Belati dalam dekapmu,
Mengikat erat bersama waktu
Belati dalam dekapmu
Diiringi buai sembilu.(Schatje, Aprilwriters)
***
"Dengan senang hati saya lebih pilih lompat dari sini ketimbang ikuti kemauan iblis seperti kamu!"
Api dalam bola mata Denial semakin berkobar, ia menarik jendela hingga suara gebrakan kaca terdengar memekakan telinga, Karenina sampai refleks memejam tanggapi perilaku semena-mena manusia di depannya.
"Oh, gitu! Jadi lebih senang mati, ya!" Giginya gemretak, tangan kanan terkepal hingga pukulan keras mendarat pada kaca jendela dan ciptakan bekas retak di sana. "Ternyata gue salah mikir, Karenina." Denial melenggang keluar kamar, bantingan pintu akhiri jumpa mereka.
Perempuan itu kembali luruhkan air mata, ia masih mematung meski tubuhnya bergetar hebat, bola mata basahnya terpatri pada retakan kaca yang tampilkan bercak darah manusia di sana. Karenina meluruh terduduk di selasar, sakit kali ini ternyata jauh lebih menusuk, membuat relungnya semakin remuk.
"Argh!" Karenina memekik saat ujung pisau yang digunakannya untuk memotong stroberi telah melukai telunjuk kiri, buru-buru ia hampiri tempat cuci piring, hidupkan kran air dan ulurkan jari telunjuknya di bawah guyuran hingga air yang kemerahan setelah tercampur darahnya memenuhi tempat itu.
"Kenapa, Mbak? Kok jarinya digituin?" tanya Parmini yang letakan piring ceper berisikan beberapa potong daging sapi di permukaan panel belakang, ia melongok putri majikannya.
"Nggak apa-apa, kecelakaan kecil aja. Mau masak apa?" Karenina matikan kran air, ia hampiri meja makan dan raih beberapa helai tisu guna mengeringkan jemarinya.
"Rendang." Kini giliran Parmini yang hampiri tempat pencucian piring seraya membawa piring berisikan daging yang telah ia siapkan, suara air mengalir terdengar, sedangkan Karenina tak lantas menutupi luka dengan plester—melainkan membungkusnya dengan beberapa helai tisu, ia kembali lanjutkan aktivitas memotong stroberi tadi.
Jika bukan karena memikirkan kejadian kemarin, pasti Karenina takkan melukai diri sendiri meski ia tak sengaja, lagipula luka yang tak terlihat bola mata justru jauh menyiksa, tak ada alkohol swab atau obat merah yang akan mengobatinya.
Kemarin, Denial meninggalkannya di apartemen Yuda begitu saja, ia tak bisa membuka pintu utama setelah bajingan itu menguncinya dengan sengaja. Alhasil, Karenina baru bisa keluar setelah Yuda pulang sekitar pukul tujuh malam. Bukankah sikap Denial benar-benar tak manusiawi lagi? Karenina bukan pelaku kejahatan yang harus dipenjara, bukan pula Rapunzel yang terjebak dalam menara terungku seperti dalam dongeng. Ia ingin layak dianggap manusia, bukannya hewan yang bisa dikekang.
Kini potongan stroberi, jeruk serta beberapa lembar daun mint telah memenuhi gelas yang disiapkannya, luruhan air dingin menjadi penyempurna infused water yang Karenina buat pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schatje (completed)
RomanceNew adult, romance. 1 in Chicklit - 26 Juni 2020 53 in Romance - 21 Juli 2020 "Sekerlip bintang tanpa warna." Pertemuan tak terduga Karenina Hasan dengan Denial Nuraga di sebuah klub malam ketika patah hati menyerang perempuan itu lagi-justru menamb...