyn, antara bingung dan terkejut. Wanita itu meraih petai yang masih terbungkus kulitnya, tapi warna tak seterang kulit petai yang masih segar, kali ini sudah memudar seperti hijau lumut karena efek dikukus.
"Kenapa sama pete?" tanya Nathan, polos.
"Nikmat banget." Jesslyn seperti melihat uang seratus ribu dollar saja. "Udah berapa tahun enggak makan pete."
"Astaga." Nathan geleng-geleng, ia melirik Denial, sahabatnya mengedik bahu. "Kalau Karenina udah berapa tahun enggak makan pete?"
"Nggak sampai setahun kok," sahut Karenina, ia melanjutkan sembari melirik Jesslyn, sepertinya petai lebih menggoda ketimbang kondimen lain. "Kayaknya Jesslyn emang kangen berat sama pete, waktu kuliah dia suka makan itu kok."
"Waw." Nathan tercengang, ia menyentuh dagu Jesslyn dan mengarahkannya agar menatap Nathan. "Kamu yang incredible ini beneran doyan pete? Kalau kita nikah, aku nggak akan kesusahan cari makan buat kamu."
Jesslyn menepis tangan Nathan. "Gampang, kan? Gampang banget malah."
"Karena segampang itu, mau kapan? Biasanya cewek yang suka nanya ke cowok, maunya kapan, kalau antara kita, aku duluan." Ia menopang dagu sembari memperhatikan lekat-lekat tingkah kekasihnya saat sibuk menyuapkan nasi ke bibir sendiri tanpa membutuhkan sendok, lagipula terkesan aneh jika nasi liwet justru menggunakan sendok.
"Nathan ih, sana makan." Jesslyn tak nyaman, sejujurnya ia menghindari obrolan seperti ini, pernikahan dan pernikahan, sungguh hal itu memang masih menjadi prioritas di pikirannya-sebelum negara api menyerang, tapi Jesslyn berusaha berjuang sendiri.
Ia melihat Nathan, kekasihnya mulai sibuk menikmati makanan seraya berbicara mengenai Yuda dengan Denial, tertawa tanpa beban. Jesslyn mulai berpikir, apa yang membuatnya sampai sebegitu mencintai Nathan, bahkan jalur LDR pernah mereka tempuh, tapi tetap bertahan, senakal-nakalnya Nathan sampai keluar masuk kelab malam, laki-laki itu tetap manusia setia dan mengagumkan bagi Jesslyn.
Siang itu, kesibukan melanda hampir di setiap sudut sebuah mall, Jesslyn seorang diri menenteng banyak shopping bag yang memenuhi kedua tangan sampai sling bag ia kalungkan di leher. Semua ini akibat perbuatan sepupunya-meminta bantuan Jesslyn membelikan beberapa barang seminggu sebelum hari pernikahan. Tanpa banyak protes wanita itu mengikuti perintah, ia sebatas melihat sepupunya begitu sibuk mengurus gedung serta bertemu WO yang menangani pernikahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schatje (completed)
RomanceNew adult, romance. 1 in Chicklit - 26 Juni 2020 53 in Romance - 21 Juli 2020 "Sekerlip bintang tanpa warna." Pertemuan tak terduga Karenina Hasan dengan Denial Nuraga di sebuah klub malam ketika patah hati menyerang perempuan itu lagi-justru menamb...
