Hujan tidak datang hari ini
Tapi rinai bertaburan
Bintang pun belum tentu hadir malam nanti
Hanya saja banyak harap bersemai.(Schatje, aprilwriters)
***
"Maaf, kamu jadi ikut terlibat." Mobil sudah terhenti di halaman rumah sekitar sepuluh menit lalu, tapi masing-masing belum memutuskan untuk turun. Karenina masih terbayang adrenalinnya berpacu saat Denial justru senang—melakukan hal seperti dalam film thriler yang sering ia tonton, bahkan meski jantung perempuan di sebelahnya seperti berhamburan ke mana-mana, meski perut rasanya dikocok sampai mual.
"Nggak apa-apa, mungkin waktunya buat terlibat." Denial tersenyum canggung, ia melepas sabuk pengamannya.
"Waktunya buat terlibat?"
"Karenina, lo pasti sadar kalau nggak akan selamanya cuma menghindar, suatu hari lo harus hadapi mereka." Denial tatap lurus ke depan, teringat lagi akan pengintaiannya pada van hitam tempo hari meski ia kecolongan. "Masalah itu untuk dihadapi, kan? Lo itu baja, jadi pasti bisa."
"Kamu terlalu percaya diri."
"Iya harus, kalau insecure gimana mau semangatin orang lain." Ia tersenyum menggoda, kepalanya menoleh ke belakang—pada beberapa kantung belanjaan di kursi penumpang. "Ini serius mau di sini aja?"
"Ah, ya. Sampai lupa turun." Perempuan itu ikut melepas sabuk pengaman, turun dari mobil bersama Denial, tapi saat ia membuka pintu di belakangnya—semua kantung belanjaan sudah beralih ke tangan-tangan Denial, bahkan tersenyum mengejek seolah Karenina kalah cepat darinya. "Itu—"
"Langsung masuk aja, anggap rumah sendiri." Denial terkekeh geli, ia berkata seolah dirinya-lah si pemilik rumah, laki-laki itu bahkan melesat lebih cepat memasuki kediaman Karenina, ia lantas meletakan semua kantung di permukaan meja makan sebelum menarik salah satu kursi dan duduk di sana. Denial lepaskan jaket yang ia kenakan, meletakannya di punggung kursi.
"Kalau mau minum ambil aja di kulkas, ya. Saya mau ganti baju!" seru Karenina seraya menapaki anak tangga menuju lantai dua.
"Oke." Denial menyahut lirih, ia beranjak raih gelas kosong dari lemari rak piring, membuka kulkas dan keluarkan sebotol air mineral dingin.
Karenina kembali, ia langsung cek beberapa kantung berisi segala jenis belanjaan—yang kebanyakan pengisi kulkas, perempuan itu mulai sibuk mengeluarkan semuanya—bahkan memilah dan memasukan beberapa ke dalam kulkas, laki-laki yang kini berdiri di sisi kulkas hanya diam memperhatikan mondar-mandirnya Karenina seolah ia tak terlihat, jadi tak butuh siapa pun untuk dimintai pertolongan. Untung saja Denial takkan sakit hati untuk hal sepele semacam itu, ia berkacak pinggang seraya sandarkan punggung pada lemari rak piring di sisi kulkas, menatap perempuan yang tampak seperti robot dengan segala kharismatiknya.
"Emang mau apa sih beli bahan sebanyak itu." Denial sudah tak sanggup menahan bibirnya untuk tidak berbicara, bahkan Karenina sama sekali tak meliriknya.
"Bisnis saya, nanti Nathan sama Jesslyn bakal ke sini. Kemungkinan siang, saya nggak punya apa-apa, jadi saya mau buat apa aja." Karenina berjongkok saat ia masukan segala jenis sayur di bagian kulkas paling bawah, rambut perempuan itu telah dicepol tinggi agar tak mengganggu pemiliknya saat mengeksekusi urusan dapur.
"Nathan sama Jesslyn?" Untuk beberapa waktu Denial tak pernah bertemu Nathan sejak Jesslyn mulai mengaturnya lagi.
"Iya. Kalau kamu mau pulang sekarang, nggak apa-apa kok."
Denial mengernyit, buru-buru ia ikut berjongkok dan merebut kantung yang masih diisi sisa sayuran, kini giliran Denial bereskan semua tanpa diminta. "Eng-enggak lah, gue mau di sini. Kayaknya bakal ramai, ya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Schatje (completed)
RomantizmNew adult, romance. 1 in Chicklit - 26 Juni 2020 53 in Romance - 21 Juli 2020 "Sekerlip bintang tanpa warna." Pertemuan tak terduga Karenina Hasan dengan Denial Nuraga di sebuah klub malam ketika patah hati menyerang perempuan itu lagi-justru menamb...