MENGGENGGAM DURI. (bagian 1)

12.5K 1K 107
                                    


Takusah kausentuh
Tangisku ingin meluruh
Jangan kausayangi
Sebab mencintaimu seperti menggenggam duri.

(Schatje, aprilwriters)

***

Tirai abu-abu yang baru diganti Parmini dua hari lalu terus saja bergerak saat desiran angin dari luar kamar di lantai dua rumah megah Rahadian mengusik, ada tiga kamar tidur di lantai dua. Satu di tempati Rahadian, satu kosong karena sang ibu tidur di kamar lantai dasar, dan terakhir tentunya kamar Karenina. Anginlah yang sejak pagi menggelitik tirai jendela kamarnya setelah dibuka sejak pukul enam saat arunika tak lagi ditemukan, sekarang sudah pukul setengah sepuluh, tapi pemilik kamar justru masih sibuk dengan pemikirannya.

Karenina masih kenakan kimono handuk biru muda meski telah keluar kamar mandi sejak setengah jam lalu, dua pintu lemari pakaian terbuka lebar, beberapa dress terlihat memenuhi permukaan ranjang. Ia pusing luar biasa sekadar memilih dresscode putih yang wajib dikenakan saat datang ke acara reuni SMA mantan kekasihnya dulu, Karenina adalah tipikal manusia yang tak suka ingkar janji, ia harus tetap menjalankan semua meski relungnya mengajak berperang—meronta agar Karenina mundur saja, ia merasa dilema.

Perempuan itu masih berdiri di ujung ranjang seraya perhatikan beberapa dress putih yang harus dipilihnya satu, tangan kiri berkacak pinggang, tangan kanan menggaruk kepala—bingung merasakan segala.

Kalau boleh jujur, Karenina lebih suka berperang di dapur ketimbang memilih gaun untuk acara yang tidak ingin dihadirinya, terlebih dia pasti akan menemukan banyak orang yang tak ingin dijumpa, tentunya akan ada; Benaya dan Denial.

Boleh tidak Karenina meminjam ibu peri agar dihilangkan sesampainya di tempat acara?

Ia masih bergeming, bola matanya mengarah pada jam weker di nakas, pukul sepuluh Royan datang menjemput. Karenina menghela napas lelah, akhirnya tangan perempuan itu bergerak melaih salah satu dress yang menjadi pilihan terbaiknya.

"Ini enggak ramai, enggak berlebihan," gumam Karenina sebelum loloskan kimono dan pasangkan dress pilihannya.

Tubuh ramping itu kini dibalut dress yang begitu serasi dengan pemiliknya, ia berkaca seraya sibuk menurunkan bagian terbawah alias ujung dress yang hanya menutup bagian tubuhnya di atas lutut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh ramping itu kini dibalut dress yang begitu serasi dengan pemiliknya, ia berkaca seraya sibuk menurunkan bagian terbawah alias ujung dress yang hanya menutup bagian tubuhnya di atas lutut. Agak lucu, ia risi kenakan sesuatu yang terlalu mengekspos area tubuhnya, Karenina merasa ia lebih baik kenakan celana katun atau rok pencil yang dipasangkan bersama sebuah kemeja.

Tak bisa lagi, ia tak mungkin mengganti pakaiannya saat jarum jam semakin bergerak hampiri angka sepuluh. Karenina mengalah pada waktu, ia hanya butuh sentuhan akhir sebelum lolos keluar dari rumah.

Rambut ia biarkan tergerai bersama sepasang jepit rambut dengan manik-manik kristal putih di bagian atasnya, Karenina sematkan dua benda itu pada mahkota di dekat pelipis kanan. Riasan wajah pun tak berlebihan, sedikit polesan lip cream red berry yang mempertegas penampilan monokrom putih itu.

Schatje (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang